Jayapura, – Pola penyaluran bantuan sosial (Bansos) di tengah covid-19 ini di Kabupaten Tolikara untuk mahasiswa dan mahasiswi yang ada di luat Papua sangat jauh dari harapan.
Pasalnya, Pemerintah Daerah Kabupaten Tolikara tidak memiliki jumlah data sebaran mahasiswa atau pelajar yang ada di setiap kota study. Hal ini sangat disayangkan jika Pemkab Tolikara sendiri tidak memiliki jumlah data tersebut.
Menanggapi polemik yang saat ini sedang terjadi di kalangan mahasiswa Tolikara yang sedang mengecam pendidikan di luar Papua, salah satu tokoh pemuda Kabupaten Tolikara, Yotam Wonda mengatakan, sebenarnya tidak sulit jika memang punya niat untuk membantu ade-ade mahasiswa yang ada di luar Papua, sebab mereka punya komunitas dan mereka punya wadah atau organisasi baik di setiap asrama maupun di setiap kota studi. Sehingga secara organisasi mereka sangat terstruktur dan pemerintah daerah cukup meminta data-data kepada pengurus yang ada.
“Atau paling tidak kalau pemerintah punya data untuk melakukan pendataan terhadap setiap mahasiswa atau pelajar pakai data itu untuk memberikan bantuan kepada setiap mahasiswa yang ada disetiap kota studi,”kata Yotam Wonda kepada Pasific Pos lewat via selulernya, Kamis (7/5).
Bahkan kata Yotam, pola penyalurannya tidak perlu harus minta surat. Karena syaratnya hanya dengan KRS. KTM, Kartu Pelajar dan lain-lain. Syarat-syarat ini sudah baku.
“Ini sesuatu yang aneh, jika seolah-olah pemerintah sama sekali tidak memiliki data mahasiswa yang ada di kota study.
Jadi bagi saya ini sesuatu yang aneh. Kok pemerintah tidak memiliki data sebaran jumlah mahasiswa atau pelajar yang ada di seluruh kota studi,”bebernya.
Apabila ada data lanjut Yotam, cukup pemerintah hitung kisarannya berapa, lalu perorangan berapa mereka dapat, dan jumlahnya itu disalurkan melalui rekening pengurus. Sehingga merekalah yang akan mengatur pola pembagiannya seperti apa atau mereka sendiri punya mekanisme pembagian.
“Saya kira tidak perlu lagi buat sesuatu. Karena ini kebutuhan mendasar, kebutuhan yang terdesak. Jadi saat ini kita sudah terlambat Karen Pemerintah daerah dalam hal ini Bupati sendiri maupun timnya sudah terlambat menyikapi persoalan ini. Nanti setelah ada aksi-aksi, baru sekarang mulai ada respon dari pemerintah,” ketusnya.
“Tapi saya sangat apresiasi pada pemerintah yang sudah respon untuk memberikan bantuan. hanya pola penyaluran atau pola pembagian ini tidak perlu lagi buat opini baru. seolah olah mahasiswa merasa dipersulit dengan cara-cara seperti ini,” timpalnya.
Untuk itu, kata Yotam Wonda, cukup salurkan berapa jumlah mahasiswa per kota study dikalikan dengan jumlah berapa yang mereka dapat per orang.
“Ini cukup dikalikan dan jumlahnya itu nanti yang harus dikirim melalui rekening pengurus masing-masing dan mereka yang akan mengatur untuk membagi sesuai dengan data yang mereka miliki atau data dari pemerintah. Dan pemerintah jangan lupa sampaikan bahwa jumlah mahasiswa atau pelajar yang ada di kota study ini sekian. Sehingga kami harus kirim sesuai dengan data yang ada,” ujar Yotam.
Namun lanjut Yotam, jika tidak punya data sama sekali, ini aneh dan kami sangat menyanyangkan itu.
“Itu sama saja kita menelantarkan anak-anak atau generasi penerus bangsa yang selama ini mengenyam pendidikan di bangku study,” tuturnya.
Apalagi kata Yotam, setiap orang yang bekerja di birokrasi pemerintah itu berangkat dari orang yang punya pengalaman karena mereka juga sudah pernah hidup di asrama atau di kos-kosan sehingga mereka juga punya pengalaman di organisasi kemahasiswaan.
“Saya pikir mereka lebih paham dengan kondisi yang ada saat sekarang. Karena itu mohon supaya pemerintah daerah secepatnya memberikan penyaluran kepada mahasiswa, jangan terlalu pakai sistim birokrasi seolah olah ini bantuan study diakhir. Padahal ini kan bukan study akhir. Ini kan bencana sosial yang menimpa seluruh dunia bahkan yang ada di Indonesia. Karena itu jangan pakai alasan KPK, BPK kemudian pakai alasan SPJ dan lain-lain,” kata Yotam Wonda.
Menurut Yotam Wonda, pemerintah silahkan ambil data kepada mahasiswa dan bukti pola penyalurannya seperti apa untuk pembuatan atau penyaluran pertanggungjawaban. Apalagi sudah ada bukti selip transferan dari Bank atas nama siapa atau atas nama pengurus.
“Itu barang bukti yang harus dipertanggunjawabkan. Lalu kenapa terlalu susah. Padahal Jokowi sudah berulang kali dan sudah sering menyampaikan birokrasinya. Jadi jangan dipersulit tapi nyatanya di daerah ini terlalu kaku dalam menerapkan sistim birokrasi di pemerintahan. Saya berharap juga kepada teman-teman atau rekan-rekan DPR yang duduk di kursi parlemen supaya gaya kepemimpinan tidak di bawa dalam birokrasi atau jangan ikut menyesuaikan seolah olah kalian itu eksekutif atau sebagai penyelenggara dalam pemerintahan birokrasi,” tekannya.
“Kalian ini adalah wakil rakyat sebagai penyambung lidah rakyat dan perwakilan dari masyarakat dan mahasiswa karena mahasiswa adalah bagian dari masyarakat yang saat ini sedang menyuarakan,” sambungnya.
Oleh karena itu, dirinya berharap para anggota DPR tidak takut untuk bersuara, harus berdiri pada posisi dan jangan terlalu memihak kepada sesuatu yang tidak benar.
“Kalau model pemerintahan seperti ini sangat berbahaya. Jadi sejak kalian diambil sumpah dan janji sebagai anggota DPR, tugas dan tanggungjawab anggota DPRD semua sudah melekat.
Sehingga tidak perlu lagi tunggu-tunggu. Sekarang silahkan lakukan pengawasan, kontrol terhadap berjalannya pemerintahan. Jangan biarkan Birokrasi yang berbelit-belit seperti yang terjadi di Kabupaten Tolikara,” tandas Yotam Wonda.