Jakarta – Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertahanan Nasional (ATR/BPN) mendorong pembahasan reforma agraria yang dijalankan oleh pemerintah ke dalam Kongres Masyarakat Adat Nusantara Keenam (KMAN VI) di Wilayah Adat Tabi, Jayapura, Papua.
Menteri ATR/BPN Hadi Tjahjanto menyatakan bahwa reforma agraria perlu dibahas di KMAN VI agar Masyarakat Adat dapat memahami permasalahan agraria kita saat ini. “Permasalahan agraria di negeri ini, unik. Namun, harus kita hadapi sebagai negara kepulauan,” katanya.
Hadi mencontohkan, di Jawa, objek (permasalahan agraria) sedikit, tapi subjeknya banyak. Sementara di Papua, objeknya banyak, tapi subjeknya sedikit. Ia pun mempertanyakan apakah kita harus memindahkan subjek.
“Tidak mungkin. Yang paling tepat, (adalah) memberdayakan masyarakat dengan pendampingan dan memberikan akses. Dengan begitu, rakyat akan sejahtera,” kata Hadi Tjahjanto saat menerima audiensi panitia KMAN VI di kantornya pada 30 September 2022.
Sejumlah panitia KMAN VI yang hadir dalam audiensi dengan Menteri ATR/BPN, antara lain Ketua Umum KMAN VI Bupati Jayapura Mathius Awoitauw, Ketua Panitia Pengarah KMAN VI Abdon Nababan, Sekretaris Panitia Tommy Indyan, Koordinator Acara M. Arman, Koordinator Infokom Abdi Akbar, dan Penggalangan Dana Mandiri KMAN VI Monang Arifin Saleh.
Hadi berharap mudah-mudahan dalam KMAN VI nanti, Masyarakat Adat yang menjadi peserta bisa membantu Program Reforma Agraria. Menurutnya, program itu sangat penting karena tidak semata-mata kita memberikan sertifikat kepada masyarakat.
“Jangan sampai kita memberikan sertifikat, tapi tanahnya tidak dimanfaatkan,” tandas Hadi.
Ia mengatakan bahwa kita perlu memetakan wilayah adat, termasuk hutan adat dan tanah adat. Menurutnya, itu penting karena di hutan pun ada masyarakat.
“Saya lama di Papua,” lanjutnya. “(Di sana, saya) melihat hutan yang ditempati masyarakat. Ini akan jadi masalah apabila masyarakat atau suku, ada di kawasan hutan,” ujarnya.
Hadi menambahkan bahwa suku yang ada di kawasan hutan itu tidak bisa mendapatkan program pendaftaran sertifikat sebab jika diukur, itu akan melanggar peraturan-perundangan yang ada.
“Kita kena pidana,” ujarnya sembari menambahkan bahwa hal yang perlu dilakukan masyarakat sekarang ini, adalah memastikan mana tanah adat dan hutan adat, sehingga apabila investor masuk, sudah ada kepastian hukum.
Hadi menyarankan, dalam KMAN VI nanti, permasalahan itu perlu dibicarakan sebab target untuk pendaftaran, menurutnya, tidak hanya sertifikat, tapi ada peta pendaftaran.
“Ini poin yang bisa diangkat nanti di KMAN VI. Poin yang lebih penting, bahwa di Indonesia, objek lebih banyak, (tapi) subjeknya kurang,” katanya.
Ketua Dewan AMAN Nasional (DAMANNAS) Abdon Nababan yang juga menjadi Ketua Panitia Pengarah KMAN VI, menyambut baik gagasan dari Menteri ATR/BPN soal reforma agraria. Menurutnya, reforma agraria di wilayah adat, sudah ada kesepakatannya tahun 2011 lalu. Namun, terkait urusan hak ulayat, banyak sekali peraturannya, sehingga tidak pernah mendapatkan komitmen yang konkret.
“Di KMAN VI, saya berharap ini nanti kita diskusikan,” kata Abdon di sela-sela pertemuan dengan Menteri ATR/BPN Hadi Tjahjanto di kantornya.
Abdon menyatakan senang bahwa di Kementerian ATR/BPN sekarang sudah ada kemajuan karena sudah ada direktur yang mengurus hak Masyarakat Adat.
“Dulu tidak ada, sekarang sudah ada Direktur. Tapi itu pun, direktur ini masih terlalu kecil (kewenangan dan perannya),” ujarnya. Ia mengusulkan ke depannya ada orang atau unit yang punya otoritas lebih besar di Kementerian ATR/BPN yang bisa ambil keputusan praktis di lapangan. “Sekarang gantung,” katanya.
Abdon menjelaskan bahwa sudah 20 tahun terakhir ini, AMAN melatih Masyarakat Adat untuk melakukan pemetaan wilayah adat secara partisipatif. Ia menambahkan, Kementerian ATR/BPN bisa menggunakan Masyarakat Adat yang dilatih oleh AMAN untuk diintegrasikan ke dalam sistem guna melakukan pendaftaran. Abdon juga menyebut kalau AMAN sekarang ini sudah mendaftarkan sebanyak 20,7 juta hektar wilayah adat.
“Kita bisa mengejar target soal pendaftaran karena Masyarakat Adat tidak minta sertifikat, cukup didaftarkan karena Masyarakat Adat belum hadir di administrasi negara,” kata Abdon.
Ia menyatakan ketidakhadiran negara di tengah Masyarakat Adat, sebenarnya karena Masyarakat Adat belum hadir. Ini disebabkan karena administrasinya tidak benar seperti yang terjadi di Papua sekarang.
Pada kesempatan ini, Abdon minta Menteri ATR/BPN Hadi Tjahjanto bisa hadir di KMAN VI.
“Gagasan sudah banyak, tapi belum pernah kita konsolidasikan menjadi sesuatu yang operasional. Saya berharap di Kongres nanti, ada sesuatu yang Menteri ATR/BPN berikan,” ungkap Abdon.(Sumber-AMAN).