Jakarta – PT PLN (Persero) bersiap menyerap listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) Kota Palembang dan Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM) Salu Noling serta PLTM Tomoni dengan total kapasitas mencapai 37,7 MW.
Komitmen ini ditandai dengan penandatanganan tiga Perjanjian Jual Beli Listrik (PJBL) Pembangkit Listrik EBT di Jakarta, Kamis (21/12).
Penandatanganan PJBL dilakukan oleh Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo dengan Presiden Direktur PT Indo Green Power Shao Jianli untuk PLTSa Kota Palembang (17,7 MW).
Dua PJBTL lainnya diteken oleh Direktur Manajemen Proyek dan Energi Baru Terbarukan PLN Wiluyo Kusdwiharto dengan PT Tiara Tirta Energi untuk PLTM Salu Noling (2 X 5MW) dan PT Arkora Hydro Malili untuk PLTM Tomoni (2 X 5 MW).
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menjelaskan, di tengah tantangan pemanasan global, upaya menekan emisi gas rumah kaca (GRK) harus dilakukan. Komitmen ini pun dilaksanakan PLN dalam beberapa tahun terakhir.
“Tiga tahun lalu, kami menghentikan 13 Giga Watt (GW) pembangkit batubara yang dalam tahapan perencanaan. Ini menghindarkan Indonesia dari produksi emisi 1,8 miliar metrik ton CO2 selama 25 tahun ke depan,” kata Darmawan.
Selain itu, dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030, PLN mendorong penyediaan proyek pembangkit EBT yang lebih masif. Ini menjadikan RUPTL 2021-2030 sebagai RUPTL paling hijau sepanjang sejarah kelistrikan Indonesia.
Darmawan menjelaskan, upaya mendorong transisi energi tidak dapat dilakukan dalam suasana kesendirian.
“Untuk mendukung transisi energi, satu-satunya cara melalui kolaborasi. Kolaborasi strategi, inovasi teknologi dan investasi. Kolaborasi ini juga meliputi segmen lokal, nasional, regional hingga global. Upaya mendorong proyek EBT bakal terus berlanjut ke depannya,” ucapnya.
Direktur Manajemen Proyek dan Energi Baru Terbarukan PLN Wiluyo Kusdwiharto mengungkapkan, energi listrik dari dua PLTM ini dapat menjadi sumber pasokan listrik wilayah Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Barat (Sulselrabar).
“Selain sumber pasokan listrik, diharapkan dapat meningkatkan kondisi sistem operasi kelistrikan di wilayah Sulselrabar,” ungkap Wiluyo.
Adapun, PLTM Salu Noling dan PLTM Tomoni termasuk dalam proyek pembangkit EBT yang direncanakan dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030.
Wiluyo melanjutkan, selain meningkatkan bauran EBT, kedua proyek yang listriknya akan diserap PLN ini akan mendorong pengurangan konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) serta menurunkan emisi CO2. PLTM Salu Noling dan PLTM Tomoni ditargetkan beroperasi komersil atau Commercial Operations Date (COD) pada 2026 mendatang.
Wiluyo melanjutkan, proyek PLTSa Kota Pelembang mendorong pemanfaatan sampah mencapai 1.000 ton per hari. Kehadiran proyek ini bekontribusi pada peningkatan bauran EBT serta penurunan emisi karbon sekitar 111 ribu ton CO2 per tahun.
Director of Investment Zheneng Jinjiang Environment, Liu Tian menilai kerja sama ini merupakan bentuk kemitraan untuk pengembangan energi terbarukan dan program lingkungan hidup di Indonesia. Menurutnya, dengan sepak terjang perusahaan dalam menangani limbah, kerja sama dengan PLN dapat berjalan dengan baik.
“Kami bersedia berbagi pengetahuan dan pengalaman pengelolaan teknologi sebagai kontribusi terhadap perlindungan lingkungan hidup Indonesia, termasuk untuk mendukung Pemerintah Indonesia dalam mengurangi sampah melalui program emisi karbon,” ujar Liu Tian.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Palembang Akhmad Mustain mengucapkan kebersyukuran atas proses panjang dari keberadaan PLTSa di kotanya sejak 2017.
Proyek PJBL terbaru ini diharapkan menjadi contoh juga untuk kota lain di Indonesia dalam mengejawantahkan komitmen Indonesia mengurangi sampah.
“Sekali lagi kami mengucapkan ribuan terima kasih. Proses ini berjalan sangat luar biasa, ini adalah proyek yang masih relatif baru, saat ini hanya Surabaya, Solo dan Palembang yang ketiga. Tentunya PJBL ini akan menjadi pembelajaran juga untuk kota-kota lain yang masuk ke PLTSa tahun 2025,” ujarnya.