Jayapura, – Merebaknya kasus covid-19, tak dipungkiri memang membuat sejumlah tenaga medis jadi kewalahan, sehingga dalam mendiagnosis pasien kerap terjadi kesalahan.
Seperti halnya yang dialami salah satu masyarakat yang bermukim di Koya Barat, Aligone Yikwa (40) yang meninggal dunia lantaran jatuh dari atas pohon pinang dengan ketinggian sekitar 20 meter, yang kemudian terpental jatuh di atas tumpukan batu dan kayu. Akibat kejadian naas itu, hingga mengakibatkan seluruh urat tangan kanan dan kirinya putus, termasuk urat di bagian belakang. Namun pihak keluarga kecewa dan marah, karena dari hasil rapid test RSUD Jayapura, korban dinyatakan positif covid.
Padahal menurut pengakuan dari pihak keluarga korban, sebelum Aligone Yikwa di rujuk ke RSUD Jayapura, pasien tersebut sempat di bawa ke rumah sakit yang ada di Koya Barat. Dan di rumah sakit ini, hasil rapid testnya dinyatakan negatif.
Tak terima dengan hasil pemeriksaan petugas medis yang ada di ruang UGD RSUD Jayapura, bahkan keluarga menduga telah terjadi kesalahan atau mendiagnosa saat menangani pasien. Sehingga mereka pun minta bantuan Komisi V DPR Papua bidang Kesehatan untuk menanyakan hal tersebut secara detail kepada pihak rumah sakit.
Ketua Komisi V DPR Papua, Timiles Yikwa, SE ketika ditemui Pasific Pos mengatakan, kelalaian dalam menangani pasien di RSUD Jayapura kembali terjadi. Hal itu terungkap ketika salah satu dari keluarga melihat ada kejanggalan saat melakukan pemeriksaan terhadap Aligone Yikwa sebelum dia meninggal.
Bahkan kata Timiles Yikwa, meski pihak keluarga sudah ihklas atas kepergian saudaranya, tapi mereka belum puas atas apa yang dilakukan oleh tim medis pada saat itu. Untuk itu dari pihak keluarga meminta bantuan kami kepada DPR Papua dalam hal ini Komisi V DPR Papua yang membidangi Kesehatan, agar dapat membantu menyelesaikan masalah ini
“Dari hasil pemeriksaan RSUD Jayapura mengatakan bahwa korban positif corona, tapi disini saya mau klarifikasi bahwa korban ini tidak positif. Ini ada kesalah saat mendiagnosis pasien. Saya jelaskan pada hari itu, Jumat (3/7), siang almarhum ke kebunnya yang berada di Koya Barat untuk memanjat pinang yang tingginya sekitar 20 meter, tapi karena tangkai dari pohon pinang itu patah hingga tangannya terlepas, akhirnya dia jatuh dan fatalnya lagi dibawah pohon pinang itu banyak tumpukan batu dan kayu, sehingga pihak keluarga membawa korban ke rumah sakit yang ada di Koya Barat untuk mendapat pertolongan pertama. Disana korban sempat di rapid test, dan hasilnya negatif, “ungkap Timiles Yikwa saat menyampaikan kronologis kejadiannya.
Karena di Puskesmas itu peralatannya masih kurang lanjut Timiles Yikwa, kemudian korban pun dirujuk ke RSUD Jayapura dengan harapan bisa mendapatkan pelayanan yang lebih baik lagi. Tapi setelah tiba di UGD Dok II Jayapura, perawat dan dokter yang bertugas saat itu di UGD memeriksa almarhum Aligone Yikwa dan langsung melakukan rapid test. Namun sangat disayangkan karena hasil testnya berbeda dengan hasil pemeriksaan sebelumnya di rumah sakit Koya Barat. Hasil dari RSUD Jayapura malah mengatakan kalau korban reaktif.
“Jadi dari hasil itu, dokter yang ada di UGD saat itu membuat surat pernyataan lalu diberikan kepada pihak keluarga. Tapi anehnya dari pihak keluarga tidak disuruh baca dulu atau dilihat lihat dulu isi dari surat pernyataan itu. Justru malah menyuruh pihak keluarga untuk langsung tandatangan. Saya kira surat pernyataan seperti itu keluarga harus tahu dan diberi kesempatan untuk membaca dan dirundingkan lebih dulu dengan pihak keluarga lainya. Setelah ada kesepakatan bersama baru surat pernyataan itu ditandatangani. Tapi ini tidak diberi kesempatan untuk dibaca mereka malah disuruh tandatangan. Inikan pemaksaan namanya, apalagi pasien kan bukan terinveksi penyakit Malaria atau lainnya tapi ini murni kecelakaan akibat terjatuh dari pohon hingga mengakibatkan tulang leher dan belakangnya patah,” bebernya.
Menurut Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) DPR Papua ini, seharusnya dokter yang ada di UGD itu memberikan kesempatan kepada pihak keluarga untuk membaca isi tersebut, setelah itu baru keluarga tandatangan jika mereka memang setuju atau bersedia.
“Ini tidak disuruh baca, tidak ditanyak, tapi langsung disuruh tandatangan saja. Padahal dalam isi surat pernyataan itu pihak keluarga harus bersedia jika pasien ini reaktif dan mau diantar ke ruang isolasi atau tempat yang sudah di khususkan bagi pasien terinvenksi covid. Sementara korban itu kan bukan kena Malaria atau penyakit lain,”ungkapnya.
“Setelah di bawa ke ruang isolasi pasien tersebut meninggal. Jadi di rumah sakit dia kurang lebih tiga hari. Tidak tahu apakah pasien tersebut mungkin dokter sudah pernah masuk periksa atau tidak, itu hanya keluarga tidak tahu yang menemani almarhum saat itu,”sambungmya.
Timiles Yikwa pun mengungkapkan, setelah dirinya berdiskusi dan mendengar langsung keterangan dari dokter Spesialis Syaraf, bahwa pasien itu posisi jatuhnya memang sangat fatal yang mengakibatkan urat dari syaraf tangan kanan dan tangan kiri juga bagian belakang putus, sehingga memang pasien ini tidak bisa tertolong.
Dari penjelasan dokter spesialis tersebut, legislator Papua itu menganggap, bahwa ini suatu kesalahan besar yang sudah dilakukan oleh pihak RSUD Jayapura dalam hal ini dokter yang bertugas di UGD.
Untuk itu, kata Timiles Yikwa, pihaknya meminta pimpinan RSUD Jayapura segera perbaiki protap yang sudah dilakukan oleh rumah sakit itu.
“Setelah mendengar hasil penjelasan dari dokter spesialis itu, kami pihak DPR dan pihak keluarga merasa sangat puas sebab pasien ini meninggal karena memang jatuh. Walau bagaimana pun kami pihak keluarga masih sangat kecewa dan menyangkan sikap dari dokter yang ada di UGD itu, yang hanya melakukan raped test lalu langsung mengambil kesimpulan kalau pasien ini positif. Padahal tidak bisa dikatakan postif karena hasil Swabnya belum keluar, “tandas Timiles Yikwa yang juga merupakan kerabat dari almarhum.
Kata Timiles Yikwa, jika hanya reaktif itu tidak apa-apa karena reaktif belum tentu positif, tapi ini lansgsung menyimpulkan kalau korban positif setelah dilakukan rapid test.
“Kecuali PCR atau hasil Swabnya sudah keluar dan hasilnya positif, itu baru bisa dikatakan terkena covid. Kalau bilang positif, hasilnya dari mana? Sedangkan PCR-nya saja belum keluar. Itu salah, jangan asal main asal raba-raba saja lalu mengambil kesimpulan tanpa hasil pemeriksaan yg lebih falid,”ketusnya.
“Jadi protap di rumah sakit ini harus dievaluasi baik. Jangan asal memvonis pasien tanpa teliti dengan baik. Peringatan ini bukan hanya di RSUD Jayapura saja, tapi juga seluruh rumah sakit yang ada di Papua. Karena ini kasusnya hampir sama dengan Ibu Selly dengan pasien yang meniggal kemarin karena kelalaian dari lima rumah sakit,”timpalnya.
Dari kejadian itu, Komisi V DPR Papua akan kembali mengundang pihak RSUD Jayapura untuk mengevaluasi protap-protap dan managemen yang ada di rumah sakit tersebut.
Selain itu, pihaknya juga minta Direktur RSUD Jayapura untuk turun langsung melihat kinerja petugas-petugas yang ada di bawa. Sebab para medis itu yang bertemu langsung dengan semua pasien.
“Jadi perlu pengawasan yang lebih ketat lagi sehingga tidak melakukan kesalahan yang sama. Dan sebagai seorang pimpinan tidak boleh hanya percaya kertas dan laporan-laporan dari bawa, tapi pimpinan juga harus sesering mungkin turun cek lakukan pengawasan terhadap petugas-petugas yang ada di lapangan. Dia tidak boleh hanya terima laporan dan percaya diatas kertas saja, tapi harus turun kontrol,” tekannya.
Namun perlu diketahui, sebelum berita ini diturunkan, Ketua Komisi V DPR Papua, Timiles Yikwa menyampaikan, jika dirinya telah melakukan komunikasi dengan Kepala Litbankes Papua, Dr. Antonius Otavian,M.Kes dan beliau mengatakan bahwa hasil Swab dari almarhum Aligone Yikwa telah keluar dan hasilnya “Negatif”.