Jayapura, Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi pengadaan Pesawat Cesna Caravan dan Helikopter Airbus dengan terdakwa Johannes Rettob dan Direktur PT. Asian One Air, Silvi Herawaty kembali digelar di Pengadilan Tipikor Jayapura, Papua, Selasa (18/7/2023).
Tiga saksi yang dihadirkan JPU melalui sidang online masing-masing Sales Manager Marketing Airbush Indonesia Sussy Kusumawardhani dan mantan Kepala Bea Cukai Jayapura Eddy Susanto serta Direktur PT Citra Madhani Cakrawala, Dwi Hartanto.
Sidang ini dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Thobias Benggian, SH, didampingi dua Hakim Anggota Linn Carol Hamadi, SH dan Andi Matalata, SH, MH.
Sidang diawali dengan pemeriksaan saksi Sussy Kusumawardhani, Sales Manager Marketing Airbush Indonesia.
Usai persidangan juru bicara Tim Kuasa Hukum Iwan Niode, SH, MH membenarkan bahwa saksi Susi Kusumawardani adalah manajer pemasaran dari Airbus dan mengetahui secara jelas proses pembelian pesawat.
“Intinya ibu susi membenarkan bahwa ada pembelian pesawat langsung dilakukan oleh Pemda Mimika dan atas pembelian pesawat itu ada beberapa dokumen yang di terbitkan seperti bill of self, invoice kemudian sertifikat-sertifikat lain,” ungkapnya.
Diakui pula, bahwa ada perjanjian jual beli antara Pemda Mimika dan Airbus serta banyak hal yang dia jelaskan.
“Dan memang Pemda Mimika harus beli di Airbus karena Pemda Mimika sudah ke Dirgantara dan Indonesia tidak produksi heli itu. Dan kemudian Pemda Mimika membeli heli itu ke Airbus dengan total kurs dolar pada waktu itu totalnya 42 Miliar 300 juta sekian. Itu sesuai dengan platform anggaran yang ada di DPA. Jadi tidak ada pengurangan atau tidak ada kelebihan bayar atau lainnya,” urainya.
Saksi juga lanjut Iwan, meluruskan soal leasing seolah-olah helikopter ini adalah leasing antara Asian One Air dan Airbus.
“Tadi bahkan dari Jaksa memperlihatkan surat itu dan oleh saksi di katakan bahwa Airbus tidak pernah mengeluarkan surat itu. Artinya menjadi jelas, kami sudah mempertanyakan dan kami sudah mendalami tadi bahwa saksi bilang Airbus tidak pernah keluarkan surat itu,” bebernya.
“Dan juga yang menjadi aneh buat kami bahwa mana mungkin Airbus mengetahui bahwa pembelian ini langsung oleh Pemda Mimika dengan ada bukti-bukti kepemilikan dan kemudian ada leasing? Kalau ada leasing berarti ada sewa menyewa. Nah, tadi itu menjadi jelas bahwa Airbus tidak mengetahui surat itu,” sambungnya.
Saksi juga, terang Iwan, menjelaskan soal pembiayaan fery flight yang seolah-olah dibiayai oleh Malaysia.
“Jadi pembiayaan fery flight seolah-olah dibiayai oleh Malaysia kemudian kita disini mengada-adakan. Tapi kemudian saksi jelaskan bahwa pembelian fery flight sesuai dengan kesepakatan perjanjian. Tetapi pembiayaan fery flight itu hanya avtur (bahan bakar). Karena pilot kita yang tanggung tentu kita yang bayar. Dan mereka itu tanggung Avtur dari Malaysia ke Pekanbaru. Dan dari Pekanbaru melewati beberapa bandara sampai ke Timika itu Pemerintah daerah yang tanggung,” terangnya.
Kemudian yang paling penting adalah proses pembayaran.
“Seolah-olah pembayaran dilakukan oleh Asian One Air, jadi seolah-olah barang itu milik Asian One Air ternyata saksi bilang tidak. Ini keterangannya saksi bahwa Pemda tidak langsung melakukan proses pembayaran karena Pemda punya uang ada di Bank Papua yang bukan bank devisa karena Bank Papua tidak bisa membayar ke luar Malaysia. Dan kemudian Pemda menggunakan Asian One Air karena ada perjanjian KSO dan Pra Operasi maka Pemda pakai Asian One Air untuk melakukan pembayaran. Clear tadi,” tandasnya.
Iwan menegaskan, bahwa penjelasan saksi tadi sekaligus meng-counter keterangan-keterangan ngawur yang bilang bahwa ada leasing antara Airbus dan Asian One Air.
“Yang kedua terkait keterangan ibu Jenny Usmani yang bilang bahwa pesawat ini bukan milik Pemda Mimika. Bahwa keterangan dari saksi Airbus tadi telah meluruskan semua keterangan dan meng-counter keterangan soal pembayaran sana sini sampai pesawat tiba di Timika,” tegasnya.
Iwan juga mempertanyakan soal keabsahan surat leasing yang di pegang oleh Jaksa.