Pasific Pos.com
Kota Jayapura

Legislator Papua Minta KPU dan Bawaslu Undurkan Diri

 

Jayapura – Anggota Komisi I DPR Papua bidang Pemerintahan, Politik, Hukum dan HAM yang juga merupakan mantan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Papua, Adam Arisoy menyoroti kinerja lima kinerja komisioner KPU Papua yang dinilai sangat memalukan dan dianggap gagal total dalam melaksanakan pemilihan kepala daerah (Pilkada) tahun 2024, lalu

“Usul saya, KPU dan Bawaslu harus segera mengundurkan diri. Sebab, tidak ada cara lain lagi untuk mempertanggungjawabkan anggaran senilai Rp.206 miliar yang digunakan waktu Pilkada karena tidak ada hasilnya. Jangan memalukan lembaga KPU, lembaga KPU ini adalah lembaga yang mendidik orang untuk harus jujur, disipilin profesional dan mandiri. Saya sebagai mantan Ketua KPU Papua merasa malu atas kejadian ini, jadi sebaiknya mundur dengan terhormat karena ini sangat memalukan, tidak boleh memaksakan diri, ” tegas Adam Arisoy kepada sejumlah awak media di Ruang Banggar DPR Papua, Kamis 6 Maret 2025.

Adam Arisoy yang juga sebagai Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bemperda) DPR Papua membeberkan, selama dirinya menjabat sebagai Ketua KPU Papua, penyelenggaraanb Pilkada di 29 Kabupaten kota sejak tahun 2015 hingga 2020 berjalan aman dan lancar hingga dalam proses administrasi, tidak pernah mengalami hal seperti saat ini.

Karena lanjut Adam, hal yang paling terpenting di dalam pelaksanaan pilkada adalah syarat calon, karena syarat calon ini hal yang paling fundamental untuk harus disiapkan para calon.

“Jadi, kegagalan mereka ada pada syarat calon yakni salah satu pasangan calon. Oleh sebab itu kita tidak mau lagi dengan kondisi yang mereka sudah tidak adil mereka tidak jujur mereka tidak independen. Ini kejahatan politik yang mereka lakukan untuk merugikan daerah ini,”tekannya.

Padahal kata Adam, fiskal untuk Papua saja itu sudah sangat minim sekali setelah terjadinya pemekaran. Tapi hari ini mereka (KPU) mengusulkan penambahan anggaran yang nilainya tidak sedikit untuk mereka laksanakan Pemungutan Suara Ulang (PSU).

“Kita tidak mau keledai itu jatuh di dalam lubang yang sama oleh penyelenggara penyelenggara yang sudah tidak independent sama sekali,” cetusnya.

Bahkan, legislator Papua dengan tegas meminta KPU harus benar benar bertanggungjawab dalam melakukan ferivikasi yang betul-betul akurat untuk memastikan bahwa calon tersebut memiliki syarat secara hukum sebelum ditetapkan sebagai peserta.

Terkait dengan hal itu kata Adam, DPR Papua akan menggelar Bamus juga akan membentuk Pansus untuk mengawal Pilkada sehingga dapat berjalan dengan baik.

“Kami juga sangat berharap KPU Republik indonesia jangan menutup mata dengan kasus ini. Ini PSU satu provinsi loh, ini bukan satu Kabupaten tapi ini satu Provinsi Papua. Pemilihan ini gila ini dengan dana besar yang keluar. Kami juga minta KPU RI untuk segera mengevaluasi 5 komisinar KPU Provinsi Papua kalau boleh diberhentikan saja dan dibawa alih untuk mengobati luka dari pada penduduk Papua yang jumlahnya 1.085.291 orang,”tandasnya.

Mengenai usulan anggaran sebanyak 178 miliar itu, bagi Adam mempersilahkan saja untuk mereka minta. Hanya saja, tidak segampang itu karena harus berbicara dengan Pemerintah lalu akan dibahas di DPR.

“Ini uang rakyat di bawa dari keringat rakyat dari pajak dan retribusi. Ini orang kerja setengah mati baru dapat uang ini tanggung jawab mereka sebagai warga negara dibayar lalu kepada negara-negara uang ini diambil untuk membiayai kegiatan ini,”ujarnya.

Menurut Adam, kalau bukan Pilkada, anggaran itu akan dimanfaatkan untuk membangun infrastruktur dan pelayanan publik lainnya serta membiayai anak-anak atau adik-adik kita yang sekolah menggunakan beasiswa dan lain-lain, tapi karena perintah hukum-perintah undang-undang sehingga Pilkada ini jalan dan uang ini digunakan.

“Mereka harusnya sadari, ini Komisinar KPU Papua dan Bawaslu Provinsi Papua harus sadari bahwa mereka adalah orang-orang yang gagal, yang tidak mampu untuk melaksanakan tugas mereka,” tekannya.

Politisi Partai Golkar itu menambahkan, ini
sisa waktu 180 hari, sebagai pemerintah saya sangat yakin ini perintah hukum, perintah Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 304 yaitu 180 hari. Informasi yang kami dapat ini, pemerintah sudah coba untuk melakukan pembahasan,

“Ya kami berharap, kami juga bisa diundang sehingga kita lihat hal-hal penting yang bisa dibiayai. Contoh kalau kotak suaranya masih bisa dipakai, sebaiknya dipakai yang ada. Ini juga untuk menghemat anggaran karena kita semua harus efisiensi anggaran,” pungkasnya. (Tiara).

Leave a Comment