JAYAPURA,- Pendapatan Asli Daerah (PAD) Papua tahun 2022 telah melebihi dari target. Hingga pekan pertama bulan Juli, capaian pajak daerah yang sudah terkumpul sebesar Rp 1, 3 triliun.
“Target PAD yang sebelumnya yaitu Rp 1,2 triliun, saat ini sudah mencapai Rp 1,3 triliun atau setara 110 persen, namun, pada sidang perubahan APBD nanti melalui sidang penetapan anggaran, tentu ada perubahan dan target PAD Papua,”Kata Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi Papua Setyo Wahyudi di Jayapura, Rabu (13/7/2022).
Menurut Kabapenda Papua, sektor yang memberi kontribusi terbesar pada PAD Papua adalah dari perusahan tambang emas terbesar dunia, PT Freeport.
“Memang kontribusi terbesar kita dari setoran laba bersih PT Freeport Indonesia sesuai Undang-Undang Minerba disamping sector lainnya seperti pajak kendaraan bermotor,” katanya.
Disinggung soal dampak pemekaran provinsi di Papua terhadap pendapatan asli daerah, dikatannya bahwa akan dilihat nanti kedepan sesuai undang-undang Daerah Otonom Baru (DOB), Namum yang pasti ada perubahan pada PAD kita tetapi kita lihat dasar hukum dari UU DOB dan kapan berlakunya.
Pada tahun 2021 lalu, Bappenda Provinsi Papua menyebut Pendapatan Asli Daerah (PAD) setempat mencapai 106,90 persen atau melebihi target yang telah ditetapkan.
Capaian PAD 2021 sebesar Rp2,139 triliun yang melebihi dari targetnya yakni Rp1,977 triliun. Sumbangan PAD Papua terbesar masih dari PT Freeport Indonesia, di mana, tunggakan pajak air permukaan PTFI kepada Pemerintah Provinsi Papua sebesar Rp1,4 triliun dengan dua tahap pembayaran.
Sebelumnya, Sekretaris Daerah Provinsi Papua DR. M. Ridwan Rumasukun, SE., MM ketika membuka kegiatan Rakornis Bidang Pendapatan Daerah Provinsi Papua dan Kabupaten/ Kota se Papua, Rabu, 18 Mei 2022, menyampaikan salah satu konsekuensi dari otonomi daerah adalah pemerintah daerah mempunyai tanggung jawab yang lebih besar dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat dan dalam melaksanakan pembangunan daerah, untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat dan melaksanakan pembangunan daerah dibutuhkan biaya yang sangat besar.
Oleh karena itu otonomi daerah harus didukung dengan peningkatan kemampuan fiskal daerah, dari berbagai jenis sumber penerimaan daerah, hanya Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang berada didalam kendali Pemerintah Daerah dan menjadi indikator kemampuan fiskal daerah.
Oleh karena itu Pemerintah Daerah perlu mengoptimalkan PAD agar kemampuan fiskal daerah meningkat Jelas Sekda.
Dikemukakan, pengelolaan PAD saat ini telah memasuki babak baru, dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 Tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Pemerintah memberikan kewenangan kepada Daerah untuk memungut Pajak dan Retribusi dengan penguatan melalui restrukturisasi jenis pajak, pemberian sumber-sumber perpajakan daerah yang baru, penyederhanaan jenis retribusi, dan harmonisasi dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Restrukturisasi Pajak dilakukan melalui reklasifikasi lima jenis Pajak yang berbasis konsumsi menjadi satu jenis pajak, yaitu Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT).
Pemerintah juga memberikan kewenangan pemungutan Opsen Pajak antara level pemerintahan provinsi dan kabupaten/kota, yaitu Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB), dan Pajak Mineral Bukan Logam dan Bebatuan (MBLB). Opsen atas PKB dan BBNKB sejatinya merupakan pengalihan dari bagi hasil pajak provinsi. Hal tersebut dapat meningkatkan kemandirian Daerah tanpa menambah beban Wajib Pajak, karena penerimaan perpajakan akan dicatat sebagai PAD.
Sementara itu, penambahan Opsen Pajak MBLB untuk provinsi sebagai sumber penerimaan baru diharapkan dapat memperkuat fungsi penerbitan izin dan pengawasan kegiatan pertambangan di Daerah.
Ridwan Rumasukun, Bapenda Papua dapat segera mengimplementasikan Undang-Undang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah ini. Sebab, Pemerintah Daerah diberikan waktu 2 (dua) tahun sejak terbitnya Undang-Undang ini untuk menyesuaikan Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.