Jayapura,- Dewan Adat Papua bersama Lembaga Penelitian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Papua menggelar Workshop Papuan Women and Cultural Existence ‘Peran Perempuan Papua dalam Melestarikan, Mempertahankan Eksistensi Budaya dan Kehidupan Masyarakat Asli Papua yang berlangsung di Mess DPR Papua, Kota Jayapura, Jumat, 5 Agustus 2022.
Hal itu laksanakan, dalam rangka memperingati Hari Pribumi (Indegenius People) yang diperingati secara internasional setiap 9 Agustus. Workshop itu, dibuka secara daring oleh Sekretaris Jenderal Dewan Adat Papua (DAP), Leonard Imbiri, dengan menghadirkan tiga perempuan hebat Papua sebagai pemateri diantaranya, Ketua Komisi IV DPR Papua, Herlin Beatrix Monim, SE, Sekretaris DPR Papua, DR Juliana J Waromi, SE, MSi, Dekan FISIP Uncen Marlina Flassy, SSos, MHum, PHd dan Direktris PT PPMA Naomi Marasian serta Eirene Waromi sebagai pemandu moderator. Dan nampak hadir pula Anggota Komisi IV DPR Papua, Mathea Mamoyou, SSos diantara para tamu undangan.
Usai membuka worskhop, Sekjen DAP, Leonard Imbiri mengaku menyambut positif workshop yang digelar oleh para perempuan hebat Papua, dalam rangka memperingati Hari Pribumi dengan meghambil tema peran perempuan dalam melestarikan dan mempertahankan eksistensi budaya dan kehidupan masyarakat asli Papua itu.
Pasalnya, kata Leo sapaan akrabnya, peringatan Hari Pribumi itu, diingatkan kembali tentang adanya penindasan dan penjajahan di atas masyarakat adat. Sebab, sebagai bagian dari masyarakat adat, perempuan adalah kelompok yang paling rentan menghadapi berbagai persoalan.
“Jadi, perayaan Hari Pribumi ini memperingatkan dan mendorong kita untuk berjuang dalam rangka melindungi masyarakat adat, termasuk hak perempuan. Perlindungan itu, juga bagian dari bagian upaya untuk mengembalikan posisi dan peran perempuan yang telah lama dilupakan. Perlindungan itu, harus dimengerti untuk menempatkan kembali perempuan dalam posisi dan peran mereka sebagai pemberi hidup,” tandas Leonard Imbiri lewat daring.
Maka, dalam konteks itu, lanjut Leonard Imbiri, peran perempuan dalam mempertahankan eksistensi budaya dan kehidupan masyarakat Papua sangat relevan. “Kiranya workshop ini, dapat memberi kontribusi yang signifikan bagi perempuan Papua dan masyarakat adat di seluruh dunia,” harapnya.
Hal senada, Ketua Komisi IV DPR Papua, Herlin Beatrix Monim, SE mengatakan, jika kegiatan ini dilatar belakangi peran perempuan dalam menghadapi tantangan yang luar biasa dalam mempertahankan eksistensi budaya dan kehidupan masyarakat asli Papua.
“Kita berangkat dari masalah-masalah itu, kita ingin merampungkan suatu pikiran-pikiran positif bahwa kita perempuan Papua dalam segala bentuk aktivitas dan tanggungjawab yang berbeda-beda, namun kita punya tugas yang satu untuk mempertahankan eksistensi dan melestarikan budaya,” tandas Beatrix Monim.
Oleh karena itu, kata Politisi Partai NasDem ini, perempuan harus duduk bersama untuk melahirkan catatan, bukan hanya diatas kertas saja, namun pihaknya di lembaga DPR Papua memikirkan setelah workshop itu, bisa menghasilkan regulasi untuk melindungi dan memberdayakan perempuan Papua.
“Tapi, endingnya, ya kita harapkan ada regulasi dan kita minta keterlibatan pemerintah bersama-sama perempuan, yang ada di dalam Dewan Adat, NGO atau LSM untuk terlibat di dalamnya dalam memproteksi perempuan Papua,” harapnya.
Pasalnya tandas Beatrix Monim, perempuan Papua juga tidak bisa sendiri berjalan, namun butuh satu kekuatan yang besar untuk membangun Tanah Papua terutama perempuan Papua, sehingga workshop peningkatan peran perempuan dalam melestarikan budaya itu digelar agar melahirkan pemikiran-pemikiran dalam membangun perempuan Papua.
Sehingga lanjut Beatrix Monim, dari hasil workshop ini, akan disampaikan dalam Kongres Masyarakat Adat Nusantara (KMAN) yang akan digelar di Sentani, Kabupaten Jayapura pada Oktober 2022, untuk melahirkan pemikiran positif bagi kaum perempuan.
“Jadi harus ditindaklanjuti Dewan Adat Papua untuk disampaikan dalam KMAN nanti dan hasil ini kita bawa bersama ibu Sekwan untuk minta waktu kepada bapak Gubernur melalui bapak Sekda untuk menerima hasil pertemuan ini, sehingga ada tindaklanjut dan ada dukungan dari pemerintah untuk peran perempuan dalam melestarikan eksistensi budaya dan kehidupan masyarakat asli Papua,” jelasnya.
Sementara itu, Sekretaris DPR Papua, DR Juliana J Waromi, SE, MSi menegaskan, jika perempuan Papua harus bersatu dan membuka diri untuk bersama-sama saling mendukung untuk meningkatkan peran Papua.
“Untuk itu, khusus perempuan Papua harus mempertahankan eksistensi budaya dan adat. Jangan sampai terpisah atau kita lalaikan. Ini harus kita jaga, biar ke depan itu tetap dipertahankan. Saya berharap workshop ini tidak hanya sampai di sini saja, tetapi harus ada tindaklanjutnya ke depan,” tandas Juliana Waromi.
Masih ditempat yang sama, Direktris PT PPMA, Naomi Marasian menambahkan bahwa workshop ini bertujuan untuk mendorong peran perempuan dalam eksistensi budaya dan kehidupan masyarakat asli Papua. Apalagi, negara menghargai dan menghormati masyarakat adat. Masyarakat adat itu, ada lelaki dan perempuan.
Apalagi kata Naomi Marasian, posisi untuk memperkuat adat itu menjadi penting dalam rangka penyelamatan dalam keberlangsungan dari sebuah kehidupan yang berkaitan dengan manusia dan alam semesta.
“Nah, kita harus tahu siapa aktor-aktor penting dalam masyarakat adat, termasuk peran perempuan menjadi penting yang mana banyak sekali, salah satunya peran perempuan dalam rangka mengelola aset-aset yang dimiliki oleh adat dan itu berkaitan bagaimana mewariskan aset itu kepada generasi. Oleh sebab itu, peran dari masyarakat adat dan peran perempuan tidak boleh terpisah,” tegas Naomi.
“Sehingga pekerjaan itu menjadi kepentingan bersama, baik itu pemerintah, legislatif, eksekutif, gereja, LSM dan lainnya untuk merawat masa depan Papua, termasuk sosial budaya dan lainnya,” timpalnya. (Tiara).