Jayapura – Tiga pimpinan DPR Papua membantah isu yang saat ini sedang beredar di tengah masyarakat, yang mengklaim bahwa Pimpinan DPR Papua tidak menandatangani surat untuk Presiden Republik Indonesia, terkait tujuh terdakwa kerusuhan Papua yang telah dituntut Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Papua dengan ancan 5 – 17 tahun di Pengadilan Negeri Balik Papan, Kalimantan Timur.
Alasan pihaknya belum menandatangani surat itu lantatan masih menunggu berbagai proses dan juga perlu pertimbangan yang matang. Selain itu tidak ada koordinasi saat melakukan rapat bersama sejumlah pimpinan fraksi
Untuk menanggapi hal itu, Ketua DPR Papua, Jhony Banua Rouw, SE, didampingi Wakil Ketua II DPR Papua, Edoardus Kaize, SS dan Wakil Ketua III DPR Papua, Yulianus Rumbairussy, SSos, MM bersama Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPR Papua, Paskalis Letsoin, SH, MH dan Sekretaris Fraksi Golkar DPR Papua, Tan Wie Long, SH saat memberikan klarifikasi secara langsung di gedung DPR Papua, Selasa, (16/6), malam.
“Memang banyak beredar isu bahwa kami pimpinan DPR Papua tidak menandatangani surat yang ke Presiden. Oleh sebab itu, kami akan mengklarifikasi supaya rakyat tahu sesungguhnya seperti apa, dan apa alasannya kenapa kami belum tandatangan itu,” kata Ketua DPR Papua, Jhony Banua kepada wartawan.
Sementara itu, Wakil Ketua III DPR Papua, Yulianus Rumbairussy saat membacakan klarifikasi surat pernyataan sikap DPR Papua tanggal 11 Juni 2020 itu yang didalamnya menyatakan, sangat bersimpati dan berempati atas permasalahan hukum yang dihadapi oleh Ferry Gombo Cs di Kalimantan Timur.
“Dan kami menolak dengan tegas semua bentuk tindakan rasisme di Indonesia,” tegas Yulianus Rumbairussy saat membacakan klarifikasi surat itu.
Bahkan, lanjut Rumbairussy, bukti simpati itu, ditandai dengan sejak pertama kali Ferry Gombo Cs ditahan di Mako Brimob, pimpinan DPR Papua mendatangi dan menjenguk untuk memberikan jaminan agar mereka diperlakukan dengan baik, bahkan menerima berbagai aspirasi terkait masalah tersebut sejak tanggal 11 Maret 2020.
Berkaitan dengan adanya pernyataan bahwa ‘Kami pimpinan DPR Papua tidak mau menandatangani surat yang ditujukan ke Presiden Republik Indonesia’, kata Yulianus Rumbairussy, itu adalah pernyataan yang tidak berdasar dan cenderung mendiskreditkan pimpinan DPR Papua.
Menurut Politisi Partai Amanat Nasional (PAN). itu, sesungguhnya pimpinan DPR Papua akan menandatangani surat pernyataan itu, setelah didiskusikan antara pimpinan dewan, pimpinan fraksi dan Komisi I DPR Papua menyangkut tujuan surat yang seharusnya di alamatkan kepada Presiden Republik Indonesia, namun pada surat yang telah ditetapkan pada tanggal 11 Juni 2020 ternyata ditujukan kepada Ketua Pengadilan Tinggi Kalimantan Timur.
Selain itu, tanggal surat seharusnya diterbitkan pada tanggal 12 Juni 2020 setelah merangkum semua aspirasi dari kelompok Cipayung, seruan para Pastor Khatolik Pribumi dari 5 Keuskupan dan menunggu hasil rapat Forum Komunikasi Umat Beragama yang semuanya diterima oleh pimpinan DPR Papua pada 12 Juni 2020.
Akan tetapi pada tanggal 11 Juni 2020, surat pernyataan sikap DPR Papua telah mengakomodir semua aspirasi dari kelompok stakeholder yang disebut diatas.
Yulianus Rumbairussy pun menjelaskan, jika surat pernyataan yang meminta tandatangan pimpinan DPR Papua belum ditandatangani oleh 6 pimpinan fraksi dari 8 fraksi DPR Papua.
“Namun, tanpa sepengetahuan kami, surat itu telah diantar untuk diserahkan kepada Presiden Republik Indonesia,” ungkap
Yang jelas, ungkap Yulianus Rumbairussy, jika pimpinan dan anggota DPR Papua tetap akan terus bekerja dan memonitor perkembangan masalah hukum yang dihadapi Ferry Gombo Cs.
Ketua DPR Papua Jhony Banua Rouw kembali menambahkan bahwa contoh surat sikap DPR Papua itu, memang ditujukan kepada Ketua Pengadilan Tinggi Kalimantan Timur.
“Nah, itu surat yang dikasih untuk kami tandatangani. Ini tanggal 11 yang kami keberatan. Di dalam surat ini, juga sudah mengakomodir apa yang kami bicarakan. Ini membuktikan bahwa ketika kami diminta tandatangan, tetapi baru dua pimpinan fraksi yang tandatangan surat itu, lalu minta kami pimpinan DPR Papua untuk tandatangan untuk mendahului,” jelas Jhony Banua.
Mestinya, jelas Jhony Banua, setelah semua pimpinan fraksi tandatangani, baru kemudian dibawa kepada pimpinan DPR Papua untuk tandatangan.
“Masak kondisi begini, suruh kami tandatangan. Saya pikir ini, hirarki kerja kita, diproses yang baik dan benar. Mungkin itu alasan kenapa kami belum tandatangan. Ini berbeda ya, bukan kami tidak mau tandatangan,” ucaopnya.
Bahkan, Jhony Banua mengaku tidak ada koordinasi saat rapat yang dipimpin Ketua I DPR Papu, DR. Yunus Wonda,SH.MH bersama dengan sejumlah pimpinan fraksi di DPR Papua
“Tidak ada koordinasi yang terang. Pak Wonda tidak ada koordinasi dengan kami,”bebernya.
Masih ditempat yang sama, Sekretaris Fraksi Golkar DPR Papua, Tan Wie Long, SH menambahkan, terkait berbicara pendapat fraksi dan dimintai pertanggungjawaban untuk mendukung tandatangan, minimal Fraksi Golkar itu harus berkoordinasi dengan pimpinan partai politik.
“Kenapa saya sebagai sekretaris fraksi tidak mau tandatangan? Karena saya ada ketua fraksi dan saya harus melaporkan secara hirarki. Tidak bisa saya mengambil keputusan untuk tandatangan segala sesuatu atas nama fraksi, tanpa persetujuan ketua fraksi,” ujar Tan Wie Long.
Wakil Ketua III DPR Papua, Yulianus Rumbairussy kembali mengatakan, jika memang pihaknya perlu meminta klarifikasi pimpinan fraksi sebelum menandatangani pernyataan sikap tersebut.
“Kita berharap pada hari Senin, 15 Juni 2020, kita bisa bersama-sama bicara supaya kita menandatangani itu. Namun, ternyata hari Senin, aspirasi itu sudah ‘terbang’. Itu yang membuat kita tidak sempat mendatangani itu,” tuturnya.
Yang jelas, kata Yulianus Rumbairussy, pimpinan DPR Papua sama sekali tidak ada pikiran tidak mau menandatangani surat tersebut.
“Jadi bukan kami tidak mau tandatangan, tapi memang kita sedang menunggu proses berjalan baik, supaya aspirasi kita ini punya legitimasi yang lebih kuat dari lembaga ini, apalagi ditujukan langsung kepada Presiden,”terangnya.