Pasific Pos.com
HeadlineKabupaten JayapuraSosial & Politik

Sejumlah Tokoh Adat dan Pemuda Tolak LE Sebagai Kepala Suku Besar Papua

Suasana Konferensi Pers yang dilakukan sejumlah pimpinan adat, tokoh adat dan tokoh pemuda, terkait penolakan Gubernur Papua Lukas Enembe sebagai Kepala Suku Besar Bangsa Papua, yang berlangsung di Pendopo Adat (Obhe) Hele Wabhouw, Jalan Biesteur Pos, Kampung Sereh, Distrik Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua, Kamis (13/10/2022).

Juga mendukung KPK melakukan penegakan hukum kepada pihak yang melakukan penyalahgunaan dana Otsus.

SENTANI – Pengukuhan Gubernur Papua Lukas Enembe (LE) sebagai Kepala Suku Besar Papua oleh Dewan Adat Papua (DAP) mendapat penolakan dari berbagai tokoh adat dan pemuda di Papua. Salah tokoh adat yang menolak pengukuhan tersebut adalah Onfofolo asal Sentani, Yanto Khomlay Eluay.

“Menyikapi situasi Papua, khususnya pengukuhan terhadap saudara Lukas Enembe. Saya sendiri juga selaku tokoh adat di Papua, pertama-tama saya ingin sampaikan bahwa apa yang dilakukan oleh Dewan Adat Papua terkait pengukuhan Lukas Enembe sebagai Kepala Suku Besar itu merupakan suatu tindakan yang merusak tatanan adat,” kata Yanto Eluay ketika menggelar konferensi pers, di Pendopo Adat (Obhe) Hele Wabhouw, Jalan Biesteur Pos, Kampung Sereh, Distrik Sentani, Kabupaten Jayapura, Kamis (13/10/2022).

Konferensi pers yang digelar dalam rangka menolak Lukas Enembe sebagai Kepala Suku Besar Bangsa Papua tersebut, juga dihadiri Ketua Dewan Adat Keerom yang juga Anggota MRP dari Pokja Adat Herman Yoku, Ketua Pemuda Mandala Trikora Papua-Ketua Pemuda Adat Wilayah Saireri II Nabire Ali Kabiay, Ketua BMP RI Papua Max Abner Ohee, Tokoh Pemuda Tabi Paulinus Ohee, Tokoh Pemuda Saireri Nabire Obed R. Worembay dan Tokoh Pemuda Saireri Asal Waropen Michael M. Sineri, S.IP.

Menurut Yanto, pengukuhan atau pengangkatan Lukas Enembe sebagai Kepala Suku Besar Papua itu mencoreng wibawa masyarakat Papua.

“Kenapa saya katakan seperti itu, karena dalam prosesi pengukuhan itu ada beberapa kriteria atau syarat-syarat yang harus diperhatikan, karena pemimpin adalah panutan bagi masyarakat,” tuturnya.

Yanto Eluay menjelaskan, pengangkatan seorang menjadi Kepala Suku Besar harus memiliki silsilah atau garis keturunan Kepala Suku, tidak asal mengukuhkan seseorang sebagai Kepala Suku Besar karena suatu kepentingan.

Selain itu juga, Yanto Eluay menyampaikan dukungannya kepada pihak KPK untuk sesegera mungkin mengungkap penyalahgunaan dana Otsus di Papua dan juga dugaan kasus korupsi yang saat ini melibatkan Gubernur Papua Lukas Enembe.

“Kami mendukung pemerintah dalam hal ini KPK, untuk menegakan hukum dan mengungkap penyalahgunaan dana Otsus di Papua yang dilakukan oleh para pejabat Papua,” tegas Yanto Eluay.

Senada dengan hal itu, Dewan Adat Keerom Herman Yoku menambahkan, pihaknya baru mendengar saudara Lukas Enembe dilantik atau dikukuhkan sebagai Kepala Suku Besar di Papua oleh Dominikus Sorabut versi Dewan Adat Papua KLB Wamena.

“Status saudara Lukas Enembe, saya anggap dia itu sebagai Kepala Suku Besar di Kampungnya dan pengukuhan terhadap Lukas Enembe sebagai Kepala Suku Besar Bangsa Papua itu sangat keliru. Saya katakana keliru, karena saya paham adat sebab saya tokoh adat orang asli Tabi yang punya matahari terbit,” ujarnya.

Terkait dengan proses hukum yang melibatkan Gubernur Lukas Enembe, kata Herman, tidak ada yang kebal hukum di negara ini.

“Untuk itu, Negara harus hadir guna menegakan hukum di Papua dan kalau bisa diambil secara paksa kepada orang-orang yang terlibat hukum,” jelasnya.

Sementara itu, Ali Kabiay selaku Ketua Pemuda Mandala Trikora Papua menyampaikan, pihaknya tidak mengakui Gubernur Papua Lukas Enembe sebagai Kepala Suku Besar Bangsa Papua. Dikatakan setiap daerah mempunyai tatanan adat masing-masing.

“Kami diberikan mandat oleh enam kepala suku dan juga empat kerukunan di wilayah adat Nabire Pesisir, bahwa kami tidak mengakui saudara Lukas Enembe sebagai Kepala Suku Besar Bangsa Papua. Karena tatanan adat kami sangat berbeda, kami menggunakan Pidaho dan bukan Koteka, kemudian adat kami itu menggunakan Cenderawasih dan bulu Kasuari,” aku pria yang juga Ketua Pemuda Adat Wilayah Saireri II Nabire ini.

“Itu point pertama yang saya sampaikan. Sedangkan point kedua, kami melihat KPK terlambat dan sangat lamban dalam menyelesaikan kasus Lukas Enembe,”

“Kami berharap KPK bisa mempercepat proses penegakan hukum dan untuk korupsi, tidak boleh menggunakan hukum adat. Akan tetapi, kasus korupsi harus dilakukan atau diselesaikan dengan hukum positif yang ada di Negara Kesatuan Republik Indonesia,” harapnya menambahkan.

Dirinya menyampaikan, masyarakat butuh kehadiran negara dan pemerintah, sehingga masyarakat punya rasa percaya kepada negara.

“Kami akan terus memperjuangkan hak rakyat Papua. Karena korupsi merupakan kejahatan yang membuat rakyat Papua menderita,” tandas Ali Kabiay.

Untuk diketahui, Gubernur Papua Lukas Enembe resmi dikukuhkan menjadi Kepala Suku Besar di Tanah Papua. Pengukuhan tersebut dilakukan oleh Dewan Adat Papua (DAP) yang hadir dari 7 Wilayah Adat Papua.

Diketahui, Ketua Dewan Adat Papua Dominikus Sorabut menuturkan, bahwa pengukuhan Lukas Enembe tersebut dilakukan di Kediaman Pribadinya, di Kawasan Koya Tengah, Distrik Muara Tami, Kota Jayapura, Provinsi Papua, Minggu 9 Oktober 2022 lalu.

Artikel Terkait

Jelang Pilkada, Masyarakat Diharapkan Ikut Berperan Menjaga Kamtibmas

Jems

Belasan Tokoh Papua Nyatakan Sikap Tolak Rencana Demo Pendukung LE

Jems

Leave a Comment