Jakarta – Kantor Staf Presiden melakukan rapat koordinasi bersama kementerian/lembaga dan pemerintah daerah, terkait percepatan penerbitan Nomor Induk Berusaha (NIB) bagi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), Kamis (4/8). Rakor menindaklanjuti arahan Presiden Joko Widodo soal peningkatan jumlah penerbitan NIB dari 7.000 – 8.000 per hari, menjadi 100.000 NIB per hari.
Pada rakor dipaparkan capaian penerbitan NIB periode 4 Agustus 2021 – 2 Agustus 2022 yakni sebanyak 1.629.778 NIB. Dari jumlah tersebut, 1.318.312 NIB diterbitkan untuk usaha perseorangan, dan 248.466 untuk badan usaha. Sementara berdasarkan skala usaha, 1.513.038 usaha mikro, 83.632 usaha kecil, 19.348 usaha besar, dan 13.760 usaha menengah.
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Albertien E. Pirade mengatakan, dalam rakor juga terungkap permasalahan utama dalam penerbitan 100.000 NIB per hari. Yakni, belum adanya data pelaku usaha yang lengkap untuk diberikan NIB, serta tersebarnya data pelaku Usaha Kecil Menengah (UKM) di berbagai instansi pemerintah pusat, dinas-dinas di pemerintah daerah, dan badan usaha seperti perbankan maupun lembaga keuangan non-bank.
“Dari sisi pelaku usaha mereka juga merasa enggan untuk mengurus NIB karena bertanya manfaat NIB dan khawatir masalah pajak. Ini juga menjadi kendala yang harus kita cari solusinya,” kata Albertien, usai memimpin rakor.
Albertien mengingatkan, NIB merupakan bentuk perizinan tunggal. Artinya, NIB berlaku sebagai legalitas pelaku usaha. Bagi pelaku usaha mikro, NIB ini akan menjadi syarat fasilitasi bantuan pemerintah lain seperti Standar Nasional Indonesia (SNI) dan Sertifikasi Jaminan Produk Halal (SJPH). Ia menambahkan, dengan memiliki NIB, pelaku usaha bisa memanfaatkan berbagai program dan fasilitas pemerintah dalam pengembangan UKM/UMKM.
“Ini yang harus diketahui oleh pelaku UMKM, bahwa memiliki NIB akan banyak mendapatkan manfaat bagi keberlangsungan usaha. NIB ini menjadi perizinan tunggal bagi pelaku UMK risiko rendah. Selanjutnya, NIB juga menjadi syarat apabila UMKM non-risiko rendah perlu mengurus izin lanjutan sesuai bidang usaha,” terangnya.
Pada kesempatan itu, Albertien juga menekankan pentingnya koordinasi dan kolaborasi antar kementerian/lembaga dan pemerintah daerah, untuk mendorong percepatan penerbitan NIB. Terutama pada kesiapan regulasi, ketersediaan personel, penyediaan data pelaku usaha, dan anggaran. Koordinasi dan kolaborasi tersebut, ujar dia, melibatkan Kementerian Investasi/BKPM, Kemenko Bidang Kemaritiman dan Investasi, Kementerian Koperasi dan UKM, dan Kementerian Dalam Negeri.
“BKPM yang menjadi leading sector dalam penerbitan NIB akan berkoordinasi dengan Kemenkop UKM terutama terkait data pelaku usaha. Sehingga program bantuan NIB di 20 kota bisa berjalan maksimal. Hal ini tentunya butuh intervensi Kemendagri sebagai jembatan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Harapannya ada regulasi yang mengikat dan bukan sekedar anjuran. Sehingga daerah-daerah juga terlibat aktif dalam percepatan penerbitan NIB,” jelas Albertien.
Sebagai informasi, penerbitan NIB melalui Online Single Submission (OSS) Berbasis Risiko merupakan perwujudan dari amanat Undang-Undang No 11/2020 tentang Cipta Kerja (UU CK), dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 5/2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko.