Jakarta – Kepala Staf Kepresidenan, Jenderal TNI (Purn) Dr. Moeldoko meminta International Tripartite Rubber Council (ITRC) atau Dewan Karet Tripartit Internasional bisa berperan lebih optimal untuk meningkatkan industri karet dan kesejahteraan petani karet di negara anggota ITRC.
Sebagai informasi, ITRC terdiri dari perwakilan dari tiga negara produsen karet terbesar di dunia, yakni Indonesia, Malaysia, dan Thailand. ITRC dibentuk pada 2001 dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan petani karet dan stabilitas harga karet.
Dalam pertemuan dengan perwakilan Malaysia Rubber Council (MRC) atau Dewan Karet Malaysia, di gedung Bina Graha Jakarta, Jum’at (5/1), Moeldoko mengatakan Indonesia bersama Malaysia dan Thailand telah menandatangani Deklarasi Bali atau Bali Declaration pada 2001. Dalam deklarasi tersebut, kata dia, ketiga negara sepakat untuk memastikan pendapatan yang adil dan menguntungkan bagi petani karet kecil.
“Kita harus bersama-sama memiliki komitmen untuk menaikkan kesejahteraan para petani karet rakyat di negara-negara anggota ITRC,” tegas Moeldoko.
Ia mengungkapkan kondisi industri karet di Indonesia saat ini terus merosot sebab pasokan bahan baku semakin minim. Hal ini dipengaruhi oleh terus menurunnya produktivitas petani karet.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) produk domestik bruto (PDB) atas dasar harga konstan (ADHK) dari industri karet, barang dari karet, dan plastik sebesar Rp 15,85 triliun pada kuartal II/2023, atau turun 7,18 persen pada periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 16,6 triliun.
“Padahal Indonesia salah satu negara produsen karet terbesar di dunia. Ini sangat ironis,” tegas Moeldoko.
Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) ini pun menyambut baik usulan kerjasama Malaysia Rubber Council (MRC) atau Dewan Karet Malaysia terkait penerapan teknologi untuk penyadapan karet, yakni micro cut tapping system.
Teknologi ini dinilai dapat meningkatkan produksi karet hingga 50 persen, bahkan lebih. Selain itu juga dapat dilakukan saat hujan sehingga meningkatkan produktivitas perkebunan karet secara keseluruhan.
“Usulan MRC (micro cut tapping system) sangat bagus untuk diimplementasikan di perkebunan karet di Indonesia. Karena akan meningkatkan produksi karet per hektar per tahun, dan juga pohon karet bisa hidup lebih lama,” tuturnya.
Moeldoko berharap agar terlebih dahulu dilakukan piloting penerapan teknologi micro cut tapping system pada lahan karet rakyat dari awal simulasi, penyadapan, dan pengumpulan hasil penyadapan. Hal ini untuk mengetahui efektivitas dan efisiensi waktu dari teknologi tersebut.
Sebelumnya pada kesempatan yang sama, Chairman Malaysia Rubber Council (MRC), Dato Seri Supardi Md Noor mengatakan, penerapan teknologi penyadapan micro cut tapping system di Malaysia berhasil meningkatkan produktivitas karet rakyat. Jika sebelumnya produksi hanya menghasilkan 1,4 ton per hektare per tahun, kini setelah diterapkan teknologi tersebut produksi karet mencapai 5,18 ton per hektare per tahun.
Hanya saja, imbuh Dato Seri Supardi, implementasi teknologi penyadapan micro cut tapping system per pohon karet membutuhkan biaya yang cukup mahal, yaitu USD11 per pohon per tahun.
“Ini tentu dirasa akan sangat memberatkan buat petani rakyat, sehingga dibutuhkan skema pembiayaan yang inovatif untuk dapat mengakomodir gap tersebut,” terangnya.
Lebih lanjut, Dato Seri Supardi menyampaikan MRC telah menunjuk entitas bisnis yang akan membantu formulasi skema pembiayaan untuk penerapan teknologi penyadapan micro cut tapping system pada perkebunan karet rakyat dan lainnya. Mulai dari pengolahan, produk jadi, hingga pemasaran ke seluruh dunia.
“Kami (MRC) siap bekerjasama agar teknologi tapping yang saat ini sedang diimplementasikan di Malaysia dapat segera diterapkan pada lahan-lahan perkebunan karet rakyat maupun milik pemerintah di Indonesia,” pungkasnya.