Kepala Distrik Waibhu, Jenny S. Deda, S. STP
Sentani – Tuduhan dugaan pemalsuan Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) kegiatan pelatihan di Distrik Waibhu, tepatnya pemalsuan kegiatan di Kampung Dondai yang bersumber dari dana Otonomi Khusus (Otsus) yang disampaikan Kepala Kampung Dondai dan Sekdis Waibhu dinilai tidak benar dan menyesatkan.
Penilaian itu disampaikan Kepala Distrik (Kadistrik) Waibhu, Jenny S. Deda, S.STP. saat ditemui di Kota Sentani, Kabupaten Jayapura, Rabu (4/10/2023).
“Saya merasa keberatan dengan pemberitaan di salah satu media online lokal, yang dalam beberapa hari terakhir ini viral di berbagai media sosial seperti Grup-grup Whatsapp (WAG). Saya pikir semua yang disampaikan oleh Kepala Kampung Dondai dan Sekretaris Distrik Waibhu tidak benar dan merupakan informasi yang menyesatkan,” katanya.
Menurut Jenny Deda, sebenarnya untuk kegiatan pelatihan dan sosialisasi yang dimaksud oleh Kepala Kampung Dondai dan Sekretaris Distrik Waibhu itu sudah terlaksana dan memang kegiatan-kegiatan tersebut berlangsung dengan menggunakan dana Otonomi Khusus (Otsus).
“Tetapi, kegiatan berlangsung dengan baik dan masyarakat mengikutinya dengan baik juga. Semua kegiatan itu sudah selesai hanya tinggal masuk ke pelaporan saja. Namun saat itu, Sekretaris Distrik Waibhu menahan laporan (LPJ) tersebut karena yang bersangkutan mengatakan ingin memeriksa laporan itu terlebih dahulu,” terang Jenny.
“Karena saya rasa itu sesuai dengan tugas dan tupoksinya beliau (Sekretaris Distrik Waibhu), jadi saya mempersilahkan beliau untuk memeriksa laporan (LPJ) itu,” ujar Jenny menambahkan.
Nah setelah beliau memeriksa LPJ tersebut kata Jenny, beliau juga sudah menandatangani laporan itu dan dirinya sebagai pimpinan adalah yang terakhir menerima laporan tersebut.
Sampai disitu, ia pun merasa laporan dari sejumlah kegiatan itu sudah selesai dan tidak ada masalah lagi. Namun tak lama kemudian, muncullah pemberitaan tersebut.
Jenny pun mengungkapkan bahwa dirinya terkejut dengan adanya pemberitaan kemarin, bahwa telah terjadi penyelewengan dana Otsus yang seharusnya digunakan untuk sejumlah kegiatan tersebut.
“Untuk itu dikesempatan ini, saya merasa keberatan dengan berita yang menyebutkan kami melakukan pemalsuan LPJ kegiatan yang memakai dana Otsus. Karena laporan kegiatan ini telah diperiksa sendiri oleh Sekretaris Distrik Waibhu,” ungkapnya.
Dirinya kembali menjelaskan, sejumlah kegiatan itu terpaksa harus dilaksanakan di Obhe atau rumah (pendopo) adat suku Marweri, karena di Distrik Waibhu tidak (belum) ada fasilitas perhotelan ataupun aula GSG (pertemuan) yang dapat digunakan untuk melakukan kegiatan.
“Jadi, ini hanya kebijakan saya saja sebagai pimpinan untuk melaksanakan kegiatan di Obhe atau rumah adat tersebut, sambil kami melihat apakah ada yang kurang dari Obhe tersebut. Kalau ada yang kurang, maka kami sebisa mungkin menambahkannya dengan sisa cost (biaya) anggaran yang ada,” akunya.
Dikatakan laporan yang disoroti tersebut adalah mengenai dua laporan sosialisasi yang dilaksanakan di Kampung Doyo Lama dan dua pelatihan yang dilaksanakan di Kampung Dondai.
“Pelatihan yang kami laksanakan di Kampung Dondai itu terkait dengan kegiatan budidaya ikan air tawar yang kami bekerjasama dengan Dinas Kelautan dan Perikanan serta pengolahan Pangan Lokal,” sebutnya.
Soal anggaran senilai Rp 25 juta lebih itu, ditegaskannya bahwa anggaran itu tidak untuk diberikan kepada Kepala Kampung Dondai.
“Jadi sebenarnya disini ada salah persepsi karena dana itu diperuntukan untuk menggelar kegiatan. Jadi sudah ada pos-posnya dan ada yang digunakan untuk persiapan, juga ada yang untuk membayar pemateri, terus makan-minum dan lain sebagainya,” cetusnya.
“Jadi, itu kami gunakan untuk kegiatan tersebut. Tidak semuanya kami berikan ke kepala kampung. Jadi, seperti itu alurnya,” tutup Jenny Deda.