Jayapura, – Adanya rencana pemekaran Kabupaten Mapia Raya, mendapat penolakan keras dari masyarakat dan mahasiswa asal Dogiyai yang ada di Kota Jayapura.
Tak ingin wilayahnya dimekarkan, ratusan mahasiswa RPM Simapitowa, FK-PMLHK dan mahasiswa Mee di STFT Fajar Timur serta masayrakat lima distrik Simapitowa di Kota Jayapura melakukan aksi unjuk rasa di halaman DPR Papua guna melakukan penolakan terhadap rencana pemekaran Kabupaten Mapia Raya.
“Kami tegas menolak rencana Dob Baru Kabupaten Mapia Raya,” tegas Kordinator Lapangan Demo, Mapians Motte ketika membacakan pernyataan sikap di hadapan Anggota DPR Papua, Rabu, (1/7).
Apalagi, lanjutnya, Kabupaten Induk Dogiyai dalam segala aspek pembangunan baik ekonomi, pendidikan, kesehatan dan tata kota, serta pembangunan infrastruktur juga aspek lainnya belum siap.
Selain itu ungkapnya, belum ada kesiapan sumber daya manusia yang cukup dan matang di wilayah Mapia untuk dijadikan sebagai tolak ukur pembangunan serta kemajuan suatu daerah.
Pasalnya kata Mapians Motte, kehadiran Kabupaten Mapia akan rentan menghancurkan tempat-tempat keramat dan sakral yang dari dulu hidup damai dikarenakan belum ada antropolog orang asli Mapia.
Bahkan kata dia, kehadiran Kabupaten Mapia akan membuka pintu kepunahan alam serta manusianya dengan kehadiran militerisme, kapitalisme dan inperealisme dan merusak tempat sakral di wilayah Mapia.
“Jadi,pemerintah Kabupaten Dogiyai dan para elit dari Mapia jangan cari kesempatan dalam kesempitan saat rakyat Papua sedang trauma dalam menghadapi pandemi Covid-19 dan masalah rasisme,” tekannya.
Bahkan, terrkait dengan rencana itu, mahasiswa dan masyarakat asal Dogiyai mengancam jika tuntutan itu tidak diindahkan juga, dan akan konsolidasikan massa dalam jumlah yang besar lagi untuk turun melakukan aksi untuk mengembalikan kabupaten induk Dogiyai ke Kabupaten Nabire dikarenakan tidak mampu membangun dan memajukan daerah dan masyarakatnya.
Dan aspirasi dari mahasiswa dan masyarakat itu, diterima oleh Anggota Komisi I DPR Papua yang membidangi Pemerintahan, Politik, Hukum dan HAM, Laurenzus Kadepa.
“Kami Komisi I atas nama DPR Papua yang membidangi Pemerintahan, Politik, Hukum dan HAM terima aspirasi mahasiswa mewakili masyarakat Dogiyai, Mapia kami terima. Kami akan tindaklanjuti aspirasi ini sesuai mekanisme yang berlaku di DPR Papua,” kata Laurenzus Kadepa didampingi Ketua Fraksi PAN DPR Papua, Sinut Busup, Anggota Komisi I DPR Papua, Las Narigi, Anggota DPR Papua, Namantus Gwijange, Thomas Sondegau, Mesak Magai, Alfred Fredy Anouw dan Apeniel Sani dihalaman Kantor DPR Papua.
Anggota DPR Papua, Mesak Magai, dalam menanggapi aspirasi itu mengatakan, bahwa isu pemekaran Mapia Raya yang dibangun sekelompok orang yang ada di Dogoyai bahwa Kabupaten Dogoyai baru lahir tahun 2008 dengan UU Nomor 8 Tahun 2008.
“Jadi, Dogiyai ini seperti anak kecil. Tali pusar saja belum sembuh. Tadi adek-adek sampaikan kantor saja masih sewa, saya akan sampaikan bupati agar bangun kantor dulu,” tandas Mesak Magai.
Selain itu, Mesak Magai juga mengungkapkan, jika ada beberapa masalah yang diikutinya, yakni pemindahan ibu kota Kabupaten Dogiyai bertentangan dengan UU Nomor 8 Tahun 2008.
“Maka dana pemindahan ibu kota kabupaten itu sudah terserap kemana, realisasinya itu anggaran 100 persen, tapi realisasi fisik itu 0 persen. Itu sudah melanggar, maka saya akan tindaklanjuti untuk melapor kepada pihak yang berwajib,” tegasnya.
Selain itu juga kata Mesak, termasuk beberapa anggaran yang dialokasikan untuk rekomendasi dan SK untuk tim pemekaran Kabupaten Mapia Raya.
“Ini di suasana Covid-19, Bupati Dogiyai membuat bom waktu bagi kami orang Mapia. Karena itu, hanya segelintir orang saja,” ketusnya.
Yang jelas, tegas Mesak Magai, jika moratorium terhadap usulan Daerah Otonomi Baru (DOB) belum dicabut oleh pemerintah. Maka itu berarti isu yang dibangun adalah isu di dalam kelambu saja di Dogiyai.
“Mapia ini ada di dalam dua kabupaten. Lima distrik di Dogiyai dan lima distrik di Nabire. Bagi saya tidak setuju jika Dogiyai lima distrik dimekarkan jadi kabupaten, karena lima distrik di Nabire. Saya orang Mapia disini, maka itu Bupati Dogiyai dia buka peluang kami orang Mapia harus biayai anak sekolah dulu, bangun infrastruktur dulu, nanti kami anak Mapia sendiri yang akan minta,” imbuhnya.
Sementara itu, Anggota DPR Papua, Alfred F Anouw menambahkan, jika Mapia Raya belum layak dimekarkan menjadi DOB.
“Jadi pemekaran itu, syaratnya jumlah penduduk. Kita tahu jumlah penduduk Mapia hanya 5 ribu saja, kedua sumber daya manusia yang siap bekerja. SDM orang Mapia siap atau belum dan ketiga soal wilayah, saya tahu Kota Mapia adalah pegunungan yang tinggi, tidak ada wilayah untuk bikin perkantoran,” tandasnya.
Alfred Anouw yang juga merupakan asli anak Dogiyai ini, mengatakan jika pihaknya menolak pemekaran Mapia Raya dan ia akan mengawal aspirasi itu dan berada di belakang rakyat Dogiyai.
“Saya minta adek-adek untuk tidak usah tanggapi soal pemekaran ini, karena moratorium DOB belum dicabut pusat. Jadi, yang ada saat ini, pemerintah Dogiyai buang-buang anggaran saja,” tandas Alfred Anouw.
Sementara itu, Ketua Fraksi PAN DPR Papua, Sinut Busup menambahkan, kalau moratorium DOB belum dicabut oleh pemerintah. Untuk itu, Fraksi PAN dari DPR RI hingga kabupaten/kota telah diinstruksikan untuk menolak pemekaran daerah.
“Jadi sebagai Ketua Fraksi PAN DPR Papua tetap menjaga ini. Bahkan, saya akan jaga itu dan di dalam sidang paripurna saya akan tolak pemekaran di seluruh Provinsi Papua,” tegas Sinut Busup.