Sentani – Desa sebagai institusi formal mempunyai peran strategis dalam pelaksanaan pembangunan, terutama dalam hal pemenuhan hak Masyarakat Adat.
Selain itu, desa sebagai suatu unit pemerintahan terdepan juga memiliki kewenangan berdasarkan hak asal usul, hak mengurus wilayah dan mengurus kehidupan Masyarakat Adat.
Direktur Perluasan Partisipasi Politik Masyarakat Adat PB AMAN, Abdi Akbar menyatakan kewenangan desa berdasarkan hak asal-usul ini telah diatur dalam UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Hak asal usul ini meliputi hak-hak asli masa lalu yang telah ada sebelum lahirnya negara, namun tetap dibawa serta dijalankan oleh desa.
“Pelaksanaan kewenangan asal-usul tersebut diatur dan diurus oleh desa. Dengan
kewenangan ini, desa dapat melakukan berbagai inovasi kebijakan untuk mencapai tujuan-tujuan pembangunannya,” kata Abdi dalam sarasehan bertajuk “Penguatan
Penyelenggaraan Pemerintahan Desa Berbasis Wilayah Adat sebagai Wujud dari Penerapan Kewenangan Asal-Usul Desa” di Kampung Yakonde, Kabupaten Jayapura, Papua pada Selasa (25/10/2022).
Sarasehan yang berlangsung dalam rangkaian KMAN VI ini dilaksanakan oleh AMAN bersama KEMITRAAN Partnership for Governance Reform.
Abdi menerangkan sejak tahun 2020, AMAN telah melakukan konsolidasi dan peningkatan kapasitas bersama dengan 322 desa yang ada di Wilayah Adat.
“Ini kita lakukan dalam rangka memaksimalkan kewenangan desa berdasar hak asal-usul dalam menjalankan agenda pembangunan berbasis wilayah adat,” ungkapnya.
Menurut Abdi, sudah banyak praktek pembangunan desa yang dihasilkan dari proses ini.
Namun, tantangannya masih banyak pihak termasuk pemerintah daerah yang masih
memposisikan desa sebagai objek pembangunan, bukan sebagai subjek pembangunan sesuai yang dimandatkan oleh UU No.6 tahun 2014.
Abdi mengatakan untuk mewujudkan pembangunan desa berbasis Wilayah Adat perlu keterlibatan penuh dari masyarakat. “Ini sangat fundamental sekali,” katanya.
Pada kesempatan ini, Abdi menekankan pendekatan pembangunan desa yang selama ini dijalankan perlu untuk lebih menempatkan Masyarakat Adat sebagai subjek atau pelakuutama sebagai pijakan dalam strategi pembangunan desa.
Dirjen Pembangunan Desa dan Perdesaan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi RI, Sugito Jaya Santika menyatakan dengan menempatkan masyarakat sebagai aktor utama dalam pembangunan desa tentu menjadi kunci utamadalam mendukung upaya pemerintah.
“Membangun desa tidak boleh tercerabut dari akar budayanya. Human capital, social capital dan culture capital adalah modal dasar yang mesti dikelola dengan baik,” kata Sugito sembari menambahkan modal dasar ini dimiliki oleh seluruh masyarakat desa termasuk,Masyarakat Adat.
Sugito menjelaskan berdasarkan kondisi ini, penguatan pendekatan pembangunan desa berdasarkan kewenangan hak asal- usul desa penting untuk dilakukan. Hal ini juga sesuai dengan asas rekognisi dan subsidiaritas.
Project Manager KEMITRAAN, Yasir Sani, yang turut menjadi narasumber dalam sarasehan ini menyatakan desa-desa yang ada di Wilayah Adat harus mampu mengurus dirinya sendiri sesuai aturan yang berlaku. Kemudian, mampu mengembangkan potensi yang dimiliki untuk keberlanjutan kehidupan sosial-ekonomi dan menciptakan kemandirian dengan memposisikan hak asal-usul.
“Ini merupakan turunan dari UU Desa yang dituangkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri no. 1 tahun 2017,” ujarnya.
Sementara, Hasna Songko selaku Sekretaris Desa di Kabupaten Sigi menjelaskan di desa Mataue, Kecamatan Kulawi Kabupaten Sigi ada satu kesatuan Masyarakat Adat To Kulawi yang mendorong kewenangan desa dalam mempertahankan, memelihara, melestarikan nilai-nilai kearifan lokal, hak-hak kolektif dan wilayah adatnya.
Ia menambahkan hal ini menjadi salah satu wujud praktik baik, terutama bagi Masyarakat Adat dalam menjaga
keberlangsungan penghidupan dan kemandirian.