Proyek PLTP Jadi Salah Satu Upaya PLN Tingkatkan Bauran EBT Sebesar 23 Persen Pada 2025
Jakarta – PT PLN (Persero) terus mendukung transisi energi di Indonesia dengan mengembangkan pembangkit energi baru dan terbarukan (EBT), salah satunya panas bumi. Pengembangan pembangkit listrik panas bumi bakal mendukung program dekarbonisasi.
“Melalui Transformasi PLN, kami berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) di sektor ketenagalistrikan dengan menerapkan dekarbonisasi di sektor energi dengan mengembangkan energi terbarukan untuk mencapai target hingga 23% pada 2025,” kata Executive Vice President Komunikasi Korporat dan CSR PLN, Agung Murdifi, Rabu (28/7/2021).
Wilayah Indonesia yang dilewati jalur cincin api membuat potensi energi panas bumi berlimpah. Indonesia memiliki sumber daya panas bumi terbesar kedua di dunia setelah Amerika Serikat (AS). Posisi Indonesia di atas Jepang, Kenya, dan Islandia.
Berdasarkan data Badan Geologi (2017), sumber daya panas bumi yang dimiliki Indonesia sebesar 28,5 Giga Watt (GW). Namun hingga 2019, pemanfaatannya baru mencapai 2.133 MW atau 7,5 persen dari total sumber daya yang ada.
Melihat potensi yang ada, PLN berkepentingan untuk meningkatkan pemanfaatan energi panas bumi melalui pembangunan PLTP. Pasalnya, panas bumi merupakan salah satu energi bersih yang dapat dimanfaatkan sebagai listrik. Emisi yang dihasilkan dari panas bumi jauh di bawah batu bara dan gas alam.
Dalam pengembangan panas bumi ini, PLN sedang menyiapkan proyek PLTP sebesar sampai dengan 360 Mega Watt (MW) dan sinergi BUMN sebesar 230 MW. Tidak hanya itu, pengembangan juga dilakukan dengan meningkatkan kapasitas PLTP yang telah beroperasi.
Berdasarkan wilayah kerja panas bumi, PLN bersinergi dengan Geodipa Energy serta Pertamina Geothermal Energy. Portofolio PLTP PLN yang telah beroperasi berkapasitas total 572 Mega Watt (MW) dan menghasilkan listrik sebesar 4.128 GWh. Adapun, proyek pengembangan yang tengah berlangsung berkapasitas 590 MW dan bisa menghasikan listrik sebesar 4.651 GWh. Dalam waktu dekat, terdapat proyek PLTP yang bakal beroperasi.
Berikut ketiga profil proyek PLTP :
Pertama, PLTP Dieng Binary yang diperkirakan beroperasi secara komersial pada 2023. PLTP hasil kerja sama antara PLN Gas & Geothermal dan GDE ini diperkirakan dapat dimaksimalkan hingga 10 MW.
Kedua, PLTP Binary Lahendong dengan kapasitas 5 MW yang akan beroperasi pada 2023. Proyek pembangkit hasil kerja sama PLN Gas & Geothermal dan PGE ini memiliki potensial hingga 30 MW.
Ketiga, PLTP Ulubelu Binary dengan kapasitas 10 MW yang bakal beroperasi komersial pada 2024. PLTP ini merupakan kerja sama PLN Gas & Geothermal dan PGE. Diperkirakan PLTP ini memiliki potensial yang dapat dimaksimalkan hingga kira – kira 100 MW.
“Keberhasilan ini merupakan hasil dari sinergi BUMN, antara PLN, Pertamina Geothermal Energy, dan Geodipa Energy,” ucap Agung.
Adapun PLTP yang sudah beroperasi milik PLN, antara lain PLTP Ulubelu unit 1 dan 2 sebesar 110 MW, PLTP Mataloko 2,5 MW, PLTP Lahendong 80 MW, dan PLTP Ulumbu 10 MW.
Beberapa proyek PLTP yang masuk rencana PLN antara lain Kepahiang sebesar 2×55 MW di 2027, Tangkuban Perahu sebesar 2×20 MW (2026-2027), Ungaran sebesar 55MW (2027).
Selain itu, Oka Ille Ange sebesar 2x5MW (2028), Atadei sebesar 2x5MW (2027, Tulehu sebesar 2x10MW (2025-2026) dan Songa Wayaua 2×5 MW (2025-2027).
Ada beberapa keunggulan dari pengembangan pembangkit yang bersumber dari sumber daya panas bumi. Keunggulan, antara lain renewable atau berasal dari sumber daya alam dan bisa terisi ulang.
Kemudian bersifat sustainable, artinya dapat menghasilkan energi berkelanjutan sehingga tersedia untuk jangka waktu yang panjang. Energi ini juga reliable, yakni tidak tergantung pada kondisi cuaca.
Keunggulan lain energi panas bumi adalah direct use, dapat dipakai langsung ke pengguna akhir. Kemudian dapat menciptakan lapangan kerja, tidak ada polusi dan ramah lingkungan. Selain itu, tidak memerlukan lahan atau ruang luas, hanya membutuhkan 0,75 ha/MW. (Red)