Jayapura – Kepala Bank Indonesia Perwakilan Provinsi Papua, Naek Tigor Sinaga mengatakan, utuk dapat menggerakkan perekonomian melalui konsumsi rumah tangga, Pemerintah melalui Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia telah mengeluarkan kebijakan yang dapat memberikan insentif bagi masyarakat untuk melakukan konsumsi sehingga dapat mendorong perbaikan ekonomi Indonesia.
“Kebijakan yang dikeluarkan adalah memberikan stimulus atau melonggarkan Loan to Value atau Financing to Value (LTV/FTV) dan kebijakan fiskal berupa insentif pajak,” jelas Naek, Jumat (5/3/2021).
Pemulihan sektor – sektor strategis seperti properti dan kendaraan bermotor mempertimbangkan dampak kepada perekonomian sehingga dapat menghasilkan multiplier effect yang optimal terhadap pertumbuhan ekonomi.
“Sektor properti memiliki keterkaitan dengan sektor lainnya sehingga penngkatan permintaan pada sektor ini diharapkan meningkatkan sektor lainnya, sementara, penjualan kendaraan diharapkan akan meningkatkan kelancaran aktivitas ekonomi,” tandasnya.
Dia menyebut, keberhasilan stimulus butuh Kerjasama semua pihak.
Dengan adanya resiko yang berhubungan erat saat ini seperti pandemic Covid-19 yang masih terjadi dan Suku Bunga Dasar Kredit perbankan yang secara umum masih tergolong tinggi, Pemda dan pelaku usaha memiliki peran untuk membantu keberhasilan stimulus kebijakan.
“Kerjasama yang baik antara Bank Indonesia dan Pemerintah tentunya tidak dapat berjalan sesuai yang diharapkan apabila tidak didukung oleh seluruh pihak yang terlibat dalam proses pemulihan pertumbuhan ekonomi antara lain adalah pemerintah daerah dan juga pelaku usaha,” kata Naek.
Naek menyebut, sebagai Bank Sentral, Bank Indonesia juga membuat kebijakan akomodatif untuk mendorong perekonomian Indonesia. Berbagai stimulus telah disuntikkan kedalam sistem ekonomi seperti penurunan 7 Day Repo Rate menjadi 3,5 persen dan diharapkan mendorong penurunan suku bunga kredit sehingga dapat meningkatkan permintaan kredit pada sistem keuangan.
Kegiatan konsumsi yang tertahan tercermin dari meningkatnya Dana Pihak Ketiga (DPK) diakibatkan masyarakat menahan kegiatan konsumsi karena ketidakpastian dan pembatasan aktivitas pada tahun 2020.
“Hal ini sejalan dengan kredit konsumsi yang menunjukkan perlambatan sejak awal tahun 2020. Fenomena ini juga terjadi di Papua dengan DPK secara umum meningkat dan jumlah kredit menurun,”ucap Naek. (Zul)