Jayapura, – Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM) menyatakan bahwa peristiwa Paniai berdarah sebagai pelanggaran berat. Hal ini diputuskan dalam Sidang Paripurna Khusus Komnas HAM pada 3 Februari 2020.
“Setelah melakukan pembahasan mendalam di sidang paripurna peristiwa Paniai pada 7 – 8 Desember 2014, secara aklamasi kami putuskan sebagai peristiwa pelanggaran HAM berat,” kata Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan dalam keterangan tertulis, yang diterima Pasific Pos.
Menurut Taufan, keputusan paripurna khusus tersebut berdasarkan hasil penyelidikan oleh Tim Ad Hoc, yang bekerja selama 5 tahun mulai dari tahun 2015 hingga 2020.
Taufan menjelaskan, dalam Peristiwa Paniai terjadi kekerasan penduduk sipil yang mengakibatkan empat orang yang berusia 17-18 tahun meninggal dunia akibat luka tembak dan luka tusuk. Kemudian, 21 orang lainnya mengalami luka penganiayaan.
“Peristiwa ini tidak lepas dari status Paniai sebagai daerah rawan dan adanya kebijakan atas penanganan daerah rawan tersebut,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Tim Ad Hoc, M Choirul Anam mengatakan, peristiwa Paniai memenuhi unsur kejahatan kemanusiaan, dengan element of crimes.
“Adanya tindakan pembunuhan dan tindakan penganiayaan. Sistematis atau meluas dan ditujukan pada penduduk sipil dalam kerangka kejahatan kemanusiaan sebagai prasyarat utama terpenuhi,” kata Choirul.
Menurut Choirul, Tim Ad Hoc telah melakukan penyelidikan kepada para saksi sebanyak 26 orang, meninjau dan memeriksa TKP di Enarotali, Kabupaten Paniai, memeriksa berbagai dokumen, melakukan diskusi ke beberapa ahli dan mengumpulkan informasi yang menunjang pengungkapan peristiwa tersebut.
Berdasarkan hasil penyelidikan, tim menyimpulkan bahwa anggota TNI yang bertugas pada medio peristiwa tersebut, baik dalam struktur komando Kodam XVII/ Cenderawasih sampai komando lapangan di Enarotali, Paniai diduga sebagai pelaku yang bertanggung jawab.
“Selain itu, Tim Penyelidik juga menemukan pelanggaran yang dilakukan oleh anggota Kepolisian, namun bukan dalam kerangka pelanggaran HAM berat,” ucapnya.
“Oleh karenanya, direkomendasikan untuk menindaklanjuti pelanggaran tersebut dan memperbaiki kepatuhan terhadap hukum yang berlaku, khususnya terkait perbantuan TNI-Polri,” kata Choirul Anam.
Lebih lanjut, Komnas HAM telah mengirimkan berkas penyelidikan kepada Jaksa Agung pada 11 Februari 2020.
“Kami berharap segera ada proses sampai ke pengadilan, harapan besar dari korban dan masyarakat Papua secara umum agar kasus ini dapat mendatangkan keadilan,” kata anggota Tim Ad Hoc Sandrayati Moniaga.