JAYAPURA – Penetapan atlet Terbang Layang di ajang Pekan Olahraga Nasional (PON) XX Papua diintervensi oleh Persatua Olahraga Dirgantara Terbang Layang (Pordirga Terla).
Lantaran Pordirga Terla pusat sepihak menetapkan 7 (tujuh) atlet DKI Jakarta dan 1 (satu) atlet Jawa Barat tanpa melalui Babak Kompetisi Kualifikasi PON XX atau yang sering disebut Pra PON.
Sekum KONI Provinsi Papua Kenius Kogoya, S.P, M.Si, melalui Kuasa Hukum KONI Papua Yohanis D. Reda, ST.,SH.,MH bahwa arogansi Cabang Olahraga Terbang Layang (Terla) tidak mengikuti aturan ajang Multi Event Pekan Olahraga Nasional yang dituangkan dan aturan KONI Pusat selaku pengelenggara Pekan Olahraga Nasional.
Menurutnya, kejadian arogansi seperti ini sudah terjadi dari PON ke PON. Parahnya lagi, semenjak cabor Terbang Layang dipertandingkan di PON tanpa menghiraukan aturan KONI tentang Pekan Olahraga Nasional yang tertuang dalam Peraturan Organisasi KONI tentang Pekan Olahraga Nasional (PON) turunan dari Anggaran Rumah Tangga Pasal 38 ayat 5, BAB V Peserta PON Babak Kualifikasi Pasal 16, Ayat (1) Induk Organisasi cabang Olahraga harus menyelenggarakan babak kualifikasi, minimal diikuti 12 Pengprov untuk cabang olahraga beregu dan 15 Pengprov untuk cabang olahraga individu yang diselenggarakan paling lambat 9 bulan sebelum pelaksanaan PON.
Kemudian kata dia, ayat (2) setiap pelaksanaan babak kualifikasi PON berpedoman pada Surat Keputusan KONI tentang nomor pertandingan dan atau perlombaan serta kuota atlet Ayat (3) penetapan waktu dan tata cara penyelenggaraan babak kualifikasi diatur dan ditetapkan oleh induk organisasi cabang olahraga dengan persetujuan KONI Pusat dan harus menyampaikan kepada KONI Provinsi serta Pengprov cabang olahraganya.
Ayat (4) lanjut dia, hasil lengkap babak kualifikasi harus dilaporkan kepada KONI Pusat, Panitia Besar PON serta seluruh KONI Provinsi paling lambat 9 bulan sebelum waktu penyelenggaraan PON, Ayat (8) Induk Oerganisasi Cabang Olahraga yang tidak melaksanakan babak kualifikasi PON sebagaimana pada ayat(1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) tidak diikutkan pada penyelenggaraan PON.
Lanjutnya, Bidang Hukum Keolahragaan KONI Papua telah melakukan pendaftaran di pengadilan Badan Arbitrase Olahraga Indonesia (BAORI) dengan Nomor Perkara 05/P.BAORI/VI/2021 tertanggal 7 Juni 2021.
Dimana tambahnya, sidang mediasi pertama sudah dilaksanakan. Hakim Mediasi yang ditujuk oleh BAORI adalah Brigjend Rachmadi, SH, dan dalam mediasi para pihak sudah dimintai pendapatnya dan argumentasinya.
Oleh karena itu, dalam kurun waktu 30 (tiga puluh) hari mulai sidang pertama para pihak diberikan oleh Hakim Mediasi untuk melakukan mediasi damai, dan apabila gagal maka dilanjutkan dengan sidang pokok perkara. Kata Yohanis, kepada wartawan di Jayapura, Selasa, 13 Juli 2021.
Menurut Yohanis, apa yang dilakukan oleh Pordirga Terla harus diperbaiki walaupun menurut pihak termohon ini sudah biasa mereka lakukan. Begitu pula menurut Paul G. Mnusefer pelatih dan sekaligus Ketua Harian Pordirga Terla Provinsi Papua, manuver – manuver atau cara – cara ini yang mereka sering terapkan dari PON ke PON berikutnya selalu berpihak kepada salah satu provinsi dikarenakan pengurus Pordirga Terla Pusat adalah pengurus pengurus Provinsi itu juga.
Tapi yang menjadi pertanyaan menurut Yohanis dan tim hukum kenapa free card itu selalu bertumpuk pada satu Provinsi saja yaitu DKI Jakarta. Kalaupun demi alasan pembinaan dan pemerataan pembinaan Cabang Olahraga Terbang Layang seharusnya berilah Free Card itu pada Koni Provinsi lain yang belum maksimal pembinaan atlet Terbang Layangnya.
Menurut Yohanis, sudah tepat KONI Papua melakukan gugatan ke BAORI, karena kewenangan Badan arbitrase Olahraga Indonesia (BAORI) berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Peraturan Ketua Badan Arbitrase Olahraga Indonesia No.01 Tahun 2017 tentang Hukum Acara BAORI (Perka BAORI 1/2017) menyatakan Sengketa adalah perselisihan antara Pemohon dan Termohon tentang Keolahragaan yang dimohonkan penyelesaian melalui BAORI.
Dikatakan, berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Ketua Badan Arbitrase Olahraga Indonesia No.01 Tahun 2017 tentang Hukum Acara BAORI (Perka BAORI 1/2017) kewenangan BAORI adalah Sengketa Hukum Administrasi Organisasi, Hukum Ketata Organisasi dan Keperdataan, tuntutan atas ketidak sepahaman, perbedaan penafsiran, pelanggaran AD/ART dan peraturan lain yang ditetapkan Koni atau anggotanya, konflik kepengurusan dan/atau perselisihan yang menyangkut keolahragaan nasional meliputi olahraga prestasi, olahraga pendidikan, olahraga rekreasi.
Lebih jauh dijelasakan Yohanis bahwa berdasarkan Pasal 1 ayat (3) Peraturan Ketua Badan Arbitrase Olahraga Indonesia No.01 Tahun 2017 tentang Hukum Acara BAORI (Perka BAORI 1/2017), Arbitrase adalah cara penyelesaian sengketa Keolahragaan di luar peradilan umum.
Tentang legal standing, kenapa KONI Papua dan bukan PORDIRGA TERLA Provinsi Papua yang melakukan gugatan ke Baori? Ujar Yohanis bahwa berdasarkan Pasal 21 Ayat (1) Peraturan Organisasi KONI tentang Pekan Olahraga Nasional (PON) turunan dari Anggaran Rumah Tangga Pasal 38 Ayat (5) menyatakan Peserta PON adalah KONI Provinsi yang sah dengan peraturan perundangan.
Selanjutnya, tim Hukum KONI Papua dalam mediasi awal, KONI Papua tetap pada pendiriannya bahwa harus mengikuti aturan yang sudah dijelaskan Sekum Koni Papua.
Dengan demikian Pordiga Terla PB FASI harus menarik kembali Surat Keputusan Nomor : Kep/ 01/Terla PB FASI/VIII/2019 tentang penetapan nama- nama atlet terbang layang lolos seleksi kualifikasi PON XX Papua, berjumlah 8 orang atlet terdiri dari 7 atlet DKI Jakarta dan 1 orang atlet Jawa Barat karena itu tanpa ajang Pra PON.
Secara tegas pula ia meminta agar menetapkan Keputusan Nomor: Kep/ 02/Terla PB FASI/IX/2019 lolos kompetisi kualifikasi PON XX Papua dimana ini SK 02 melalui ajang Pra PON. Yang anehnya lagi, belum Pra PON kok sudah menetapkan atlet DKI Jakarta dan Jawa Barat yang Lolos PON XX.
“Sebenarnya setelah mengikuti Babak Kompetisi Kualifikasi PON XX, DKI Jakarta hanya meloloskan 4 (empat) atlet, sedangkan Jawa Barat meloloskan 8 (delapan) atlet,”ungkapnya.
Dengan demikian kalau seandainya KONI Papua tidak melakukan upaya Hukum ke BAORI maka DKI Jakarta meloloskan 11 (sebelas) orang Altet dan Jawa Barat 9 (sembilan) orang atlet dengan memperebutkan 12 medali emas.
“apabila gagal mediasi maka sidang pokok perkara harus dilanjutkan sampai SK 01 dihapus,’’ imbuhnya.
Dalam Petitum Yohanis meminta kepada Yang Mulia Hakim BAORI dengan tegas dan jangan berpihak berdasarkan seluruh uraian sebagaimana yang telah dimasukan pada surat permohonan ke Baori.
Sehingga permohonan KONI Papua kepada Badan Arbitrase Olahraga Indonesia Indonesia (BAORI) antara lain, menerima dan mengabulkan permohonan KONI Papua untuk seluruhnya. Menyatakan batal demi hukum dan tidak sah Surat Keputusan Nomor : Kep/01/Terla PB FASI/VIII/2019 tertanggal 26 Agustus 2019 tentang Daftar Nama Atlet Terbang Layang Indonesia Lolos Seleksi Kualifikasi PON XX/2020 Papua karena tanpa Pra PON dan SK nya malah mendahului babak Pra PON.
Memerintahkan PORDIGRA TERLA Pusat untuk mencabut Surat Keputusan Nomor : Kep/01/Terla PB FASI/VIII/2019 tertanggal 26 Agustus 2019 tentang Daftar Nama Atlet Terbang Layang Indonesia Lolos Seleksi Kualifikasi PON XX/2020 Papua.
Memerintahkan PORDIGRA TERLA Pusat untuk mengakui dan mensahkan putusan Kualifikasi PON XX yaitu Surat Keputusan Nomor : Kep/02/Terla PB FASI/VIII/2019 tertanggal 2 September 2019 tentang Daftar Nama Altet Terbang Layang Indonesia Lolos kompetisi Kualifikasi PON XX/2020 untuk keseluruhan peserta kompetisi yang mengikuti babak kualifikasi PON sebagai Peserta sah pada PON XX tahun 2021 Terbang Layang.
Menghukum PORDIGRA TERLA Pusat untuk membayar biaya perkara yang timbul dalam perkara ini. Memerintahkan PORDIGRA TERLA Pusat untuk melaksanakan putusan BAORI.
Adapun kata Yohanis langkah-langkah berikut, selanjut nya tim hukum menunggu selesainya PPKM Pulau Jawa dan Bali, sedangkan tim hukum KONI Papua akan juga menyurati PB PON dan Bidang Pertandingan/Tim Keabsahan bahwa nama nama atlet di SK 01 tidak boleh diterima pendaftarannya sebelum adan putusan tetap dan mengikat dari BAORI.