Jakarta – Deputi II Kepala Staf Kepresidenan RI Abetnego Tarigan mengatakan, kebijakan tegas Presiden RI Joko Widodo menertibkan izin usaha pertambangan dan Kehutanan, menjadi bukti bahwa Presiden mendengarkan suara publik dan memperhatikan situasi di lapangan.
Menurutnya, selama ini tata kelola sumber daya alam banyak mendapat sorotan publik, karena dinilai tidak merata, transparansi, serta memunculkan ketimpangan dan kerusakan lingkungan.
“Presiden melihat dan mendengar fakta-fakta di lapangan tersebut, sehingga beliau melakukan realokasi kepada berbagai kepentingan pembangunan ekonomi berkeadilan dan keberlanjutan lingkungan,” kata Abetnego, di Gedung Bina Graha Jakarta, Jum’at (7/1) .
Abetnego menilai, ketersediaan dan kepastian penguasaan tanah menjadi elemen penting untuk membangun iklim investasi yang baik. Maka dari itu, keputusan tegas Presiden mencabut berbagai izin, konsesi, HGU, dan HGB yang selama ini telantar diharapkan bisa menghasilkan multiplier effect.
“Dengan membuka ruang bagi pelaku ekonomi baik petani, lembaga keagamaan dan pelaku usaha yang selama ini tidak memiliki akses terhadap lahan, justru akan memberikan kontribusi terhadap kesejahteraan masyarakat,” terangnya.
Abetnego juga menuturkan, ketegasan pemerintah mencabut 2.078 izin tambang, 192 izin kehutanan, dan 34 ribu hektare izin perkebunan, menjadi modal untuk memastikan target-target reforma agraria dan perhutanan sosial bisa dapat tercapai.
Sejauh ini, jelas Abet, pemerintah telah melakukan redistribusi atas bekas HGU, tanah telantar, dan tanah negara lain sebanyak lebih dari 1 juta hektare, serta memberikan distribusi manfaat atas lebih dari 4,7 juta hektare luasan Hutan, yang dikelola secara langsung oleh 1 juta kepala keluarga di penjuru Indonesia.
“KSP akan terus mengawal agar tanah-tanah yang selama ini ditelantarkan atau tersandera oleh konflik agraria justru dapat menjadi booster pembangunan berkeadilan,” pungkas Abet.