Jayapura – Wakil Ketua I DPR Papua, DR. Yunus Wonda SH MH, menyoroti kematian seorang pelajar di Distrik Sinak Kabupaten Puncak, Papua atas nama Makilon Tabuni, pada Kamis 24 Februari 2022, karena diduga akibat penyiksaan yang dilakukan oleh oknum aparat keamanan setempat.
Menurut legislator Papua itu, sikap dan tata cara yang dilakukan oleh oknum aparat keamanan di Sinak terhadap pelajar itu merupakan tindakan yang sangat tidak manusiawi.
“Harusnya mereka dipanggil baik baik lalu diintrogasi secara baik kemudian di cek kebenarannya terlebih dahulu untuk memastikan apakah anak anak itu terlibat dalam pencurian senjata atau tidak. Tidak perlu memakai cara kekerasan, dengan menganiaya anak anak itu untuk sebuah pengakuan. Itu cara cara yang tidak benar dan ini cara cara yang harus dihilangkan,” tegas Yunus Wonda lewat via telepon kepada Pasific Pos, Rabu 02 Maret 2022.
Oleh karena itu ia tekankan, jika berada di Papua untuk bertugas, pertama yang harus dilakukan adalah dengan pendekatan pendekatan yang membuat orang Papua atau masyarakat Papua itu mencintai anggota TNI/Polri dan mencintai negara ini.
“Tidak bisa lakukan cara cara seperti itu hingga menimbulkan dendam bahkan membuat orang Papua dan membuat masyarakat Papua yang ada di daerah menjadi ketakutan kemudian jadi trauma. Sampai kapan traumatis orang Papua ini akan berakhir, terutama masyarakat yang ada di daerah daerah konflik,” kata Yunus Wonda.
Politikus Partai Demokrat itu pun menilai, jika tindakan oknum aparat keamanan yang telah menganiaya anak anak remaja itu merupakan tindakan yang sangat tidak baik dan tidak berprikemanusiaan.
“Sekarang hanya untuk sebuah senjata tapi ada nyawa yang hilang. Apakah dengan dapat sebuah senjata lalu anak itu akan hidup, kan tidak. Jadi cara cara pendekatan ini yang harus diubah. Anak anak harusnya di panggil lalu ditanyak dengan baik, bukan dipukul dan disiksa sampai haru ada yang meninggal. Kita yang lakukan itu mungkin tidak merasa apa apa, tapi mereka yang kehilangan keluarga, kehilangan anak dan kehilangan masa depan dalam keluarga itu. Sampai kapan cara cara sepert ini berakhir di Papua,” ujar Wonda.
Kata Yunus Wonda, harusnya kita bisa merubah paradigma dan cara pendekatan kita dan cara komunikasi, kita. Semua itu harus dirubah, biarkan kita sendiri yang harus menciptakan Papua ini menjadi aman, nyaman bagi semua orang yang hidup diatas tanah ini. Hal hal seperti ini yang kami lihat akhirnya akan membuat dendam dan hanya membuat sakit hati terutama membuat ketakutan bagi masyarakat yang ada disana.
Untuk itu, dengan tegas pihaknya meminta para pelaku penganiayaan pelajar itu diberikan tindakan tegas terhadap mereka. Ini cara cara yang tidak boleh dilakukan di Papua.
“Oknum pelaku penganiayaan terhadap pelajar itu harus di proses secara hukum, supaya ada efek jerah untuk anggota lainnya. Yang namanya kita bertugas di daerah pedalaman, pertama yang harus dilakukan adalah pendekatan humanis kepada masyarakat yang ada disana. Pendekatan pendekatan yang menyentuh masyarakat, supaya rakyat juga merasa dicintai dan merasa dililindungi oleh kehadiran aparat keamanan yang ada di daerah daerah itu, bukan kehadiran aparat menjadi momok dan membuat ketakutan bagi masyarakat. Traumatis ini harus hilang supaya jangan lagi terus terjadi hal seperti ini,” tekannya.
Dikatakan, jika hari ini masih sering terjadi konflik dan gejolak di Papua. Seperti di beberapa daerah di Papua terus terjadi gejolak dan konflik yang luar biasa yang belum bisa berakhir sampai hari ini. Disisi lain para elit elit politik sibuk berbicara masalah pemekaran provinsi, sementara rakyat di daerah daerah masih mengeluh dengan situasi ini.
“Mari kita para elit politik juga lihat situasi ini. Bagaimana kita mau bangun Papua, kalau situasi Papua tidak aman, tapi kita malah berbicara harus lakukan pemekaran. Pemekaran itu untuk siapa?. Rakyat yang hari ini kita bicara orang orang Papua, tapi orang Papua sendiri disini dalam keadaan tidak aman.
Untuk itu saya mau sampaikan kepada elit elit politik yang daerahnya masih sering terjadi konflik, stop kalian bicara pemekaran, sebaiknya urus masyarakat kalian dulu, berikan mereka jaminan keamanan, berikan mereka kenyamanan, ketenangan dan kedamaian baru anda berbicara pemekaran. Urus daerah atau kabupaten yang kecil saja anda tidak mampu, apalagi mau memberikan kenyamanan, keamanan kepada masyarakat,” cetusnya.
“Lalu untuk apa kita bicara pemekaran besar provinsi kalau kabupaten kecil saja anda tidak mampu menyenangkan masyarakat. Jangan karena sudah turun panggung lalu mencari sensasi untuk naik panggung, itu artinya kita mengorbankan masyarakat. Asal anda tahu sebuah pemekaran baik kabupaten maupun provinsi itu karena ada rakyat,” imbuhnya.
Bahkan, Yunus Wonda mengatakan, harus ada intropeksi untuk para elit politik di Papua, khususnya untuk kita semua para pejabat ini. Jangan kita bikin banyak hal, tapi kita sendiri tidak bisa melindungi masyarakat kita.
Padahal kata Wonda, rakyat hari ini hanya perlu ketenangan, kenyamanan, kedamaian. Jadi ini harus menjadi perhatian kita semua, kita boleh bermimpi besar, kita boleh membuat sesuatu yang spektakuler, tapi ya kita juga harus lihat kondisi rakyat kita seperti apa, masyarakat kita seperti apa. Ukuran kita pejabat, jika ingin merubah kepercayaan rakyat, maka harus merubah tata kehidupan masyarakat setempat menjadi mapan.
“Kalau masyarakat sudah mapan, sudah siap dan ekonominya sudah bagus, berarti anda berhasil dalam menjalankan roda pemerintahan di kabupaten masing masing. Karena mengurus sebuah kabupeten tidak segampang membalikkan telapak tangan, sebab masih ada kepala daerah mengurus kabupetan yang kecil saja itu masih berantakan. Ditambah lagi hari ini masyarakat yang ada di daerah daerah konflik menangis. Mereka masih mengungsi karena dilanda ketakutan dan kecemasan serta trauma, yang dulunya mereka bebas dengan alam tapi hari ini mereka merasa tidak tenang karena ketakutan,” ungkap Wonda.
Sekali lagi tekan Yunus Wonda, ini harus menjadi perhatian. Apalagi banyak kepala daerah yang meninggalkan tempat tugas sehingga rakyat tidak ada yang mereka harapkan karena kepala daerahnya lebih banyak di luar daerah ketimbang berada ditempat bersama rakyatnya.
“Terkadang kita lebih banyak menyalahkan pemerintah pusat, padahal sebenarnya kita juga yang salah. Kepercayaan yang negara berikan untuk memimpin satu kabupaten tapi kita lebih banyak meninggalkan tempat tugas sampai satu minggu bahkan sampai satu atau dua bulan tidak dtempat. Sehingga ketika ada kejadian kepala daerahnya bingung dan tidak tahu apa yang menimpa rakyatnya.
Hal hal seperti ini yang kami lihat bahwa kita sendiri kadang kadang kita tidak bisa menjalankan tugas dengan baik dan menjalam tanggungjawab kita dengan baik tapi kita malah lebih banyak menuntut. Ini harus menjadi perhatian, daerah daerah konflik untuk kita bisa pastikan harus aman,” ucapnya.
“Bagaimana kita harus mencipakan kondisi yang aman bagi rakyat. Ini yang menjadi pekerjaan kita hari ini,” timpalnya.
Terkait dengan itu, Yunus Wonda kembali mengingatkan para elit politik untuk stop bicara pemekaran dulu. Sebaiknya lihat kondisi daerah dan kabupaten dulu. Sebab masih banyak daerah yang belum dibangun sama sekali. Bahkan masyarakat hidup belum sesuai yang diharapkan dan juga belum sesuai yang diharapkan oleh pemerintah pusat.
“Kita juga harus realistis dalam membuat sesuatu kebijakan dan keputusan. Namun disini saya juga mau sampaikan kepada pemerintah pusat, didalam menentukan satu kebijakan untuk pemekeran provinsi harus juga melihat secara baik, terutama melihat semua aspek kehidupan masyarakat Papua seperti apa. Apakah layak dilakukan pemekaran provinsi, apakah layak dilakukan pemekaran kabupaten/kota atau tidak,” pungkasnya.
Untuk itu tambahnya, harus benar benar objektik. Jangan hanya semangat untuk sebuah pemekaran tapi kita sendiri tidak bisa mengimplementasikannya dengan baik.
“Jadi sekali lagi kita sangat sayangkan atas kejadian yang menimpa para pelajar itu, padahal kasihan anak anak itu adalah masa depan Papua dan juga masa depan orang tua mereka. Untuk itu kami minta agar pelaku penyiksaan dan penganiayaan itu diproses secara hukum,” tegas Yunus Wonda.
Seperti diketahui dalam pemberitaan sebelumnya, penyiksaan terjadi pasca hilangnya satu pucuk senjata api miliki prajurit Satgas Kodim Yonif 521/DY. Makilon Tabuni yang masih pelajar ditangkap bersama enam orang temannya, karena dituding terlibat dalam pencurian senjaya api tersebut. (Tiara)