Jayapura – Keluarga dari Alm. Pdt. Yeremia Zanambani menolak otopsi dan peradilan militer bagi pelaku penembakan.
“Pendeta Yeremia Zanambani merupakan korban kekerasan aparat TNI di Kabupaten Intan Jaya, ayah kami Pendeta Yeremia Zanambani telah dibunuh oleh anggota TNI di tanah kami, di Kampung Bomba, Distrik Hitadipa, pada tanggal 19 September 2020,’ ujar anak dari almarhum, Rode Zanambani.
“Ayah kami sebelum meninggal telah mengatakan kepada ibu kami bahwa ia ditembak oleh anggota TNI yang telah lama kami kenal dan dekat dengan kami, pengakuan ayah kami ini benar-benar kami yakini bahwa pelaku pembunuhan ayah kami adalah Anggota TNI,” ujar sang anak.
Dikatakannya pula, telah banyak Tim pencari kebenaran yang telah bertemu. Serta pihak keluarga telah menyampaikan semua informasi tentang peristiwa pembunuhan secara benar.
“Kami juga telah menyampaikan harapan-harapan kami kepada pihak-pihak dimaksud agar kasus ini dapat diungkap secara adil,” ujarnya
Lebih lanjut dikatakannya pihak keluarga telah mendapat informasi bahwa penyelidikan perkara pembunuhan Pdt. Yeremia ini telah dilakukan oleh Kepolisian Daerah Papua dan dalam waktu dekat perkara ini akan dilimpahkan ke POMDAM untuk selanjutnya akan diproses dalam peradilan militer untuk disidangkan.
“Kami sangat tidak sepakat jika proses hukum perkara pembunuhan ayah kami ini dilakukan di peradilan militer, karena kami tidak menyakini peradilan militer dapat mengungkap kebenaran dan menghukum pelaku sesuai perbuatannya serta memberikan keadilan bagi kami,” ucapnya.
“Kami telah melihat banyak pengalaman proses peradilan militer atas kasus-kasus lain di Papua tidak memberikan keadilan bagi para korban. Kami tidak mau mengalami praktek buruk yg sama seperti kasus kasus sebelumnya ini,” ujarnya lagi.
Saat ini keluarga juga menolak pelaksanaan otopsi. ‘Tentang otopsi ini kami keluarga tidak sepakat, karena sebenarnya dengan saksi-saksi, keterangan ahli, petunjuk serta barang bukti yg ada sudah bisa diungkap pelakunya tanpa harus otopsi.
Selain itu otopsi terhadap jenasah ayah kami sangat bertentangan dengan budaya kami. Jika otopsi dilakukan akan terjadi hal buruk pada kami, dan ini tentunya akan menambah beban kami lagi,” ujarnya.
Keluargapun mengeluarkan tiga pernyataan sebagai berikut, pertama, menolak proses hukum perkara pembunuhan ayah kami dilakukan di Pengadilan Militer, kedua menolak dilakukan otopsi terhadap jenasah ayah kami dan ketiga agar proses hukum perkara pembunuhan ayah kami dapat dilakukan di pengadilan HAM. Supaya perkara ini dapat diperiksa secara seadil-adilnya dan pelaku dapat diproses setimpal dengan perbuatannya dan memberikan rasa keadilan bagi kami.