Jayapura – Pandemi Covid-19 menimbulkan guncangan ekonomi yang mengarah pada resesi global. Berbagai kebijakan yang dilakukan masing-masing negara untuk menekan penyebaran Covid-19, seperti penutupan beberapa kegiatan bisnis, pembatasan sosial berskala besar, bahkan penutupan suatu wilayah (lock down) mengakibatkan penurunan tingkat konsumsi dan investasi.
Tak terkecuali Indonesia yang saat ini masuk pada zona resesi setelah pertumbuhan ekonomi nasional tercatat minus pada kuartal III. Aktivitas ekonomi dan sektor riil mengalami kontraksi dan juga turut terpengaruh akibat pembatasan aktivitas masyarakat yang diterapkan oleh pemerintah dalam rangka mencegah penyebaran Covid-19 yang semakin luas.
Pasar modal Indonesia juga tidak luput dari tekanan pandemi Covid-19. Pada Maret lalu, kinerja IHSG sempat terpuruk di titik terendah yakni sebesar 3.937,63. Namun, pada 27 November 2020, IHSG sudah kembali menguat dan berada pada posisi 5.783,33 poin atau naik sebesar 46,87 persen.
“Oleh karenanya, kita semua patut bersyukur karena saat ini perekonomian kita sudah terlihat semakin membaik, meskipun belum secepat yang kita harapkan,” kata Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal 1A OJK, Luthfy Zain Fuady dalam kegiatan media gathering yang digelar secara semi virtual, Selasa (1/12/2020).
Sebagai gambaran, kata Luthfy, kondisi IHSG per 27 November 2020 secara year to date masih terbilang cukup baik, jika dibandingkan dengan negara tetangga yaitu Singapura, Filipina, dan Thailand. Pada 27 November 2020, IHSG secara year to date tercatat minus 8,19 persen, sedangkan Singapura tercatat minus 11,17 persen, Filipina tercatat minus 13,10 persen, dan Thailand tercatat minus -9,06 persen.
“Namun, kita masih kalah dengan Malaysia, dan bahkan Vietnam yang indeksnya secara year to date mencatatkan peningkatan sebesar 5,12 persen,” terang Luthfy.
Dampak Covid-19 juga mempengaruhi kinerja Reksa Dana yang ditandai dengan penurunan Nilai Aktiva Bersih (NAB) pada kuartal 1, kuartal 2 dan kuartal 3 di bandingkan pada akhir tahun 2019.
“Namun, kita patut kembali bersyukur karena per 26 November 2020, total NAB Reksa Dana naik sebesar 2,93 persen dari Rp542,2 triliun menjadi sebesar Rp558,11 triliun,” imbuhnya.
Demikian halnya dengan jumlah Reksa Dana, dimana per 26 November 2020, jumlah Reksa Dana mengalami peningkatan sebesar 1,65 persen dibandingkan dengan jumlah Reksa Dana per 30 Desember 2019, yakni dari sebelumnya sebanyak 2.181 menjadi sebanyak 2.217.
Dilihat dari sisi supply, dalam periode Maret 2020 hingga bulan November 2020, OJK telah mengeluarkan surat Pernyataan Efektif atas Pernyataan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum untuk 154 emisi, dengan total nilai hasil Penawaran Umum sebesar Rp103,38 triliun. Terdapat 41 Emiten Efek Bersifat Ekuitas dan 4 Emiten Bersifat Utang dan/atau Sukuk baru yang memperoleh pernyataan Efektif sejak awal tahun 2020 hingga bulan November 2020.
Per 27 November 2020, jumlah Perusahaan Efek yang telah memiliki izin usaha dari OJK sebanyak 123 yang terdiri atas 103 Perusahaan Efek Anggota Bursa dan 20 Perusahaan Efek bukan Anggota Bursa, sedangkan jumlah Manajer Investasi sebanyak 97 entitas.
Beralih ke Sukuk Korporasi, sampai dengan 26 November 2020 tercatat ada peningkatan penerbitan Sukuk Korporasi, yakni sebanyak 271 dengan total nilai emisi mencapai Rp57,59 triliun, dibandingkan dengan data per 31 Desember 2019 yang hanya menerbitkan Sukuk sebanyak 232 dengan total nilai emisi sebesar Rp48,24 triliun. (Zulkifli)