MERAUKE,ARAFURA,- Sekretaris Asosiasi Petani Asli Papua (APAP) Kabupaten Merauke, Anselmus, K mengemukakan bahwa kendala peralatan masih menjadi penyebab tidak meratanya pengolahan lahan milik petani. Padahal para petani asli Papua juga ingin berkembang dan mampu seperti petani yang lain sehingga dipandang perlu untuk membangun kebersamaan dan sama-sama berjuang sehingga ketika alat yang dibutuhkan sudah berada di tangan maka dapat digunakan dengan baik. Jadi tidak sampai menimbulkan kecemburuan satu sama lain karena alat yang ada dapat digunakan secara bersama begitu juga pengelolaannya.
“Sejak tahun 1989 lahan di sini sudah dibuka namun keberpihakan untuk peralatan yang dibutuhkan memang belum ada. Namun kami tetap membangun kebersamaan untuk dapat menggarap lahan yang notabene milik masyarakat Papua tanpa membeda-bedakan suku. Yang terpenting adalah kita sama-sama orang Papua, jadi mari kita berjuang bersama,” jelasnya pada pertemuan dengan Anggota Komisi IV DPR RI, H.Sulaeman L.Hamzah dalam rangka reses masa persidangan 1 tahun sidang 2020-2021 di gudang penggilingan Gapoktan Yagip Wagai kemarin.
Menurutnya, gerakan ini sudah dimulai ketika pandemi muncul karena petani tidak bisa hanya berharap dari bantuan pemerintah saja. Di sisi lain, petani juga perlu makan dan memenuhi kebutuhan hidup sehingga petani asli Papua mulai gencar untuk kembali bertani dan berkebun. Hal senada juga diungkapkan Ketua Gapoktan Yagip Wagai, Yohanes Yetwen bahwa luas lahan yang dimiliki oleh gapoktan tersebut cukup luas hingga 89 hektar. Namun lahan yang sudah diolah baru 20 hektar dan sisanya masih berupaya lahan tidur. Adapun alasan lahan tersebut belum digarap karena gapoktan ini mengalami kendala dalam hal peralatan.
Padahal seluruh anggota kelompok tani yang ia pimpin mampu untuk bekerja sehingga pihaknya mengharapkan agar segera ada bantuan peralatan yang memadai. “Sebab tidak mungkin para petani dapat bekerja tanpa alat yang memadai ditambah lahan yang begitu luas. Hal ini yang masih menjadi kendala bagi kami para petani asli Papua sehingga belum semua lahan tergaraphektar,”jelasnya. Lebih lanjut ia mengungkapkan, selain alat untuk menggarap lahan pihaknya juga kesulitan peralatan untuk mengolah hasil panen. Akhirnya padi yang telah dipanen harus dikerjakan secara manual tanpa peralatan khusus seperti combine dan thresher.