Jayapura – Penyelenggaraan Pemilu 2024 yang dilaksanakan secara serentak pada 14 Februari 2024, yang dinilai tidak beretika dan sangat brutal, kini masih menjadi sorotan.
Terkait dengan hal tersebut, Dewan Kehornatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI menyebut bahwa Provinsi Papua paling terbanyak dilaporkan terkait kasus penyelengaraan Pemilu pada 14 Februari 2024, lalu.
Sekedar diketahui, DKPP adalah merupakan lembaga yang bertugas untuk menangani berbagai persoalan pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu.
“Untuk pengaduan yang masuk di tahun 2024 ini ada 7,” ungkap anggota DKPP RI, Ratna Dewi Pettalolo kepada sejumlah wartawan dalam kegiatan Ngobrol Etika Penyelenggara Pemilu dengan Media ( Ngetren Media), yang berlangsung di Hotel Swisbell Ruko Jayapura, Sabtu 27 Februari 2024.
Bahkan, Ratna Dewi pun membeberkan, saat ini ada satu kasus yang sementara dalam tahapan proses persidangan.
” Ya baru satu yang sementara ini tengah berproses. Karena yang enamnya masih mengantri. Masih ada di verifikasi materi, jadi belum sampai. Saya kebetulan di persidangan, jadi belum ada perlimpahan,” beber Ratna Dewi.
Pada kesempatan itu, anggota DKPP RI ini pun tekankan, pelaksanaan Pemilu kepala daerah pada November 2024 mendatang, tidak akan berhasil tanpa dukungan dari semua pihak dan media.
“Baik dari pihak masyarakat, wartawan, pemerintah, partai politik, dan para Paslon dalam hal ini pasangan calon kepala daerah,” tekannya
“Jadi semua harus kerjasama. Sebab, jika kita tidak bekerja sama dengan integritas yang tinggi dengan proses personalisme yang tinggi, maka Pemilu ini tidaka akan berjalan dengan baik,” tandas Ratna Dewi
Sementara itu, Tim Pemeriksaan Daerah (TPD) Provinsi Papua Unsur Masyarakat, Hanny Grasius Didius Tanamal menambahkan, ada satu kasus yang sedang di proses saat ini adalah persoalan kode etik terhadapa Bawaslu di Kabupaten Kepulauan Yapen.
“Satu kasus yang baru selesai sidang, yaitu berkaitan dengan persoalan kode etik dari teman teman Bawaslu di Yapen dan itu sudah diputuskan dan teman teman juga bisa ikuti di DKPP, itu hasil keputusannya,” ungkapnya.
Namun ia pun berharap, di Pemilu Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) pada November 2024 mendatang, harus lebih baik dan beretika dari Pilkada sebelumnya.
“Ya kita juga berharap ada netralitas ASN. Dan politik uang itu juga harus lebih di minimalisir supaya jangan sampai itu menjadi persoalan persoalan yang bisa menimbulkan konflik antara masyarakat itu sendiri, ” ujar Hanny, sapaan akrabnya.
Pasalnya lanjut Hanny, ada beberapa kasus bentrok yang terjadi di Kota Jayapura, lantaran terindikasi politik uang.
“Seperti kasus kemarin itu, masalah politik uang karena antar suku bisa bentrok bahkan teman teman wartawan juga tahu itu di daerah Angkasa. Itu semua dipicu karena persoalan politik . Juga terjadi di belakang Walikota dan ini jadi persoalan besar,” kata Hanny.
Untuk itu, ia menghimbau agar semua pihak dapat mengawasi pelaksanaan Pemilu, agar hal hal tersebut tidak terulang lagi.
“Jadi mari kita sama sama mengawasi itu dan memberikan sosialisasi untuk masyarakat, sehingga masyarakat pun paham tentang hal tersebut.,” ajaknya
Hanny juga mengingatkan, harus ada rasa kepedulian untuk melakukan pesta demokrasi Pilkada ini dengan baik. (Tiara).