Jayapura -Dalam kunjungan kerja ke Kota Jayapura, Ketua Komite II DPD RI, Yoris Raweyai meluangkan waktu ke DPR Papua, dan langsung diterima Wakil Ketua I DPR Papua, DR. Yunus Wonda SH MH didampingi sejumlah anggota DPR Papua, Rabu 9 Maret 2022.
Dalam pertemuan itu, Wakil Ketua I DPR Papua, DR. Yunus Wonda, SH MH telah menyerahkan aspirasi penolakan pembentukan Daerah Otonom Baru (DOB) atau pemekaran provinsi itu kepada Ketua Komite II DPD RI, Yoris Raweyai saat bertandang ke DPR Papua.
Dimana sebelumnya, aspirasi penolakan terhadap pembentukan DOB atau pemekaran wilayah yang disampaikan sejumlah elemen dalam aksi unjuk rasa, pada Selasa, 8 Maret 2022, dan langsung mendapat respon dari DPR Papua.
“Kami sudah menyerahkan aspirasi penolakan DOB di Papua itu kepada bapak Yoris Raweyai dalam kunjungan ke DPR Papua, dalam rangka mendengarkan semua aspirasi – aspirasi yang masuk ke DPR Papua, termasuk aspirasi yang kemarin disampaikan oleh mahasiswa yakni penolakan pemekaran atau DOB di Papua,” kata Yunus Wonda kepada sejumlah Wartawan di ruang kerjanya, usai pertemuan, Rabu 9 Maret 2022.
Selanjutnya kata Yunus Wonda, DPR Papua juga bakal menyerahkan aspirasi penolakan pemekaran itu ke Komisi II DPR RI.
Dalam pertemuan tertutup itu, Yunus Wonda juga menyampaikan bahwa sebagian besar rakyat Papua terus menyampaikan penolakan pemekaran di Provinsi Papua.
Pasalnya kata Yunus Wonda, banyak alasan penolakan pemekaran Papua itu, yang bisa menjadi referensi pemerintah pusat dan DPR RI untuk melihat secara keseluruhan dari aspirasi rakyat Papua, bukan hanya mendengar dari satu dua orang atau kelompok dan elit politik di Papua.
“Pak Yoris, bakal sampaikan itu dan sebagai anggota DPD RI beliau akan menyerahkan semua aspirasi kepada DPR RI dan pemerintah bahwa ada dinamika – dinamika yang terjadi di Papua,” ujar Yunus Wonda.
Apalagi, kata Politikus Partai Demokrat itu, jika saat ini di Papua terjadi banyak konflik, satu daerah belum selesai, namun muncul lagi di daerah lain.
“Ini seolah menjadi lingkaran konflik yang terjadi di Papua. Untuk itu, pemerintah pusat juga harus serius melihat hal ini, sehingga ke depan bisa menjadi konflik sesama orang Papua sendiri,”imbuhnya.
Yunus Wonda pun mencontohkan adanya perdebatan penentuan ibu kota provinsi antara Mimika dan Nabire. Hal itu jika tidak ditangani secara baik, maka bisa saja melahirkan konflik baru antar masyarakat di daerah itu. Sebab ada pengalaman di Timika terkait pemekaran provinsi sehingga terjadi korban.
“Apakah pusat mau melihat terus Papua menjadi daerah konflik? Makanya harus dikaji dengan baik,” tekannya.
Bahkan, menurut Legislator Papua itu, semestinya pemerintah pusat menyelesaikan konflik yang terjadi di Papua, dari pada bicara tentang pemekaran.
“Kalau memang ingin bicara supaya tidak terjadi pro dan kontra, mari kita buka ruang yang besar atau mubes dengan mengundang semua lapisan masyarakat, tokoh masyarakat, intelektual, mahasiswa dan lainnya. Sehingga disitu kita lihat mana yang setuju dan tidak setuju. Jadi, harus ada ruang itu, tidak bisa hanya satu dua orang mewakili kelompok atau wilayah tertentu untuk bicara pemekaran,” tandas Yunus Wonda.
“Apalagi, kami juga sudah sampaikan semua permasalahan tentang Papua dan saya pikir pak Yoris sangat memahami masalah Papua ini, karena beliau adalah bagian dari anak Papua juga. Jadi dalam pertemuan itu, yang kami sampaikan adalah dinamika – dinamika yang terjadi, yaitu penolakan pemekaran dan lainnya,” timpalnya.
Kata Yunus Wonda, bisa saja pemekaran terjadi sesuai keinginan pemerintah pusat, namun ketika terjadi konflik, maka pemerintah pusat harus mampu menyelesaikannya. Bukan dengan mengirim pasukan ke Papua.
“Papua bukan lagi menjadi tempat anjing buruan. Buat Papua untuk mencintai Negara ini. Jangan membuat kegagalan bahwa kami tidak bisa menyelesaikan konflik di Papua. Pemerintah pusat harus hadir untuk melihat secara keseluruhan, kenapa Papua terus terjadi konflik? Nah, ini akar permasalahannya harus diselesaikan,” tegas Yunus Wonda atau disingkat YW.
Yunus Wonda menambahkan, jika pihaknya meminta Presiden untuk segera menyelesaikan masalah Papua, bukan cuman pembangunan infrastruktur, tetapi akar masalah di Papua ini harus diselesaikan.
“Sebab, generasi Papua akan terus terbawa dalam dendam itu. Suatu saat akan menjadi masalah yang besar, ketika anak-anak dalam konflik ini, mereka akan jadi dewasa. Artinya, kita tidak menghilangkan konflik, tapi melahirkan konflik – konflik yang baru di kemudian hari,” cetusnya. (Tiara).