Jayapura – Terkait munculnya pro dan kontra keberlanjutan Otonomi Khusus (Otsus) Papua atau Otsus Jilid II dan rencana pemekaran beberapa provinsi di Papua, ditanggapi oleh Anggota DPR Papua lewat mekanisme pengangkatan, Timotius Wakur.
Hanya saja kata legislator Papua itu, juga perlu diingat, bahwa Papua ini ada dalam bingkai NKRI. Apabila negara sudah memberikan Otsus ke Papua, dan itu sebagai upaya negara lewat kebijakan menyejahterakan orang Papua serta meningkatkan pembangunan.
Kendati demikian kata Wakur, jika dulu Otsus lahir karena adanya desakan aspirasi Papua merdeka. Namun kini Otsus diperpanjang oleh pemerintah pusat, untuk meningkatkan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat Papua.
“Ibaratnya Bangsa Indonesia tidak mau berpisah dengan Papua sejengkal tanahpun. Cukup Timur Timur (Timtim) yang lepas. Meski ketika itu Timtim lepas, karena belum ada keputusan PBB. Sedangkan Papua, sudah ada keputusan New York Agreement,” kata Timotius Wakur kepada Pasific Pos di ruang kerjanya, Senin (07/03/2022).
Sehingga lanjutnya, apabila sejarah Papua dan Indonesia mau diungkit kembali kenapa Belanda hingga kini diam saja, dan orang Papua yang korban.
Diakui, jika sejarah republik ini begitu panjang dan Bung Hatta memang menolak Papua masuk ke NKRI.
Apalagi kata Timotius Wakur, Indonesia veris Hatta ketika itu, hanya sampai Maluku karena Papua ras melanesia bukan melayu.
“Namun atas nama masyarakat suku Lapago, saya mau katakan begini saat itu Belanda tidak memberikan konsep yang bagus untuk Papua. Bagaimana konsepnya kalau mau merdeka. Tidak seperti Inggris yang mempersiapkan PNG dengan baik,” ujar Timotius Wakur
Selain itu, kata Timotius Wakur, apabila bicara pelurusan sejarah, Belanda mesti dihadirkan karena Pulau Papua pada masa dulu diperebutkan berbagai negara.
“Jadi Bukan hanya Indonesia, tapi ada Amarika, Jepang dan beberapa negara lainnya yang ingin rebut Papua masa itu. Namun ketika itu Amerika khawatir Rusia memperebutkan Papua,” ungkapnya.
Itulah sebabnya tandasTimotius, Amerika dan sekutunya mendorong pelaksanaan New York Agreemen sebelum Pepera digelar.
“Tapi mereka yang punya ideologi merdeka silahkan jalan. Itu hak demokrasi. Namun yang saya mau tekankan disini, bagaimana orang Papua menciptakan zona damai. Sebab sebagai orang Kristen kita diajarkan mengasihi musuhmu seperti diri sendiri,” tandasnya.
Menurutnya, dalam berbagai kejadian di Papua korban bukan hanya orang Papua, tapi juga non Papua.
“Apabila situasi ini terus terjadi, dimana wujud mengasih musuhmu seperti diri sendiri. Untuk itu, non Papua dan orang Papua mestinya saling mengasihi agar toleransi itu benar benar ada,” ucapnya.
Namun ia menyarankan, kalau ada pemberotakan dalam diri orang Papua, sebaiknya dibicarakan bersama. Sebab, apabila situasi di Papua ada damai, bukan tidak mungkin Jakarta akan buka pintu dialog.
“Kalau Papua dan Papua tidak damai, Papua dan non Papua tidak damai, lalu bagaimana peluang dialog itu akan ada,” tuturnya.
Pada kesempatan ini juga, Timotius Wakur menanggapi munculnya pro dan kontra rencana pemekaran beberapa provinsi di Papua.
Bahkan, kepala suku besar Lapago itu menegaskan, apabila mau bicara jujur, akar rumput juga sangat menginginkan pemekaran provinsi maupun kabupaten di Papua.
“Kemarin Wamena jadi lautan manusia dan mereka menerima DOB. Yang menyatakan menolak hanya segelintir orang. Saya sering turun ke kampung kampung, dan masyarakat memang mau pemekaran, untuk memperpendek rentang kendali pemerintahan dan pembangunan,” kata Timotius Wakur.
Selain itu, tekannya, demi membangun Papua, baik dalam bidang infrastuktur, SDM dan lainnya, negara akan terus berupaya apapun caranya. Ini juga sebagai jawaban terhadap sorotan dunia internasional.
Untuk itu, Timotius Wakur mengajak masyarakat Papua, khususnya di Pegunungan Tengah jangan terlalu alergi, dan berpikir kalau pemekaran dilakukan, non Papua akan monopoli berbagai lini, terutama pemerintahan.
Disamping itu, Timotius Wakur juga mengingatkan berbagai kalangan yang menolak pemekaran atau institusi tertentu, agar tidak menolak atau menghalangi pembangunan, peningkatan ekonomi maupun kebijakan lain untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat.
“Kita juga mesti bersyukur dasar negara ini adalah Pancasila, dinama pembukaannya menyatakan, Sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan,” tekannya.
Oleh karena itu, Timotius Wakur juga mengajak semua pihak agar berpikir jernih. Kalau merasa tidak cocok dengan program atau kebijakan pemerintah, sebaiknya memberikan jalan keluar bagaimana baiknya. Jangan hanya memprovokasi orang.
“Jadi, jangan lagi orang Papua pakai ilmu Belanda. Bangsa Asia itu hatinya lembut. Saya sangat yakin suatu saat para petinggi negeri ini akan sadar. Karena dasar negara adalah Pancasila, dan kemerdekaan adalah hak segala bangsa dan penjajahan di atas dunia harus dihapuskan,” pungkasnya. (Tiara).