Jawa Timur – Hari Santri 2023 dimeriahkan dengan Sarung Santri Nusantara. Bertempat di Gedung Negara Grahadi Nusantara Surabaya, acara ini berlangsung dalam nuansa berbeda.
Para tamu undangan hadir dengan mengenakan sarung dengan beragam corak dan warna. Hadir Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Abdullah, Azwar Anas, Ketua Umum PBNU, KH Yahya Cholil Staquf, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, Sekjen PBNU Saifullah Yusuf, Wamenag Saiful Rahmat Dasuki, jajaran pejabat Kemenag, serta ratusan santri dan warga Surabaya.
“Sarung adalah bukti kesinambungan sejarah dan ketersambungan kawasan peradaban yang sangat luas. Kalau di Indonesia yang mayoritas muslim, santri dan kiainya bersarung, mari kita lihat, masyarakat India yang Hindu juga bersarung, Myanmar yang Buddha juga bersarung,” kata KH Yahya Cholil Staquf selaku Ketua PBNU.
Menurutnya, sarung merupakan penyambung dari sekian banyak masyarakat yang heterogen dalam satu kawasan peradaban yang luas. Sarung sudah dipakai orang di Nusantara bahkan sejak sebelum Islam dikenal di sini.
“Artinya, walaupun masyarakat Nusantara sekarang mayoritas muslim, sarung tetap jadi bagian dari tradisi kehidupan mereka,” kata Gus Yahya dalam keterangan tertulis, Minggu (22/10/2023).
Sejarah peradaban Nusantara, kata Gus Yahya, terus bersambung dari zaman ke zaman. Meski pada satu masa, misalnya, Sriwijaya, sangat diwarnai tradisi Buddha dan sekarang menjadi masyarakat mayoritas muslim, tapi karakter budayanya (sarung) tidak berubah.
“Ini modal yang menjadikan santri Nusantara ini selamat dari gonjang-ganjing sejarah global yang menjadi kesulitan di tempat lain. Ini patut kita syukuri, makna sarung dan vitalitas budayanya. Tidak ada yang lebih ulet dari vitalitas budayanya melebihi sarung,” ucapnya.
“Sarung dari zaman kuno sampai sekarang bentuknya sama. Motifnya tinggal kreativitas komunitas tenun. Sarung punya vitalitas budaya ulet,” sambungnya.
Hal senada disampaikan Wakil Menteri Agama Saiful Rahmat Dasuki. Menurutnya, sarung merupakan bagian yang tidak lepas dari ciri bangsa. Bahkan, sarung yang sebelumnya identik dengan masyarakat kampung dan tradisional, kini digunakan juga dibanyak acara kenegaraan yang dihadiri Presiden dan Wakil Presiden.
Selain vitalitas budaya, kata Wamenag, tenun sarung menggambarkan nilai persatuan dan kesatuan.
“Sarung ditenun dari helai demi helai benang hingga menjadi sarung. Ini wujud psrsatuan dan kesatuan. Sarung kuat karena diikat melalui tenun. Sarung adalah kekayaan Nusantara. Kain tradisional sarat makna budaya Nusantara. Digunakan secara nasional dalam beragam kegiatan. Kita berharap suatu hari nanti akan memperingati Hari Sarung Nasional,” ucapnya.