Glasgow – Keberhasilan PT PLN (Persero) mengeksekusi perdagangan emisi (emission trading) melalui pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) pertama kalinya di Indonesia membuka peluang untuk mendapatkan insentif untuk proyek-proyek pengurangan emisi seperti energi terbarukan.
Terlebih Presiden Joko Widodo baru saja mengesahkan Peraturan Presiden (Perpres) nomor 98 tahun 2021 tentang Nilai Ekonomi Karbon (NEK).
Melalui Perpres ini, Indonesia memosisikan diri sebagai penggerak pertama (first mover) penanggulangan perubahan iklim berbasis pasar di tingkat global menuju pemulihan ekonomi yang berkelanjutan. PLN pun menyambut baik regulasi yang akan mendukung operasionalisasi Pasal 6 Perjanjian Paris ini.
Pasal 6 adalah mekanisme dalam Perjanjian Paris untuk memfasilitasi perdagangan karbon generasi mendatang. Mekanisme ini mengajak seluruh negara untuk bekerja bersama mencapai target Nationally Determined Contributions (NDC) mereka dan meningkatkannya seiring dengan waktu.
Direktur Manajemen Sumber Daya Manusia PLN Syofvi Felienty Roekman menyebutkan, PLN mulai melakukan pengembangan proyek carbon credit sesuai dengan World Economic Forum sejak 2002. Beberapa pembangkit, seperti Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Lahendong dan Kamojang, mengadopsi Clean Development Mechanism (CDM) yang merupakan salah satu mekanisme Protokol Kyoto.
Selain CDM, PLN juga telah mengadopsi mekanisme Verified Carbon Standard (VCS) yang merupakan standar kualitas yang paling banyak digunakan untuk memverifikasi dan menerbitkan sertifikat penurunan emisi sukarela.
“PLN sudah melaksanakan voluntary market melalui standar VCS. Dan ini kita hadirkan melalui PLTA Musi di Bengkulu, serta PLTA Lau Renun dan Sipansihaporas di Sumatera Utara. Kita juga sudah memulai pengembangan Pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) Terapung Cirata dengan kapasitas 145 megawatt (MW),” kata Syofvi dalam talkshow ‘Operationalizing Article 6 of the Paris Agreement for a more ambitious GHG Emission Reduction Target’, di Glasgow, Jumat (5/11/2021) waktu setempat.
Berbekal tiga PLTA dengan kapasitas hampir 350 MW tersebut, PLN berhasil menurunkan emisi sejumlah 1,2 juta ton setara karbon dioksida (CO2eq). PLN juga sudah melakukan carbon trading yang melibatkan 26 PLTU. Adanya pasar karbon internasional dan uji coba pasar karbon nasional telah membuka peluang untuk mendapatkan insentif untuk proyek-proyek pengurangan emisi seperti energi terbarukan.
“Tahun ini, kami telah berhasil mengujicobakan perdagangan dan penyeimbangan emisi karbon di sektor ketenagalistrikan. Perdagangan emisi terjadi antara pembangkit yang melebihi emisi dengan pembangkit yang memiliki alokasi emisi yang tidak terpakai,” ujarnya.
Salah satu komponen penting dari sistem perdagangan emisi adalah penggunaan kredit karbon untuk membantu mengurangi emisi karbon. Dengan sistem ini, pembangkit listrik tenaga batu bara diizinkan untuk membeli kredit karbon yang dihasilkan oleh energi terbarukan.
Selain kredit karbon, PLN juga telah menerbitkan Renewable Energy Certificate (REC) untuk membantu perusahaan mencapai target energi terbarukan secara transparan sekaligus mendukung pengembangan energi terbarukan di Indonesia.
“Untuk memenuhi standar internasional, PLN bekerja sama dengan APX Inc. / TIGRs yang menyediakan sistem pelacakan untuk penerbitan REC,” ucapnya.
Selain itu PLN juga bekerja sama dengan Clean Energy Investment Accelerator (CEIA), suatu kemitraan inovatif publik-privat yang mempercepat transisi menuju energi bersih melalui penciptaan permintaan akan energi bersih dari sektor komersial dan industri, pembukaan akses terhadap pembiayaan energi bersih, serta bekerja dengan pemerintah untuk memperkuat kebijakan yang dapat meningkatkan investasi dan ketersediaan energi bersih.
Bahkan, REC berhasil mendapatkan penghargaan Asia Awards 2021 dari Renewable Energy Markets (REM) pada Maret 2021. Penghargaan ini merupakan bukti keberhasilan PLN dalam membangun produk layanan hijau serta menunjukkan kepemimpinan dalam Green Energy Program.
Principal Climate Change Specialist Asian Development Bank, Virender Kumar Duggal mengapresiasi keberhasilan PLN melaksanakan proyek CDM di pembangkit Lahendong dan Kamojang. Menurutnya, carbon pricing adalah komponen penting bagi negara berkembang untuk dapat memenuhi target bauran energi seperti tertuang dalam pasal 6 Perjanjian Paris .
“Melihat presentasi PLN, saya melihat Indonesia saat ini berada di garda terdepan untuk mengadopsi pasal 6 dan menjadi pemimpin di regionalnya,” imbuh Virender.
Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup Laksmi Dhewanthi menambahkan, keberhasilan memenuhi Pasal 6 akan membantu Indonesia mencapai target yang lebih ambisius pada 2030.
“Pasal 6 Paris Agreement dapat mendukung pemenuhan target nol emisi tanpa mengorbankan pertumbuhan ekonomi. Sekaligus meningkatkan target untuk memenuhi tuntutan global menjaga pemanasan global di bawah 1,5 derajat,” ucap Laksmi. (Red)