Oleh : Benny Jensenem (Ketua Asosiasi Mantan Pemain Persipura)
Etalase adalah sarana yang digunakan untuk mengoleksi atau meletakkan barang yang ditawarkan kepada konsumen.
Pada umumnya etalase berfungsi sebagai tempat mengenalkan dan menawarkan sesuatu produk.
Produk atau barang apa saja yang ditawarkan didalam sebuah etalase diharapkan menarik dan layak untuk dijual.
Sejak tahun enam puluhan, ketika terjadi perobahan politik ditanah Papua dimana banyak orang dibelahan bumi sebelah barat nusantara tidak mengetahui manusia Papua itu seperti apa, maka Persipuralah yang menjadi etalase untuk membawa, mengenalkan dan mengangkat harkat orang Papua keduania sekuler.
Papua yang semula dianggap terbelakang, ternyata tidak seperti yang digambarkan, dia memiliki sumberdaya manusia yang mampu melabrak dunia international sekalipun masih disatu bidang saja.
Dalam perkembangannya, perlahan bagai air yang mengalir turun dari bebukitan, Persipura tampil sebagai duta dari sebuah komoditi yang layak diperhitungkan yang didalamnya orang mulai mengenal karakter dan potensi sumber daya yang mampu bersaing diberbagai bidang.
Didalam etalase Persipura, berbagai potensi yang semula tidak dikenal mulai dilirik dan bahkan dijadikan cover (pembungkus) untuk melariskan sebuah produk.
Banyak kawan-kawan yang mengikuti kuliah atau sedang berada diluar tanah Papua dalam program dinas lnstansi, juga mendapat berkat atau keuntungan lain karna berada dalam wadah Etalase tersebut.
Persipura sudah menjadi sebuah merek yang pasti melariskan produk apa saja atau barang yang akan dijual.
Pertanyaannya, bagaimana jikalau etalase ini buram dan atau pecah. Mengerikan, jikalau etalase ini pecah, mudah-mudahan dia Cuma Pudar saja.
Sebagai seorang mantan pemain, saya mencoba mengajak masyarakat pencinta khusus orang Papua untuk tidak hanya memberikan suport ketika menang tepi berubah anarkhis ketika Persipura kalah. Bahwa membangun sebuah tim seraksasa Persipura, bukan hanya membutuhkan Manajemen yang baik tetapi masyarakatnya juga harus baik, karna apa? Persipura ini akan dibawa keluar negeri, artinya, jikalau etalase ini ketika diletakkan sejajar dengan etalase bangsa lain, maka produk yang ada didalamnya juga harus produk yang bagus, laku dijual.
Sebaliknya, kalau barangnya bagus tetapi etalasenya yang buram maka etalasenya perlu dibersihkan supaya tetap bersih dan mampu bersaing.
Ingat, bahwa suatu ketika kita akan juga menjadi tuan rumah untuk suatu even international, bagaimana jadinya kalau kita bertindak anarkhis kepada lawan yang baru datang untuk pertama kali ditanah Papua.
Sejarah pasionis Papua merupakan filosofi yang mengkristalisasikan semangat dan perjuangan setiap pemuda. Jayapura merupakan ibu kota provinsi lrian-Barat/Irian Jaya, merupakan kota satelit dimana hampir semua anak Papua yang cerdas berkumpul dari berbagai daerah untuk mengejar cita-citanya, karna hanya di Jayapura terdapat sekolah tinggi, kantor pusat (Gubernur) yang memutuskan berbagai hal untuk kemajuan tanah papua. Jadi semua kekuatan bertumpul secara kolektif ke Jayapura, baik cabang olah-raga maupun kesenian dan kekuatan sosial Lainnya. Rasanya ketinggalan kalau tidak berada di Jayapura pada saat itu.
Dengan demikian maka hampir semua putra Papua berpotensi baik Olahraga, musik maupun pendidikan semua bermuara di Jayapura dan semua output dari Jayapura menjadi pemimpin diberbagai bidang, baik Institusi Formal maupun non Formal.
Berbagai potensi lokal baik Olahraga, kesenian maupun budaya Papua lainnya dibangun dan dibentuk di Jayapura.
Kita ingat ada Group musik traditional Man-nyouri, Man-besak, Group Band musik modern Black Brothers dan Cabang Olahraga yang menelorkan atlit-atlit luar biasa lempar, tolak-lari dilintasan track, panggung-panggung tinju, Judo Karate, dayung, panahan sampai angkat berat dan Body-building dll.
Semua anak Papua yang terpilih untuk bertarung mewakili rakyat tanah Papua hanya memiliki satu cita-cita yaitu menyumbangkan sebuah kemenangan sebagai kompensasi atas hak politik bangsanya yang terpasung.
Peristiwa Pepera sangat menorehkan rasa duka berkepanjangan karena cita-cita etnis bangsa Papua terpasung, peristiwa tersebut membakar dan penderitaannya diexpresikan lewat perjuangan mengalahkan lawan tandingnya, sebagaimana Bob Marley yang berteriak lewat syair-syair lagu berirama Ragea untuk menyatakan kepada dunia luar betapa menderitanya mereka.
Kesimpulan, Persipura menjadi sangat luar biasa karena dulu dia merupakan sebuah kekuatan kolektif.
Persipura adalah sebuah etalase berjalan, dimana nama orang Papua diusung mengelilingi Indonesia sehingga setiap pemain yang terpilih tidak mempunyai alasan lain, kecuali bertanding habis-habisan.
Sekarang ini Jayapura sudah bukan menjadi satelitnya orang Papua, sudah ada ibu kota provinsi Papua Barat, dan disana sudah ada beberapa institusi formal dan nonformal sebagai wadah dimana anak daerah kepala burung dapat berkolaborasi tanpa harus jauh-jauh mencari ke Jayapura alias, kekuatan primordial sudah terbagi-bagi.
Banyak calon-calon pemain/atlit muda yang berpotensi memilih keluar Papua dari pada tidak mendapat tempat ditanah Papua. Secara singkat saya mengurutkan beberapa nama pemain yang berasal dari daerah kepala burung yang telah mempenkuat/menjayakan Persipura, antara lain, Dominggus Naay, Jacob Egana, Benny Jensenem, Jacobus-Mobilala, Yohanes Aury, Marthen Jopary, Decky Kewoy, Metu Dwaramury, Yotam Fonataba, Izaak Fatary, Ferry Wabia, Ortisan Solosa, Eduard Isir, Boas Solosa dll. belum termasuk yang berasal dari Kabupaten Teluk Cendrawasih dan beberapa dari Selatan tanah Papua yang menyatu di Jayapura.
Semua pemain ini mengalami masa kompetisi lokal yang sangat panjang dengan benturan-benturan fisik alamiah membuat mereka ketika terpilih menjadi pemain Persipura, sudah matang dan siap dengan koleksi jam terbang yang banyak.
Kini kita memasuki satu era yang akan sangat berat bagi Persipura, dalam hal pencarian pemain berpotensi untuk meneruskan kejayaan kita, antara lain disebabkan karena bebarapa faktor, yaitu, banyak calon pemain potensi sudah tidak fokus ke Jayapura, kita tidak membangun institusi permanent untuk melakukan seleksi alamiah secara kontinue lewat kompetisi sehingga menghindari pemain karbitan.
Setiap Kabupaten membentuk tim/keseblasan untuk membela daerahnya, kita tidak punya Kriteria dan SOP/Standart Operasion Prosedure untuk menetapkan seorang pemain dapat terpilih, hal mana akan mengakibatkan “Banyak bibit tetapi tidak memiliki kwalifikasi sebagai pemain yang siap berperang”.
Kalaupun kita berupaya untuk mengkandangkan pemain terseleksi lewat kompetisi singkat, akan menjadi pertanyaan, Mampukah kita meng-Upgrade para pemain muda dalam waktu singkat untuk disiapkan berperang, dan akhirnya akan sampai pada satu pertanyaan besar “apakah benar Papua merupakan gudang pemain yang tidak ada habisnya dan mampukah Persipura tetap menjadi Etalase orang Papua dimata bangsa indonesia…Qua vadis?