Jayapura – Ketua Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Provinsi Papua, Dr. Lenis Kogoya, S. Th, M. Hum meminta Pengadilan Negeri (PN) Jayapura untuk segera menunda/menagguhkan proses sengketa tanah Bukit Jokowi Skyline, Distrik Abepura, Kota Jayapura.
Mantan Staf Khusus Presiden Joko Widodo itu nyatakan siap pasang badan atas sengketa tanah diatas Bukit Jokowi yang diduga dirampas oleh Najarudin Toatubun seluas 3.500 M2.
Sengketa tanah milik Agus Jeck Korwa yang saat ini telah di mandatkan kepada ahli waris (Anak Kandungya) Herixon D Korwa. Dan kini masih bergulir di Pengadilan Negeri Jayapura dengan status masuk dalam Konstatering/pencocokan batas dan luas tanah.
“Kami baru menerima laporan pengaduan sengketa Bukit Jokowi pada Jumat lalu. Kami akan melakukan pendalaman dan mempelajari proses surat menyurat, salah satunya pelepasan awal hingga ada yang mengklaim ke pengadilan,”kata Lenis Kogoya dalam keterangan persnya kepada sejumlah wartawan usai meninjau lokasi sengketa di atas tanah Bukit Jokowi Skeyline Abepura, Selasa, 21 Januari 2025.
Dijelaskannya, penangguhan diminta karena LMA sedang melakukan pemeriksaan terkait dugaan pemalsuan tandatangan yang kini telah di laporkan kepada pihak kepolisian.
Selain itu tegasnya, jika dari hasil pendalaman dan pemeriksaan berkas – berkas benar itu sesuai dengan hasil pengaduan mulai proses kepemilikkan ondoafi, kepada orang tua sampai ke ahli waris, maka orang lain sama sekali tidak punya kewenangan untuk merampas hak kepemilikan tanah diatas bukit Jokowi tersebut.
Lanjut dikatakan, meski sengketa tanah ini sudah masuk ke pengadilan Negeri Jayapura, namun Ketua LMA Papua ini tetap meminta kepada Pengadilan Negeri Jayapura untuk melakukan penangguhan dalam bentuk apapun.
“Disni saya tegaskan, siapapun yang mengklaim masalah tanah diatas Bukit Jokowi bisa masuk dalam penyerobotan tanah. Untuk itu, saya minta hati-hati menyerobot tanah orang dengan berbagai macam cara atau melakukan pemalsuan surat,”tegas Lenis.
Apalagi kata Lenis, undang undang Otsus memberikan kewenangan penuh kepada LMA bekerjasama dengan Kejaksaan Tinggi, Pengadilan, Kepolisian untuk menyelesaikan masalah masalah social, salah satu masalah yakni masalah adat dan hak ulayat masyarakat.
Untuk itu, Lenis tekankan, bahwa di tanah Papua ini tidak ada yang menggunakan metode metode lain untuk mengambil ahli tanah secara paksa.
“Mengambil tanah harus sesuai dengan prosedur yang ada. Jika pemilik hak ulayat dengan ondoafi sudah tanda tangan dan cap maka secara hukum sudah Sah,”jelasnya.
Tapi kata Lenis, apabila tidak ada prosedur tersebut, maka pihaknya (LMA ) bisa mengambil ahli proses secara hukum yang berlaku.
“Kewenangan LMA adalah musyawarah dan mendamaikan, kalau ada pihak pihak yang keberatan maka kami merekomendasikan ke pihak berwajib untuk lanjutkan dengan proses hukum,”tekannya.
Lenis Kogoya menambahkan, jika pihak pemilik tanah atau ahli waris sudah meminta perlindungan hukum dan sudah mendaftar di kantor pengadilan adat, sehingga pihaknya pun siap memberikan surat pemberitahun kepada Pengadilan Tinggi dan Kejaksaan agar kasus ini ditangguhkan.
“Kami LMA akan mempelajari, karena laporannya baru kami terima. Tapi saya minta untuk ditangguhkan. Jika tidak, maka kami LMA akan bersama LMA Kota Jayapura dan kabupaten lain pasang badan untuk kasus tersebut,”tandas Lenis Kogoya. (Tiara)