Jayapura – Tokoh Pemuda Gereja Bethel Gereja Pentakosta (GBGP) Di Tanah Papua, Jack Jodzoon Puraro dengan tegas meminta hasil seleksi anggota Majelis Rakyat Papua (MRP) khusus keterwakilan atau kelompok kerja (Pokja) agama dibatalkan.
Bahkan dalam keterangan persnya, Jack Puraro tekankan, jika calon tetap dan calon terpilih anggota MRP periode 2023-2028 khusus Pokja Agama telah menciderai konstitusi dan melenceng dari Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) Provinsi Papua, Nomor 14 Tahun 2016.
Jack Puraro yang juga sebagai Ketua Paguyuban Pemuda Nusantara Papua Republik Indonesia (PPNP RI) itu pun membeberkan, ada beberapa sinode gereja yang muncul dan mengirim keterwakilannya ke MRP, namun tidak melalui proses atau mekanisme sebagaimana pansel. Mestinya melakukan verifikasi berkas atau kelengkapan administrasi dari sinode-sinode.
“Tapi terkesan di sini saya melihat, pansel sepertinya tidak berdaya dalam memutuskan sinode-sinode mana saja yang bisa diusulkan untuk mengusulkan anggota MRP keterwakilan pokja (unsur) agama. Bahkan, ini terkesan ada segelintir orang yang menseting dan membuat daftar nama-nama anggota MRP perwakilan Pokja agama,” kata Jack Puraro kepada sejumlah Wartawan di Jayapura, Jumat 14 Juli 2023.
Terkait dengan hal tersebut, Jack Puraro akui pihaknya sangat kecewa dan keberatan dengan hasil keputusan ini.
Apalagi lanjut Jack Puraro, MRP ini adalah lembaga kultur. Kalau sudah bicara lembaga kultur, baik itu Pokja adat, perempuan dan agama benar-benar harus mencerminkan keterwakilan daripada wilayah adat di Provinsi Papua.
Akan tetapi tandas Jack Puraro, hari ini perwakilan anggota MRP dari Pokja agama benar-benar menciderai konstitusi, sebab hampir sebagian besar keterwakilan agama itu orang wilayah adat Tabi dan Saireri yang merupakan bagian dari Provinsi Papua, hanya beberapa orang saja.
“Sebagian besar adalah saudara-saudara kita dari Lapago dan ada juga ada dari Domberay. Saya mau ingatkan saudara-saudara dari wilayah adat lain mestinya tidak boleh ada di MRP di Provinsi Papua karena di provinsi mereka juga ada MRP di sana,” tandasnya.
Oleh karena itu, sebagai masyarakat adat di Papua, pihaknya minta saudara-saudara yang namanya muncul di Pokja agama, baik dari Lapago maupun Domberay kembali ke wilayah adat masing-masing dan jadi MRP di sana. Bukan di Provinsi Papua. Apalagi masyarakat adat di wilayah adat Tabi dan Saireri juga punya SDM memadai untuk mewakili dari lembaga keagamaan.
“Ini secara khusus saya tujukan kepada Pansel, PGGP, FKUB sebagai mitra Pansel. Mereka kan mestinya lebih tahu mana gereja yang betul-betul, pertama Sinodenya ada di Tanah Papua, kemudian penyebarannya minimal 50 persen ini sesuai dengan (Pasal 23) Perdasus,” ujar Jack Puraro.
Selain itu, Jack Puraro juga mempertanyakan, beberapa sinode gereja yang muncul pertama Persekutuan Gereja Baptis West Papua, ada di mana Sinodenya dan berapa persen penyebarannya di Tabi dan Saireri.
“Kedua, Gereja Persekutuan Alkitab Indonesia ini di mana Sinodenya dan berapa persen penyebarannya di Provinsi Papua, kemudian Gereja Kalvari Pentakosta Misi di Indonesia, apa sudah mencapai 50 tahun di Papua, di mana kantor Sinodenya dan berapa persen penyebarannya di Papua,” ujar Jack Puraro dengan nada kesal.
Kemudian ujar Jack Puraro, Gereja Pantekosta di Indonesia. Gereja ini Majelis Pusatnya atau setara dengan Sinode ada di Jakarta. Kenapa ada keterwakilan di sini. Dan Gereja Pentakosta di Papua, yang baru kemarin saja keluar dari GPDI atau pecahan dari GPDI.
“Kalau saya hitung baru sekitar 16 tahun belum sampai 50 tahun sudah ada keterwakilannya. Kalau mau benar-benar mau jeli Advent pun tidak masuk karena Sinodenya tidak ada di Papua. Katolik juga Sinodenya bukan di Papua. Minta maaf termasuk Muslim. Di wilayah adat Tabi dan Saireri tidak ada satu kampung yang muslim. Karenanya kami juga keberatan kalau ada keterwakilan dari Muslim. MRP inikan lembaga kultur. Kalau bicara lembaga seperti DPRP kita tidak larang. Meski muslim silahkan, bisa jadi anggota dewan,” tuturnya.
Kecuali kata Jack Puraro, bicara MRP di Papua Barat dan MRP Papua Barat Daya, di sana ada Kabupaten Fakfak dan Raja Ampat yang saudara asli Papua muslim. Wajar mereka punya keterwakilan atau di Papua Pegunungan ada kampung orang asli Papua yang mayoritas muslim misalnya di Walesi, Kabupaten Jayawijaya.
“Kami bicara fakta-fakta agar masyarakat tahu dan penyelenggara tahu. Jangan karena mendapatkan sesuatu dari sekelompok orang sehingga Pansel diintervensi,” cetusnya.
Menurutnya, jika masalah ini tidak segera diselesaikan atau dibiark, maka akan menimbulkan gejolak sukuisme, sebab perwakilan gereja yang mestinya diberikan kesempatan kepada anak anak Tabi Saereri masih didominasi klien atau marga dari wilayah adat Laapago dan Domberai.
Iapun menegaskan pihaknya keberatan dengan penetapan ini dan menolaknya. Pihaknya sudah menyurat ke Kemendagri, meminta ditunjau ulang dan proses pelantikannya untuk anggota MRP dari Pokja Agama dibatalkan, serta berkas sinode-sinode gereja diverifikasi ulang.
Untuk itu, pihaknya meminta dengan sangat kepada Mendagri agar segera membatalkan hasil penetapan valon Anggota MRP periode 2023 – 2028 yang sangat sarat dengan kepentinga politik praktis dari beberapa pendeta dan sekelompok orang yang dengan sengaja merampok hak kesulungan kami
“Apalagi, Gereja yang paling tua di Papua itu GBGP dan GKI. GBGP lahir 17 Oktober 1956 dan setelahnya pada 26 Oktober 1956 lahir GKI. GKI tiga kursi kami GBGP tidak ada kursi padahal kami sama dengan GKI yang sudah hampir 67 tahun di Papua sama seperti GKI,” ungkapnya.
Bahkan, Jack Puraro menandaskan, jika pihaknya akan tempuh jalur hukum di PTUN sehingga seluruh pelaku-pelaku yang melecehkan konstitusi dalam mereka melanggar konstitusi.
“Kami akan daftarkan ke PTUN. Siapapun penyelanggara yang terlibat kita akan ketemu di PTUN,” ucapnya.
Sementara itu, Pengurus Sinode GBGP, Dr. Juliana J. Waromi, SE, MSi ketika di konfirmasih mengaku sangat kecewa dengan pengumuman hasil rekrutmen anggota MRP periode 2023 – 2028.
“Kami Sinode GBGP Di Tanah Papua ini sudah di atas 50 tahun dan saya harap hasil ini ditinjau kembali. Jangan dibiarkan kami akan tempuh jalur hukum karena kami sangat dirugikan. Minimal ada satu atau dua keterwakilan kami di MRP. Untuk itu, kami harap khusus Pokja agama MRP hasilnya dibatalkan,” tandas Juliana Waromi. (TIARA).