Jayapura – Penolakan terhadap kebijakan Pemerintah Pusat, terkait Tabungan Perumahan Rakyat (TAPERA) yang dianggap bakal menyulitkan masyarakat, kini ditanggapi serius oleh Wakil Ketua II DPR Papua, Edoardus Kaize, SSi.
Pasalnya, kepesertaan Tapera yang sebelumnya hanya dikhususkan kepada Pegawai Negeri Sipil (PNS), kini diperluas kepada pegawai swasta, BUMN, BUMD, BUMDes, TNI/Polri, sampai pekerja mandiri. Bahkan, beban iuran 3 persen untuk program tersebut akan ditanggung bersama oleh pekerja dan perusahaan. Dana potongan bersifat wajib dan akan dikelola oleh Badan Pengelola (BP Tapera).
Sekedar diketahui, sejak TAPERA ditetapkan oleh pemerintah pusat pada 20 Mei 2024, Peraturan Pemerintah Nomor 21 tanun 2024, tentang perubahan atas peraturan Tapera, hingga saat ini masih menuai penolakan
Kendati demikian, Edoardus Kaize akui jika TAPERA itu juga penting untuk masyarakat. Tetapi cara yang digunakan itu yang tidak tepat, sehingga jangan mempersulit masyarakat, sebab para nasabah diminta harus mengumpulkan uang selama 40-an tahun baru mereka bisa terima uang itu untuk beli rumah.
Menurut Politikus PDI Perjuangan Papua itu, mekanisme memperoleh rumah itu yang tidak tepat. Kenapa mereka harus kumpulkan uang selama 40 an tahun. Berapa uang yang mereka kumpulkan baru mereka bisa mendapatkan rumah.
” Kalau saya, kasih mereka rumah itu sekarang biarkan mereka dapat rumahnya dulu. Kalau pun nantinya dia meninggal, kan ada anak cucunya yang melanjutkan angsuran cicilnya hingga lunas. Dari pada harus kumpulkan uang sekian tahun kemudian baru diberikan rumah. Ini sangat tidak masuk akal,” tandas Edo Kaize sapaan akrabnya ketika ditemui Pasific Pos di ruang kerjanya, Senin 10 Juni 2024, petang.
Pada kesempatan itu, ia pun memberikan contoh, jika para nasabah ini mengumpulkan uangnya sekian tahun. Kemudian ada yang tiba tiba meninggal, otomatis orangnya tidak bisa lagi menikmati atau menempati rumah tersebut dari hasil tabungannya itu.
“Anak cucu mereka ini kan sebagai penerus iuran yang nantinya mereka yang akan melanjutkan angsurannya hingga lunas atau selesai. Jadi kalau di kasi jangka waktu 40 tahun, yang bersangkutan mungkin sudah meninggal kalau misalnya dia sekarang punya umur 30 an atau 40 tahun, mungkin dia sudah meningga, sehingga belum sempat mendapatkan rumah dan sempat menikmati rumahnya itu,” ujar Edo Kaize.
“Jadi saya mau usul, rumahnya dikasi dulu kemudian kedepannya akan dicicil hingga lunas. Untuk pegawai-pegawai juga begitu terima SK lansung diberikan rumah, kemudian akan dicicil dengan cara potong gaji pegawai yang mengambil rumah. Sehingga mereka tidak perlu lagi pergi kos rumah atau sewa rumah,” sambungnya.
Apalagi tandas Edo Kaize, rumah itu menjadi kebutuhan pokok yang setiap orang harus mempunyai tempat tinggal. Tempat berteduh dari panas dan hujan. Masa harus menunggu sekian puluh tahun baru mereka bisa mendapatkan rumah?
Terkait dengan kebijakan TAPERA ini, Edo Kaize menduga ada maksud lain atau maksud tertentu sehingga meminta masyarakat harus mengumpulkan uangya untuk dapat digunakan urusan lain.
“Kalau ada maksud lain untuk diharuskan kumpul uang dulu sekian tahu, itu karena ada urusan lain yang negara punya. Tapi jangan pakai TAPERA sebagai alasan. Sebaiknya bikin yang lain. Jangan TAPERA ini hanya modus untuk mengumpulkan uang diatas kepentingan negara, lalu melegalkan TAPERA. Ini tidak boleh karena yang namanya melanggar aturan itu semua tidak boleh,” tekannya (Tiara).