Pasific Pos.com
Headline

Perempuan Papua Suarakan Hasil Seleksi DPRP Sarat Pelanggaran dan Berpotensi Cacat Hukum

 

Jayapura – Perempuan Papua dari wilayah 8 kabupaten dan 1 kota menyampaikan keberatan atas hasil seleksi pengangkatan anggota DPR Papua (DPRP) yang dinilai penuh pelanggaran dan berpotensi cacat hukum. Mereka mendesak agar hasil seleksi tersebut dibatalkan.

Menurut mereka, Panitia Seleksi (Pansel) yang dipimpin Pdt. Alberth Yoku tidak transparan dan tidak konsisten dalam menjalankan tahapan seleksi. Jadwal seleksi yang berubah-ubah dianggap mencerminkan ketidakprofesionalan Pansel.

Eirene Waromi, S.Sos., M.Sos., salah satu calon anggota DPRP pengangjkatan yang digugurkan, mengungkapkan bahwa Pansel tidak melakukan pendampingan pada saat rekapitulasi hasil musyawarah tingkat DAS/BAR. “Banyak temuan yang menunjukkan rendahnya kualitas Pansel, termasuk indikasi pelanggaran yang berpotensi cacat hukum,” ujar Eirene.

Ia juga mempertanyakan keterwakilan 30% perempuan yang dinyatakan lolos. Menurutnya, beberapa perempuan yang lolos tidak memiliki pengalaman atau rekam jejak dalam memperjuangkan hak-hak perempuan.

“Saya ingin tahu apa indikator Pansel dalam merekrut perempuan? Kami yang sudah lama berorganisasi tahu siapa yang pantas. Pansel hari ini justru mengabaikan itu,” tegasnya.

Eirene meminta Pj. Gubernur Papua, Mendagri, dan Ombudsman mengevaluasi kinerja Pansel. Ia menuding adanya praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme dalam proses seleksi.

“Pansel terindikasi melakukan maladminstrasi dan tidak transparan. Aparat penegak hukum harus menyelidiki dugaan suap dan keterangan palsu dalam proses seleksi ini,” tambahnya.

Senada dengan itu, Sara Yambeyabdi, S.E., S.H., mengkritik prosedur Pansel yang tidak profesional. Ia menyoroti bahwa beberapa peserta yang tidak memenuhi syarat, seperti rekomendasi dari musyawarah adat, tetap diloloskan.

“Pansel bahkan meloloskan peserta yang terlibat partai politik. Namun, hasil pengumuman tidak mencantumkan peringkat peserta yang lulus,” ujar Sara.

Sara juga menilai bahwa 30% keterwakilan perempuan yang lolos tidak mencerminkan keberpihakan kepada perempuan berpengalaman dan berdedikasi. “Ini diskriminatif dan berpotensi melahirkan kecurangan,” imbuhnya.

Ia menegaskan, banyak pelanggaran lain yang menunjukkan rendahnya integritas Pansel. Perempuan Papua meminta publik menilai keputusan Pansel sebagai contoh buruk demokrasi yang tidak jujur dan tidak adil bagi orang asli Papua.

“Keputusan ini mencoreng perjuangan hak-hak perempuan Papua. Kami berharap langkah tegas diambil demi keadilan,” pungkas Sara.

situs slot gacor

Leave a Comment