Jayapura – Bobroknya pelayanan di RSUD Dok 2 Jayapura ini kembali menyita perhatian publik, untuk itu DPR Papua kembali melakukan inspeksi mendadak (sidak) di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD ) Dok 2 Jayapura, pada Rabu siang, 4 September 2024.
Padahal, RSUD Jayapura ini merupakan rumah sakit rujukan dan terbesar di Provinsi Papua, namun dari tahun ke tahun permasalahan yang ada dalam rumah sakit tersebut belum juga bisa terselesaikan.
Temuan ini terungkap setelah pihak DPR Papua melakukan rapat bersama dan langsung melakukan inspeksi mendadak (sidak) di Ruang Banggar DPR Papua, yang berdampak langsung pada pelayanan kesehatan masyarakat.
Sekedar diketahui, sidak ini merupakan tindak lanjut dari demonstrasi yang dilakukan oleh perawat RSUD Dok II Jayapura pada Selasa 3 September 2024, terkait habisnya alat pendukung cuci darah bagi pasien.
Sehingga sidak ini pun dipimpin langsung Ketua DPR Papua, Jhony Banua Rouw, SE bersama Ketua Komisi V DPR Papua, Kamasan Jack Komboy, anggota Komisi V DPR Papua, Timeles Jikwa, SE dan Wakil Ketua Komisi III DPR Papua, H. Junaedi Rahim serta sejumlah Staf DPR Papua.
Ketua DPR Papua, Jhony Banua Rouw, SE mengungkapkan bahwa hasil rapat menunjukkan adanya miskomunikasi di antara jajaran manajemen RSUD Jayapura.
“Dari pertemuan kita, kami menemukan adanya perencanaan yang tidak tepat dan miskomunikasi dalam koordinasi manajemen. Akibatnya, reagen (bahan yang dipakai cuci darah) yang sangat dibutuhkan tidak tersedia,” kata Jhony Banua Rouw atau yang akrab disapa JBR kepada sejumlah wartawan usai sidak di RSUD Dok 2 Jayapura.
Bahkan, kata Jhony Banua, mereka telah mengusahakan ketersediaan reagen bagi pasien sesingkat-singkatnya sesuai janjinya kepada pihak keluarga pasien.
“Malam ini mereka akan mengirim reagen dengan pesawat, dan besok pagi sudah bisa melakukan cuci darah di RS Dok II. Tidak boleh ada penundaan lagi,” tuturnya.
Namun lebih mengejutkan lagi, ungkap Jhony, pembiayaan untuk cuci darah pasien itu dana sebesar Rp21 miliar namun baru terserap Rp 1,9 miliar tetapi bahan sudah habis terpakai.
“Ada pembiayaan untuk cuci darah itu Rp. 2,1 miliar yang baru terserap Rp 1,9 Miliar. Artinya masih ada uang sisa yang belum terserap. Tapi realita hari ini bahannya tidak ada berarti kan bukan soal uang uangnya. Ini uang masih ada tapi barang yang tidak ada sama obat-obatan, juga begitu uangnya masih ada dong, tapi obat-obatan tidak ada,” ungkap JBR.
Selain masalah reagen, ketua DPR Papua ini juga menjelaskan beberapa permasalahan lainnya seperti BPJS yang tidak efektif.
“Di mana ada tenaga-tenaga medis yang belum menerima pembayaran meskipun klaim BPJS sudah diselesaikan hingga bulan April. Artinya di BPJS ada jasa di situ yang harusnya sudah bisa diselesaikan tapi sampai bulan ini tenaga medis masih mengeluh soal mereka punya jasa,” bebernya
Padahal kata Jhony Banua, pihaknya (DPR Papua) telah mengalokasikan dana tambahan sebesar Rp.24 miliar untuk 3 rumah sakit milik Pemerintah Provinsi Papua demi untuk pelayanan kesehatan bagi masyarakat.
“Karena uang kita sudah siapkan untuk bantu mereka tidak boleh mereka pulang dari RSUD Dok II dengan alasan bahwa tidak ada obat, tidak ada uang itu tugas pemerintah untuk berikan pelayanan dan jaminan kesehatan bagi setiap warga Indonesia lebih khusus orang asli Papua,” tegas Jhony Banua Rouw.
Bahkan, Ketua DPR Papua itu juga membeberkan adanya kelompok-kelompok kepentingan didalam manajemen RSUD Jayapura itu
“Kami minta tidak ada lagi kelompok-kelompok, tidak ada lagi kepentingan-kepentingan di sini. Tugas kita adalah layani masyarakat kita tidak boleh lagi karena dengan adanya kelompok-kelompok itu, lalu masyarakat kita yang susah,” tekannya.
Dalam menanggapi temuan ini, Ketua DPR Papua, Jhony Banua menegaskan dua hal yakni, menjamin pelayanan kesehatan bagi masyarakat, terutama orang asli Papua, yang tidak memiliki BPJS atau mengalami sakit berat dan segera menyelesaikan pembayaran gaji serta honor para tenaga medis.
“Kita mau orang asli Papua harus dapat jaminan itu. Banyak orang Papua kita yang tidak punya BPJS datang, mereka harus dilayani,” tandasnya.
Selain masalah kekosongan reagen dan obat obatan DPR Papua juga menyoroti masalah air bersih serta menumpuknya sejumlah pasien di ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD).
“Dalam sidak ini, ternyata kami juga temukan obat Paracetamol saja itu tidak ada. Sehingga banyak sekali pasien yang mengeluh, karena harus beli obat diluar. Selain itu ada banyak pasien yang menumpuk di ruang IGD, dikarenakan ruangan masih tahap perbaikan. Hanya saja toilet di IGD itu dalam kondisi rusak sehingga tidak dapat digunakan pasien. Bahkan juga ada beberapa ruangan tidak ada air,”ujar JBR.
Dikatakan, dengan kondisi ini membuat sebagian pasien memilih untuk pulang atau rawat jalan.
”Tadi saya coba ke WC (toilet) di IGD, sesuai dengan penyampaian pasien bahwa kamar mandinya rusak. Dan ternyaya setelah saya membuktikannya sendiri memang benar kamar Toiletnya tersumbat. Jadi pasien tidak bisa gunakan,” ungkapnyan
Untuk itu, Politisi NasDem Papua itu meminta kepada pihak rumah sakit agar persoalan ini secepatnya diatasi karena ini menyangkut pelayanan publik.
Padahal sambungnya, dari DPR Papua sudah tambah anggarannya selain itu juga ada Rumah Sakit Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) yang sebenarnya bisa menggunakan jasa atau BPJS yang masuk langsung untuk membiayai kembali.
“Jadi saya pikir bagian manajemen harus dibenahi dengan baik supaya bisa ditata kembali dengan baik. Karena kita mau orang asli Papua harus dapat jaminan itu. Ada banyak orang Papua kita yang tidak punya BPJS datang, mereka itu harus dilayani,” tandas Ketua DPR Papua itu. (Tiara).