Jayapura : Anggota Komisi I bidang Pemerintahan, Politik, Hukum dan Hak Asasi Nanusia (HAM), Yonas Nusi mengingatkan pemerintah, kementerian dan lembaga terkait, agar berhati-hati dalam kebijakan pengangkatan honorer dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) di Papua.
Menurut Yonas Nusi, apabila pemerintah, lembaga dan kementerian terkait tidak mempertimbangkan secara bijak pengangkatan honorer dan P3K di Papua, maka dapat menimbulkan polemik baru.
Pasalnya, kata Nusi, sejak awal pihaknya mengawal bersama mengenai honorer di Papua ini. Kini instansi terkait di Pemprov Papua sedang melakukan verifikasi dan tes. Ada verifikasi dokumen dan proses seleksi untuk semua honorer K2 di provinsi.
“Di kabupaten/kota, sedang menunggu verifikasi dokumen, karena ada kabupaten/kota yang belum menyelesaikan,” kata Yonas Nusi kepada Wartawan di ruang kerjanya, Senin 29 Agustus 2022.
Apalagi lanjut Nusi, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Sipil Negera, Reformasi dan Birokrasi (Kemenpan RB) menyatakan akan dilakukan penghapusan honorer pada 2023 mendatang.
Hanya saja ia pesimis, apakah Pemprov Papua dan kabupaten/kota dapat merampungkan verifikasi data honorer secepatnya, dalam beberapa bulan ke depan.
“Untuk itu, kami minta Badan Kepegawaian Daerah (BKD) agar bersama-sama menyelesaikan ini bersama. Kami juga minta Kemenpan RB dan Badan Kepegawaian Nasional (BKN) menunda waktu penghapusan honorer untuk Papua, hingga semua data honorer bisa dirampungkan,” jelasnya.
Namun pada kesempatan itu, Yonas Nusi menandaskan, agar jasa honorer
yang selama ini telah mengabdi bertahun-tahun, hingga puluhan tahun, itu mesti dihargai.
“Sebab selama ini mereka telah membantu pemerintah melayani masyarakat dalam berbagai bidang”, ujar Yonas Nusi.
Sehingga kata Nusi, dalam memperjuangkan nasib para honorer ini merupakan tanggung jawab bersama semua pengambil kebijakan di Papua. Sebab harapan para tenaga honorer ini ada pada para pengambil kebijakan.
“Jadi, mengenai pengangkatan honorer menjadi ASN dan P3K ini, perlu disepakati. Mana yang diangkat menjadi P3K dan mana yang menjadi ASN, sehingga kebutuhan pegawai di Papua bisa dipilah dengan baik, dan apa yang diharapkan terwujud,” tandas Nusi.
Hanya saja, Juru Bicara Kelompok Khusus DPR Papua ini juga tidak ingin kecolongan dalam penerimaan ASN di tiga provinsi baru di Papua. Jangan sampai apa yang dikhawatirkan rakyat Papua selama ini dalam penerimaan ASN di tiga provinsi baru benar-benar terjadi.
Untuk itu kata Yonas Nusi, keberadaan para honorer ini mesti didata secara baik, sesuai ketuhan ASN di provinsi dan kabupaten/kota. Perlu disepakati batas waktu honorer yang akan direkrut, agar apa yang diharapkan rakyat Papua selama ini dapat terwujud.
“Misalnya disepakati, untuk honorer 2018 ke bawah, itu yang diangkat sebagai ASN atau seperti apa. Karena sektor swasta di Papua ini sulit menyerap tenaga kerja yang banyak, selain PT Freeport dan BIPI,” tuturnya.
Oleh karena itu, ujar Nusi, pengambil kebijakan mesti berhati-hati dalam menentukan pengangkatan honorer di Papua, sebagai ASN dan P3K. Sebab apabila ada kekeliruan, akan kembali mengecewakan rakyat Papua.
“Tapi, kami terus akan mengawal proses ini dan terus memberikan masukan kepada pemerintah agar ada regulasi yang mengatur pengangkatan honorer ini,” terangnya.
Pada kesempatan itu, Yonas Nusi juga menyampaikan kepada Menpan RB agar pelaksanaan Otsus Papua ini benar-benar transparan dan memberikan kewenangan kepada pemerintah provinsi dan kabupaten/kota, terutama dalam pengangkatan ASN.
Namun, ia berharap, Kemenpan RB mengeluarkan peraturan menteri agar gubernur, bupati dan wali kota diberi kewenangan melakukan pengangkatan ASN di daerah, sesuai kebutuhan dan anggaran tanpa menunggu pemerintah pusat. (Tiara).