Jayapura – Dugaan pemotongan dana desa dan Bantuan Langsung Tunai (BLT) di Kabupaten Tolikara tahun 2023 yang dilakukan secara sistimatis, ditanggapi serius oleh salah satu tokoh Intelektual Tolikara Papua Pegunungan, Messo Penggu.
Untuk itu, sebagai anak daerah, Messo Penggu meminta dengan tegas kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Papua dan aparat penegak hukum untuk segera menelusuri dugaan pemotongan dana desa dan BLT itu.
Pasalnya, pemotongan dana desa itu diduga kini menjadi viral di berbagai media sosial maupun di grup Washapp, terlebih yang ada di kalangan masyarakat Tolikara.
“Kepada BPK dan KPK RI, pihak keamanan dalam hal ini kepolisian serta Kejaksaan, kami minta untuk segera menelusuri adanya dugaan pemotongan dana desa dan BLT yang sudah tersebar. Agar oknum oknum yang tidak bertanggungjawab itu segera diproses sesuai hukum yang berlaku di negeri ini,” tegas Messo Penggu, Selasa 19 Desember 2023.
Tak hanya itu, Messo Penggu juga meminta kepada 541 kepala kampung di Tolikara untuk siap menjadi saksi ketika aparat penegak hukum melakukan pemeriksaan terhadap adanya dugaan pemotongan dana desa dan BLT tersebut, yang dilakukan secara bervariasi.
Messo Penggu mengaku sangat menyayangkan adanya dugaan pemotongan dana desa dan BLT di Kabupaten Tolikara, yang kini menjadi viral.
Menurutnya hal ini tidak bisa dibiarkan berlarut larut. Karena itu dengan tegas ia meminta pihak kepolisian sebagai aparat penegak hukum untuk segera turun ke lapangan melakukan pemeriksaan terhadap oknum oknum yang terlibat dalam melakukan pemotongan dana desa dan BLT secara langsung.
“Jadi, KPK RI segera usut tuntas atas pemotongan dana desa dan BLT di Kabupaten Tolikara. Pembagian bulan Desember 2023. Apalagi pemotongan dana desa itu dilakukan secara bervariasi,” tandasnya.
Hanya saja kata Messo, pihaknya belum tahu secara pasti jumlah dana desa tahap II dan III dan BLT tahap II dan III untuk Kabupaten Tolikara pada tahun 2023. Akan tetapi pihaknya mendapatkan informasi jika ada pemotongan dana desa secara bervariasi.
Sekedar diketahui, terkait dugaan pemotongan dana desa Reguler dan BLT triulan 1 dan 2, salah satunya di Distrik Nunggawi Kabupaten Tolikara, bahwa Dinas BPMK sebesar Rp 40 juta dikali 26 kampung. Camat sebesar Rp 30 juta kali 26 kampung. Dan untuk pedamping sebesar Rp 30 Juta kali 26 Kampung.
“Kami menilai ada yang tidak beres, sehingga kami pun protes di Bank dan dinas terkait untuk minta penjelasan tapi tidak direspon. Bahkan, mereka tidak menjawab pertanyaan kami, dan satu menit kemudian dari Dinas BPMK kurangi 10 juta,” bebernya.
Dikatakan, ini sebenarnya kepetingan siapa sehingga dilakukan pemotongan seperti itu. Bahkan, pihaknya pun menduga jika pemotongan dana desa dan BLT itu untuk kepentingan Pilkada.
“Kami meminta kepada Kapolda Papua agar memerintahkan Kapolres Tolikara untuk mengawasi pembagian dana desa dan BLT ini secara baik dan transparan. Karena itu merupakan tugas dan tanggungjawab yang sudah diatur dalam UU untuk mengawasi dana desa tersebut, dan itu harus dilakukan oleh pihak keamanan. Jadi Kapolres Tolikara bertanggungjawab terkait informasi informasi yang tengah beredar di seluruh grup di Tolikara, sebab untuk menindaklanjuti laporan tersebut juga harus dilaporkan kepada Kapolres,” ujar Messo.
Tak hanya itu kata Messo, juga meminta kepada KPK untuk mengirim penyidik kebTolikara supaya proses pencairan dana desa itu dapat diawasi. Dan 541 kepala kampung itu juga harus dipanggil untuk menjadi saksi, agar onkum yang sudah melakukan pemotongan dana desa itu dapat terungkap.
Apalagi ungkap Messo Penggo, informasi yang ada dalam grup itu nama namanya sangat jelas, nama kampungnya juga jelas, serta jumlah dana kampungnya jelas.
“Kami menilai pendamping desa ini sudah keterlaluan, sudah melampaui kewenangan. Mereka sudah memeras kepala kepala kampung. Ini pihak keamanan harus tegas tidak boleh ada pembiaran,” tekannya.
“Panggil mereka untuk memastikan, apakah betul atau tidak ada pemotongan dana desa dan BLT itu. Dan Kalau memang betul ada pemotongan, maka dinas terkait harus dipanggil untuk memberikan penjelasan. Dari situ baru telusuri aliran dana desa itu kemana dan siapa siapa saja yang harus bertanggungjawab, karena dana desa dan BLT itu jumlahnya tidak kecil, jumlahnya Rp 10 milliar lebih,” ungkap Messo.
Messo menilai, kerugian negara secara sistimatis dan terstruktur yang diatur oleh oknum oknum yang tidak bertanggungjawab. Makanya pembagian dana desa ini harus diawasi dengan baik
Apalagi pihaknya mendapatkan informasi bahwa pemotongan dana desa itu, diduga dilakukan oknum di dinas terkait hingga mencapai Rp 40 juta per kampung, belum lagi pemotongan dari oknum pendamping Rp 30 juta per kampung dan oknum camat atau kadistrik sebesar Rp 20 juta per kampung, sehingga sisanya hanya Rp 100 juta hingga Rp 200 juta saja yang sampai di masyarakat kampung.
“Pedamping desa ini sudah keterlaluan, mereka sudah memeras kepala kepala kampung. Ini pihak keamanan harus tegas,” pintanya.
Untuk itu, Messo Penggu juga meminta kepada Pj Bupati Tolikara untuk segera memanggil dinas terkait, termasuk pendamping untuk melakukan evaluasi total terhadap adanya informasi pemotongan dana desa secara bervariasi.
“Kami minta Pj Bupati untuk segera sikapi masalah ini dan telusuri siapa saja yang telah melakukan pemotongan dana desa secara sistimatis dan terstruktur,” tandas Messo Penggu. (Tiara).