Jakarta – Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto saat membuka perdagangan Bursa Efek Indonesia 2021 menyatakan optimisme perekonomian Indonesia akan membaik pada 2021 sejalan dengan sejumlah indikator yang sudah terlihat pada akhir tahun 2020.
Optimisme itu juga didukung dengan sudah masuknya vaksin Covid – 19 yang akan mulai diberikan kepada masyarakat pada pertengahan Januari ini.
“Vaksinasi covid -19 telah dipersiapkan untuk menjadi Game Changer pemulihan ekonomi nasional. Tambahan 1,8 juta dosis vaksinasi telah diterima pada akhir Desember 2020, sehingga terdapat 3 juta dosis vaksin yang siap untuk disuntikan. Pemberian vaksinasi secara gratis akan membangkitkan rasa aman untuk beraktivitas sehingga roda perekonomian dapat bergerak lebih cepat,” kata Airlangga, Senin (4/1/2021).
Dukungan program PEN juga akan dilanjutkan di tahun 2021 dengan alokasi anggaran sebesar Rp372,3 triliun yang diarahkan untuk menjaga daya beli masyarakat, mendukung akselerasi pemulihan ekonomi, dan mendorong transformasi ekonomi Indonesia.
Keberadaan Undang – Undang Cipta Kerja juga diharapkan dapat membantu mengurangi dampak negatif pandemi terhadap tenaga kerja Indonesia, karena dengan undang-undang ini, reformasi besar akan dilakukan guna menjadikan Indonesia semakin kompetitif di pasar internasional dan domestik.
Airlangga juga mendukung upaya OJK dalam mendorong pengembangan UKM melalui pasar modal dengan layanan Securities Crowd Funding yang bisa menjadi alternatif pendanaan bagi UKM.
Sementara itu, Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso mengatakan, bahwa sinyal pemulihan ekonomi sudah mulai terlihat dengan pertumbuhan PDB yang membaik di quartal ketiga dari minus 5,32 persen di quartal kedua menjadi minus 3,49 persen, kenaikan penjualan kendaraan bermotor, kinerja manufaktur yang kembali di zona ekspansi, dan indeks penjualan eceran yang membaik.
Hal ini ditopang oleh stabilitas sektor jasa keuangan yang tetap terjaga ditunjukkan oleh permodalan yang tinggi dengan CAR 24,19 persen, likuiditas yang memadai didukung alat likuid perbankan yang terus meningkat pada level tertinggi dalam sejarah mencapai sekitar Rp2,250 triliun.
“Selain itu, profil risiko juga dapat dikelola dengan baik tercermin dari tingkat Non Performing Loan (NPL) terjaga di 3,18 persen ditopang oleh restrukturisasi sekitar 18 persen dari total kredit termasuk korporasi emiten,” jelas Wimboh. (Redaksi)