Jayapura – Dalam menyikapi kasus penembakan di Kabupaten Puncak, Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) meminta kepolisian harus bekerja secara profesional untuk mengungkap dan memproses hukum pelaku penembakan di Kabupaten Puncak.
Terkait dengan kejadian itu, Ketua DPR Papua, Jhony Banua Rouw, SE mengatakan pihaknya mengutuk keras tindakan sewenang-wenang penembakan terhadap empat pelajar dan satu Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kabupaten Puncak, Papua pada 20 November 2020 lalu.
Oleh karena itu, Politisi Partai NasDem ini mendorong kepolisian berkerja profesional dalam mengungkap dan memproses hukum siapapun pelakunya.
“Kesempatan ini, kami menyampaikan belasungkawa yang mendalam terutama kepada keluarga korban, sekaligus mengecam tindakan yang tidak manusiawi ini. Siapapun tentu tidak bisa menerima ini. Anak-anak sekolah dan satu pegawai negara harus meninggal dengan cara keji. Pihak berwajib harus mengusut dan memproses hukum pelaku, apalagi ada saksi hidup dan barang-barang bukti,” kata Jhony Banua Rouw dalam keterangan persnya di Jayapura, Sabtu (5/12).
Menurutnya, dari lima orang tersebut, empat di antaranya meninggal dunia. Mereka adalah Atanius Murib, Les Mosip, Wenis Wenda, dan Akis Alom (ASN Dinas Pertanian Puncak).
Sementara Manus Murib (16) selamat dan menjadi korban selamat dari peristiwa naas tersebut.
Ketua Panitia Khusus (Pansus) Kemanusiaan DPR Provinsi Papua, Feryana Wakerkwa, S. IP, M mengungkap temuan Pansus Kemanusiaan di lokasi penemuan empat jenazah berupa selongsong peluru, tas alat ibadah berwarna loreng dengan logo dan tulisan Alat Ibadah TNI.2018.757, bungkus makanan kaleng, bungkus air minum, bungkus tissue basah, bungkus supermie.
“Barang-barang bukti itu ditemukan oleh enam orang teman dan kerabat keluarga korban yang hendak pergi memastikan keberadaan Atanius Murib yang ditembak dan meninggal dalam perjalanannya pulang ke kampung halaman untuk merayakan Natal bersama orang tuanya,” kata Feryana Wakerkwa.
Lanjut dikatakan, selain barang-barang bukti yang sudah diamankan oleh pihak keluarga korban dari lokasi kejadian, pihaknya juga sudah mendengar langsung kesaksian Manus Murib yang selamat.
“Kesaksiannya penting sekali sehingga kami juga mendorong adanya jaminan keamanan bagi Manus,” harap Feryana Wakerkwa yang juga Sekretaris Komisi 1 DPR Provinsi Papua.
Wakil Ketua Komisi 1 DPR Provinsi Papua, Paskalis Letsoin, menegaskan pentingnya pendampingan hukum bagi keluarga korban untuk mengawal proses pengungkapan pelaku dan upaya memberikan rasa keadilan bagi korban dan keluarga.
“Sampai hari ini sudah masuk 15 hari sejak hari penembakan terjadi dan kami mendapati belum adanya pendampingan hukum bagi keluarga korban maupun saksi,” kata Paskalis.
Selain itu, dari pihak kepolisian juga mengutarakan belum menerima laporan dari pihak keluarga korban, dan belum mendapatkan keterangan lebih jauh, atau pun alat-alat bukti yang bisa dipakai untuk diproses.
“Sehingga kami mendorong adanya upaya keterbukaan dari pihak keluarga korban agar memperlancar upaya proses hukum sehingga setidaknya bisa memberikan rasa keadilan bagi korban dan keluarga, meskipun itu kecil,” kata Letsoin, mantan Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua.
Sementara itu, Anggota Pansus Kemanusiaan DPR Papua, Laurenzus Kadepa menyoroti pemerintah daerah Kabupaten Puncak yang dinilai alpa dalam hal kehadirannya bersama rakyat Puncak terutama pasca peristiwa penembakan lima warga sipil tersebut.
“Kalau bicara popularitas di media, okelah. Tetapi, Bupati di mana saat warganya di tembak dengan seenaknya saja di daerahnya. Padahal Penting kehadiran seorang pemimpin, kepala daerah, secara fisik di tengah-tengah masyarakatnya,” tandas Kadepa yang juga sebagai anggota Komisi I DPR Papua bidang Pemerintahan, Politik, Hukum dan HAM.
Apa lagi kata Kadepa, laporan yang pihaknya terima di lapangan, masyarakat tidak leluasa beraktifitas di luar rumah karena semua aktivitas harus dihentikan dan kembali ke rumah masing-masing.
“Jam 5-6 sore jalanan sudah sepi di dalam kota. Beberapa gereja bahkan tidak bisa melangsungkan agenda rutinitas gereja setiap Desember atau dibilang Gerbang Natal,” ujar Kadepa.
“Ini artinya rakyat belum merasa aman. Kami minta Kepala Daerah harus berikan jaminan keamanan dan kenyamanan bagi seluruh masyarkat di Puncak,” timpalnya.
Namantus Gwijangge yang juga sebagai anggota Pansus Kemanusiaan menjelaskan, dari kerja Tim Pansus kemarin pihaknya sudah melakukan rapat dan memyimpulkan bahwa saksi dan alat bukti sudah cukup jelas untuk memberikan rekomendasi-rekomendasi penting dalam proses penyelesaian.
Kemudian dari hasil kerja Tim Pansus sudah melakukan upaya-upaya sesuai dengan tugas Pansus.
“Jadi tugas kami tim Pansus untuk memberikan rekomendasi-rekomendasi kepada pihak-pihak yang berwenang untuk melakukan penyelesaian-penyelesaian kasus ini nanti. Sehingga dari semua fakta-fakta yang terkumpul di Pansus, kami sangat berharap terutama di masa bulan Desember ini atau bulan perayaan Natal ini tidak boleh lagi ada penembakan-penembakan. Baik itu dari pihak TPM OPM maupun pihak TNI/Pokri,” tegasnya.
Sebab kata Namantus, setiap bulan Desember selalu saja terjadi konflik. Seakan akan bulan Desember ini menjadi bulan jatuhnya korban rakyat sipil.
“Hampir setiap tahun di bulan Desember selalu saja ada korban penembakan. Sehingga kami sangat berharap supaya selama di bulan Desember ini dan bulan-bulan berikutnya tidak boleh lagi terjadi penembakan, baik dari pihak manapun,” harapnya.
Sementara itu, anggota Pansus Kemanusiaan lainnya, Decky Nawipa menambahkan, dalam menyikapi peristiwa ini, pihaknya hadir atas nama negara untuk menginvestigasi persoalan-persoalan tersebut.
“Karena selama ini kami menilai setiap peristiwa penembakan yang terjadi tidak pernah kita menyebut siapa dia pelakunya. Entah itu TPM OPM maupun TNI/Polri karena masing-masing selalu menjaga nama institusi. Sehingga pelakunya tidak pernah kita sebut,” kata Decky Nawipa.
Menurutnya, ini yang membuat rakyat Indonesia lebih khusus rakyat Papua tidak percaya terhadap TNI/Polri maupun TPM OPM, lantaran tidak pernah jelas siapa dia pelakunya.
“Kita tidak pernah menyebut itu. Kalau memang kita benar-benar ingin mengamankan dan mengayomi rakyat, maka mari kita sebut dia, siapa pelakunya dan proses dia secara hukum. Karena setiap tahun jatuh korban dan kita tidak pernah sebut pelakunya, sehingga kepercayaan rakyat kepada negara makin hari makin menurun,” tekannya.
“Jadi kami DPR hadir disana, bukan kami mau membela TPN OPM atau TNI/Polri. Kami hadir disana karena satu misi khusus yaitu Kemanusiaan. Entah itu rakyat pribumi disana ataupun pendatang yang jadi korban, kami tetap ada disana untuk melindungi rakyat,” timpalnya.