“Anggaran Tak Cukup, RSUD Jayapura Akan Lakukan Pembatasan Pelayanan KPS”
Jayapura – Ada sejumlah masalah yang ditemukan Komisi V DPR Papua bidang Kesehatan saat turun melakukan inpeksi mendadak (Sidak) di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dok II Jayapura, Papua pada Jumat, 8 April 2022.
Dimana, Sidak kali ini dipimpin oleh Sekretaris Komisi V DPR Papua, Fauzun Nihayah didampingi Anggota Komisi V DPR Papua, Natan Pahabol, Hengky Bayage, Tarius Mull dan Yohanis Ronsumbre.
Bahkan diketahui, sejak dulu segudang permasalahan di rumah sakit terbesar di Provinsi Papua ini, hanya saja tak pernah terselesaikan dengan baik hingga saat ini.
Dalam sidak Komisi V DPR Papua, telah menemukan permasalahan menyangkut layanan Kartu Papua Sehat (KPS), juga jasa medis umum yang belum dibayar, serta terjadi pengurangan tenaga honor dan lainnya.
Dan yang memprehatinkan, khusus layanan KPS diperkirakan hanya mampu berjalan 3 bulan dalam tahun ini, selebihnya bulan April hingga Desember 2022, diperkirakan sudah tak lagi dilayani dengan KPS.
Hal itu diakibatkan karena turunnya anggaran KPS dari sebelumnya Rp 36 miliar setahun, namun untuk tahun 2022 ini, anggaran KPS hanya diberikan Rp 5 miliar.
Meski diketahui, ini akan berdampak sangat signifikan terhadap pelayanan bagi Orang Asli Papua (OAP). Namun untuk peserta BPJS dan umum tetap dilayani seperti biasa.
Terkait dengan hal tersebut membuat managemen RSUD Jayapura tampaknya merasa was – was terhadap pelayanan kesehatan bagi OAP itu. Sehingga mangemen RSUD Jayapura kini mempertimbangkan pelayanan kesehatan bagi OAP tersebut, lantaran anggaran KPS diperkirakan habis dalam tiga bulan.
“Yang pasti, semua yang datang tetap kita layani. Walaupun dalam hati ada was-was, untuk bulan ke empat,” kata Wakil Direktur Pelayanan Medik RSUD Jayapura, Andreas Pekey kepada Komisi V DPR Papua disela sela pertemuan.
Andreas Pekey pun mengakui jika RSUD Jayapura akan melakukan pembatasan dalam pelayanan KPS itu. Sebab tidak semua orang Papua bisa digratiskan lagi seperti sebelumnya, lantaran beban lebih besar daripada biaya.
“Kita lihat kebijakan dari KPS dari Pergub. Kita bisa lakukan pembatasan – pembatasan.. Tidak semua orang Papua kita gratiskan, karena beban lebih besar daripada biaya, misalnya PNS, kan ada BPJS. Artinya OAP yang PNS tidak usah pakai KPS. Termasuk TNI dan Polri, atau yang punya jaminan. Itu wacana. Kalau dana yang dulu tidak masalah. Masyarakat Papua kita dorong gunakan BPJS,” jelas Andreas Pekey.
Bahkan ungkapnya, sejak pengurangan anggaran, kemampuan rumah sakit untuk membiayai tenaga honor menjadi berkurang, sehingga diambil keputusan pengurangan tenaga honor.
Kendati demikian, masih juga ada tenaga honor yang dipertahankan setelah dilakukan analisasi dan evaluasi seperti dokter dan perawat karena dapat mempengaruhi pelayanan.
“Berdasarkan analisa di pelayan, dokter atau perawat dikurangi atau tidak? Penunjang seperti di radiologi, gizi dan farmasi, sopir ambulan, laundry. Kita evaluasi. Ternyata setelah pengurangan, pelayanan merah. Akhirnya diambil keptusan direktur bahwa dipertahankan. Yang terganggu, pelayanan penunjang dan umum, karena anggaran tidak cukup,” ungkapnya.
Ia menambahkan, dari tenaga honor yang dipertahankan itu, adalah mereka ada yang gajinya sesuai UMR dan ada yang tidak sesuai atau dibawah UMR.
Hal senada diungkapkan, Ketua Komite Medik RSUD Jayapura, dr. Yunike Howay, jika memang jasa medis umum belum dibayarkan sejak April 2021.
“Sudah 1 tahun. Kami sudah bekerja, tapi hak kami belum dibayarkan. Padahal, mestinya jasa itu setiap bulan diberikan. Di rumah sakit lain malah bisa dibayarkan 2 minggu sekali, tapi di rumah sakit ini sudah 1 tahun kami belum dibayarkan,” cetusnya.
“Itu pembayaran secara intern, terutama pembayaran jasa. Uangnya ada, tapi masalah managemen di dalam, tentang administrasi belum beres. Padahal sudah ada uangnya. Masalahnya dimana?,” bebernya.
Untuk itu, ia meminta agar managemen RSUD Jayapura tidak menahan hak orang yang sudah bekerja, apalagi sampai satu tahun.
“Apakah harus rebut dulu, baru dibayar hak kami. Managemen harus transparan,” tandasnya.
Menanggapi hal itu, Sekretaris Komisi V DPR Papua, Fauzun Nihayah mengaku jika Komisi V DPR Papua melakukan sidak ke RSUD Jayapura lantaran mendapatkan sejumlah informasi adanya sejumlah permasalahan di rumah sakit itu.
“Ada hal serius kita duduk bersama, salah satu masalah KPS yang hanya bertahan 3 bulan, perlu dipikir bersama,” ujar Fauzun.
Namun kata Fauzun, terkait jasa medik yang belum dibayar, Komisi V DPR Papua akan mendorong untuk segera dibayarkan kepada mereka yang telah bekerja.
“Terkait honor atau pemotongan, kita tahu karena imbas anggaran yang sangat besar pemotongannya. Namun kami ingin dengar persoalan seperti apa, kita ke depan cari solusi, karena yang kita bicara ini nyawa,” tekannya.
Anggota Komisi V DPR Papua, Yohanis Ronsumbre menambahkan, jika Komisi V DPR Papua akan menggelar RDP dengan managemen RSUD Jayapura.
“Kami dapat informasi, bahwa tenaga kontrak ini, mereka sudah beberapa bulan hak belum dibayarkan dan ada yang dipotong 50 persen, kami minta penjelasan. Kami berencana gelar RDP. Tapi, kami sidak dulu,” kata Ronsumbre.
Pada kesempatan itu, Tarius Mull, Anggota Komisi V DPR Papua juga mengingatkan agar kewajiban managemen rumah sakit untuk pembayaran honor itu, jangan sampai mempengaruhi pelayanan rumah sakit.
Sekadar diketahui, dalam sidak ini, dipimpin langsung Sekretaris Komisi V DPR Papua, Fauzun Nihayah didampingi Anggota Komisi V DPR Papua, Natan Pahabol, Hengky Bayage, Tarius Mull dan Yohanis Ronsumbre. (Tiara)