Jayapura – Kabar gembira datang dari Keuskupan Jayapura. Seorang putra asli Papua, Pastor Dr. Yanuarius Teofilus Matopai You, Pr terpilih sebagai Uskup Jayapura oleh Paus Fransiskus, menggantikan Mgr. Leo Laba Ladjar, OFM.
“Nuncio Apostolik menyampaikan kepada saya agar saya mengumumkan di Gereja lokal keuskupan ini bahwa telah mengangkat seorang untuk menjadi Uskup Jayapura yang baru meneruskan karya anda. Berita ini dipublikasikan pada momen ini di Roma dan di seluruh dunia. Dia adalah putra asli Papua yaitu Pastor Dr. Yanuarius Teofilus Matopai You, Pr,” ucap Mgr. Leo pada Sabtu malam itu di sela-sela ibadah.
Uskup Leo dengan riang menyampaikan pengumuman ini di hadapan umat Katolik di Gereja Katedral Jayapura. Tepuk tangan riuh pun menyambut pengumuman ini. Harapan dan doa umat Katolik Papua akan tampilnya gembala pribumi Papua akhirnya terjawab.
Lalu siapakah sosok Uskup Jayapura terpilih ini? Pastor Yanuaris T. Matopai You, Pr lahir di Kampung Uwebutu, Kabupaten Paniai, 1 Januari 1969. Putra dari pasangan Lukas You dan Rosalina Tatogo ini ditahbiskan menjadi imam projo Keuskupan Jayapura, 16 Juni 1991 oleh Uskup Jayapura, Mgr. Herman Munninghoff, OFM di Nabire. Saat ini, ia dipercayakan menjadi Ketua Sekolah Tinggi Filsafat Teologi (STFT) Fajar Timur, Abepura.
Usai menerima Sakramen Imamat dan ditahbiskan menjadi imam diosesan Keuskupan Jayapura, Pastor Yan ditugaskan sebagai pastor paroki di sejumlah tempat dan karya lainnya sebagai berikut. Mulai dari Pastor Paroki Gereja Kristus Cahaya Dunia di Yiwika (1991-1997), pindah ke Gereja St. Willibrordus di Arso sekaligus Pastor Dekenat di Keerom (1998-2002), dan menjadi Vikjen Keuskupan Jayapura sekaligus pastor paroki Gereja Katedral Jayapura (2002-2006).
Sepanjang 2007-2010, ia mendapat tugas belajar di Universitas Negeri Yogyakarta untuk studi psikologi. Sekembalinya dari studi, Pastor Yan berkarya sebagai dosen di STFT Fajar Timur sekaligus berkarya di lingkup Seminari Tinggi St. Yohanes Maria Vianney Jayapura (2011-2018). Sejak 2015, ia juga dipecayakan menjadi Ketua Komisi Pendidikan Keuskupan Jayapura sekaligus Ketua Yayasan STTK hingga sekarang. Tahun 2022 hingga kini, ia juga menjabat Ketua STFT Fajar Timur sekaligus Direktur Seminari Tinggi St. John Mary Vianney.
Cita-Citanya Ditentang Keluarga
Pada usia imamatnya yang ke-25 tahun pada 2016 lalu, Pastor Yan menerbitkan sebuah buku berisi biografi dan refleksi kehidupannya berjudul “MELODI PRAHARA: Antara Imamat dan Keluarga.” Buku setebal 416 halaman itu ditulis oleh Demitrius Namsa dan diluncurkan pada 6 Juni 2016 di Aula Biara Susteran Maranatha.
Dalam buku itu, Pastor Yan mengaku bahwa cita-citanya untuk menjadi imam atau pastor Katolik tidak langsung dimengerti keluarga. Malah, keinginannya itu ditentang oleh keluarganya. Mereka ingin aga sesuai dengan adat istiadat Suku Mee, Yan sebagai anak laki-laki sulung harus menikah dan mendapat keturunan. Maklum saja. Dalam Gereja Katolik, para pastor atau kaum klerus lainnya, menghayati hidup selibat atau tidak menikah.
Bahkan, seorang pamannya bernama Maximus Tatogo, mengirim radiogram berisikan pemberitahuan kepada pimpinan biara (rektor) dimana Yan You muda sedang dibina menjadi pastor, bahwa Yan telah menghamili istrinya di kampung halaman dan diminta pulang untuk urusan adat dan pernikahan.
“Ini kisah unik bagaimana keluarga menghalangi Yan agar tidak jadi pastor. Buku ini menyumbang kepada masa depan gereja Katolik di Papua. Semoga buku ini memberi ilham kepada para calon imamat dan keluarganya, bagaimana menemukan solusi tatkala menghadapi masalah rumit yang membuat gelisah akan panggilan Tuhan,” tulis Uskup Agung Merauke, Mgr. Nikolaus Adi Saputra, MSC dalam pengantar buku itu.
Bagi Pastor Yan, menjadi Pastor Katolik adalah panggilan hidup yang menantang. Keluarga harus ditinggalkan. Cinta harus dilupakan. Seluruh diri harus dipersembahkan untuk melayani Tuhan. Itu refleksinya di usia imamat 25 tahun.
“Jadi saya tantang adik-adik frater, saya mau bagi buku ini gratis tapi hanya kepada para frater. Dengan catatan, yang siap mau jadi pastor yang bisa terima buku ini. Kalau tidak siap menjadi pastor, jangan maju terima buku,” ujar Pastor Yan dengan nada serius, namun disambut dengan tepuk tangan riuh saat itu.
Ruangan Maranatha berukuran 7x 12 meter itu tiba-tiba bergemuruh. Separuh ruangan itu memang diisi oleh para frater (calon pastor) yang sedang mengenyam pendidikan di Sekolah Tinggi Filsafat Teologi (STFT) Fajar Timur, Abepura.
Tokoh Kerawam Katolik, drg. Aloysius Giyai, M.Kes yang turut hadir menyatakan apresiasi atas terbitnya buku Melodi Prahara yang sangat bernas bagi pertumbuhan iman Katolik, terutama anak-anak muda yang sedang ditempa di seminari.
“Kisah hidup Pastor Yan ini benar-benar menunjukkan penjelmaan diri Kristus yang telah memanggil-Nya untuk berkarya. Ia tampil sebagai Guru dan Nabi bagi umat di Papua dan dengan keteguhan dan kesalehannya menjalani hidupnya sebagai pastor. Saya sangat kagum pada sosoknya. Semua pastor di Papua harus mengikuti teladannya,” ujar Aloysius.