SENTANI – Walaupun tanpa dukungan pemerintah, kelompok usaha informal termasuk pedagang kaki lima ini mampu bertahan hidup dari tahun 1997-an mulai dari zaman krisis ekonomi menerpa seluruh wilayah Indonesia hingga di zaman reformasi saat ini, yang mana PKL ini selalu memberikan kontribusi tidak bisa dibilang kecil.
Namun belakangan ini Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Jayapura melalui Distrik Sentani telah melakukan penertiban terhadap para pedagang kaki lima atau PKL yang berjualan di sepanjang jalan protokol yang ada di Kota Sentani, Kabupaten Jayapura.
Penertiban ini dilakukan dalam rangka menata Kota Sentani menjelang Pekan Olahraga Nasional (PON) XX Tahun 2021 di bulan Oktober mendatang.
Mengetahui hal itu, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Papua Bangkit meminta agar pemerintah daerah Kabupaten Jayapura dalam hal ini Pemerintah Distrik Sentani untuk tidak melakukan penggusuran terhadap pedagang kaki lima (PKL).
Ketua LSM Papua Bangkit, Ir. Hengky Jokhu mengatakan penataan PKL yang dilakukan oleh pemerintah daerah dalam hal ini Distrik Sentani itu boleh dikatakan belum sesuai aturan yang berlaku. Bahkan langkah Kepala Distrik (Kadistrik) Sentani untuk menertibkan para PKL di sepanjang jalan protokol yang ada di Kota Sentani itu dinilai keliru.
“Informasi yang saya dapat di lapangan, bahwa penertiban ini mengacu pada Perbup nomor 101 tahun 2004. Saya pikir Perbup ini tidak layak digunakan, karena kita tahu daerah milik jalan (Damilja) atau garis sepadan jalan itu 20 meter dari as jalan itu sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi sekarang,” kata Hengky Jokhu, kepada wartawan, di Kota Sentani, Distrik Sentani, Kabupaten Jayapura, Jumat (18/06/2021) pagi.
“Perbup itu sendiri tahun 2004, sementara kita lihat kalau pagar tembok di AURI dan di Yonif 751 itu dibangun kira-kira 10 tahun yang lalu. Artinya, setelah Perbup ini berlaku, kenapa pemda atau Satpol PP tidak tertibkan, malah tertibkan PKL,”
“Kalau kaki lima ditertibkan, sementara institusi-institusi pemerintah atau Negara seperti pagar tembok Kompleks AURI, Yonif 751 dan Koramil tidak digusur, artinya hukum atau Undang-Undang atau peraturan itu berlaku tajam ke bawah dan tumpul ke atas,” katanya.
Oleh karena itu, lanjut Hengky, LSM Papua Bangkit berada di belakang Forum Pedagang Kaki Lima (F-PKL) Distrik Sentani yang terdiri dari seluruh lapisan masyarakat, termasuk mama-mama yang berjualan di pinggir jalan.
Menurutnya, penertiban PKL itu tidak bisa mengacu kepada Perbup nomor 101 tahun 2004. Alasannya, karena Perbup ini terbit tahun 2004, ternyata institusi-institusi pemerintah atau Negara seperti TNI-Polri tidak mentaati peraturan tersebut, yang membangun di garis sepadan jalan atau daerah milik jalan.
“Nah, ini pemerintah tidak pernah menerbitkannya. Sementara kaki lima, mereka memaksa dengan sikap arogan, totaliter dan sedikit tidak ada nuansa persuasif nya. Kemudian kita jangan lupa, bahwa jalan protokol ini milik provinsi dan sosialisasi perbup itu harus dilakukan oleh provinsi,” tuturnya.
“Kalau pemerintah daerah dalam hal ini Distrik Sentani sangat bersemangat melakukan penertiban, maka dia harus menertibkan mulai dari atas dengan menggusur pagar tembok di Kompleks AURI, kemudian di Yonif 751 dan Koramil, ruko-ruko yang sudah dibangun besar atau hotel itu dulu, termasuk kompleks mall Borobudur, pagarnya digusur dulu,” tambah Hengky Jokhu.
Itu semua baru dibangun sekitar 10 tahun yang lalu, sementara perbup ini sudah berlaku 20 tahun. Jadi masa berlakunya Perbup ini, di masa itu pula banyak bangunan dibangun sampai ke daerah milik jalan dan itu pun tidak pernah ditertibkan oleh pemerintah daerah.
“Sementara masyarakat kecil yang mengadu nasib, justru digusur oleh pemerintah dan itu keliru. Jadi yang dilakukan oleh pemerintah daerah dalam hal ini kepala distrik itu juga bukan merupakan haknya. Karena itu haknya dari dinas terkait atau provinsi. Jadi dari beberapa aspek itu tidak sesuai dengan aturan yang berlaku,” paparnya.
Meski begitu PKL sebenarnya setuju jika pemerintah menata kembali keberadaan PKL yang berjualan di pinggir jalan sepanjang jalan protokol Sentani. Hanya saja harus sesuai aturan berlaku dan pemerintah dalam hal ini pihak distrik harus mulai dari atas melakukan penggusuran.
“Kalau ditertibkan oke, tapi jangan digusur. Karena mereka punya hak untuk berusaha sesuai dengan UUD 45 pasal 33 yang berbicara tentang, bahwa setiap warga negara berhak atas kehidupan dan usaha ekonomi yang layak di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia,”
“Oleh karena itu, kami dari LSM Papua Bangkit mendesak pemerintah daerah dalam hal ini kepala distrik, jangan menggusuru kaki lima. Jadi menertibkan dalam rangka PON, ya silahkan saja yang penting tertib dan aman, kalau menggusur PKL jangan,” tandas Hengky.
Sementara itu ditempat terpisah, Kepala Distrik (Kadistrik) Sentani, Eroll Yohanis Daisiu mengatakan, telah melakukan pertemuan bersama para PKL yang terhimpun dalam Asosiasi Pedagang Kaki Lima terkait penertiban tersebut dan pertemuan itu berlangsung pada 31 Mei 2021 lalu.
“Jadi ini dalam rangka penataan kembali Kota Sentani, sehingga para PKL yang masih berjualan di daerah milik jalan (Damilja), maka kami tertibkan,” ujarnya.
Penertiban tersebut, kata Eroll, berdasarkan aturan yang berlaku sesuai luas Damilja yakni, 20 meter dari jalan, baik sisi kiri dan kanan jalan.
“Kalau ada PKL yang tidak mengindahkan hal itu, maka otomatis mereka kena penertiban,” katanya lagi.