Jakarta – Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Rumadi Akhmad mengatakan,
penerbitan Peraturan Menteri Agama (PMA) No 73/2002 tentang penanganan dan pencegahan kekerasan seksual di satuan pendidikan Kementerian Agama (Kemenag), menjadi salah satu bukti keseriusan pemerintah dalam melakukan pencegahan, penanganan, dan pemulihan korban kekerasan seksual. Sebab MA tersebut, kata dia, merupakan implementasi dari Undang-Undang No 12/2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
Ia menilai, kehadiran PMA tersebut sangat penting karena sejumlah lembaga pendidikan di bawah naungan Kemenag juga tidak luput dari kemungkinan adanya kekerasan seksual.
“Contohnya, beberapa waktu lalu terjadi peristiwa yang menghebohkan di Lembaga Pendidikan keagamaan di Bandung dan di Jombang yang menyita perhatian publik,” ujar Rumadi, di gedung Bina Graha Jakarta, Jum’at (21/10).
Sebagai informasi, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat, sepanjang 2021, telah terjadi 18 kasus kekerasan seksual di satuan pendidikan. Dari jumlah itu , 14 kasus atau 77,78 persen terjadi di satuan pendidikan di bawah kewenangan Kemenag.
Menurut Rumadi, dengan adanya PMA tersebut, Kementerian Agama perlu lebih masif melakukan sosialisasi dan memberikan pemahaman yang tepat tentang definisi dan bentuk tindakan kekerasan seksual. Sehingga seluruh pemangku kepentingan di Lembaga Pendidikan keagamaan baik formal maupun non formal, bisa mengambil langkah cepat jika ditemukan kasus, dan melakukan penanganan korban dengan baik.
Rumadi juga menekankan perlunya lembaga-lembaga pendidikan keagamaan memiliki pusat layanan dan pengaduan tindakan kekerasan seksual.
“Pusat pengaduan dan layanan itu sangat diperlukan agar semua korban kekerasan seksual mendapat perlindungan yang maksimal,” tuturnya.
Seperti diketahui, Peraturan Menteri Agama (PMA) tentang penanganan dan pencegahan kekerasan seksual di satuan pendidikan Kementerian Agama telah diterbitkan. PMA No 73/ 2022 ini ditandatangani Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, pada 5 Oktober 2022.
Mengutip dari laman Kementerian Agama, PMA satuan pendidikan itu mencakup jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal. Jalur pendidikan itu meliputi madrasah, pesantren, dan satuan pendidikan keagamaan.
Di dalam PMA yang terdiri dari 7 bab dan 20 pasal tersebut, menetapkan ada 16 bentuk kekerasan seksual. Itu termasuk ujaran yang mendiskriminasi atau melecehkan tampilan fisik, kondisi tubuh, identitas gender.
Selain itu, menyampaikan ucapan yang memuat rayuan, lelucon, dan atau siulan yang bernuansa seksual kepada korban juga dinyatakan sebagai bentuk kekerasan seksual.