Jayapura : Masa jabatan Usman G Wanimbo sebagai Bupati Tolikara sebentar lagi akan berakhir, bahkan tinggal menghitung hari saja yakni 16 Oktober 2022, namun diakhir masa jabatannya ini, Usman yang akrab disapa UGW ini menuai berbagai kritikan dari kalangan masyarakat yang ada di Tolikara, terlebih khusus dari beberapa legislator DPR Tolikara sendiri.
Pasalnya, disisa waktu masa jabatannya yang tinggal empat hari ini, ia (Usman Wanimbo) akan melakukan beberapa agenda diantaranya pergantian OPD dilingkungan Pemerintahan Kabupaten Tolikara, pergantian tenaga pengajar mulai dari Kepala Sekolah hingga guru guru, kemudian ia juga melakukan pergantian kepala kepala kampung, yang belum tentu agenda agendanya itu disetujui oleh masyarakat dan OPD yang ada di lingkungan pemerintahan Kabupaten Tolikara itu dan juga para intelektual di wilayah tersebut.
Namun yang sangat disoroti disini terkait pergantian kepala kepala kampung.
Padahal secara aturan yang berlaku, di dalam undang undang masa jabatan kepala kampung atau kepala desa itu minimal 6 tahun atau lebih 10 tahun.
Sehingga rencana Bupati UGW itu dinilai sangat tidak etis, jika ingin melakukan perombakan dibawa kepemimpinanya dikarenakan masa jabatannya sebentar lagi akan berakhir.
Menanggapi hal itu, Ketua Fraksi Demokrat DPR Kabupaten Tolikara, Yan Wenda, SSos mengingatkan Bupati Usman Wanimbo untuk tidak gegabah dalam mengambil keputusan yang nantinya akan menimbulkan konflik horizontal. Apalagi menyangkut dalam hal pergantian kepala kampung.
“Pak bupati jangan lupa, karena dalam pemilihan kepala kampung, di undang undang sekarang yakni, nomor 6 tahun 2014, disitu turunannya sangat jelas. Jadi dia (UGW) tidak bisa menggunakan SK Bupati, tapi sebagai seoarang bupati dia memfasilitasi pembiayaan anggaran untuk proses pemilihan kepala kampung oleh penduduk desa itu sendiri sebagaimana yang tertuang dalam UU nomor 6 tahun 2014, tentang Desa. Jadi tidak usah bikin gerakan tambahan karena sebentar lagi masa jabatan anda akan berakhir,” tegas Yan Wenda lewat via telepon kepada Pasific Pos, Selasa 11 Oktober 2022, malam.
Yan Wenda mengungkapkan, bahwa didalam ketentuan itu, pasal 34 disebutkan bahwa poin (1) kepala desa dipilih langsung oleh penduduk desa. Poin (2), pemilihan kepala desa bersifat langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Poin (3), pemilihan kepala desa dilaksanakan melalui tahapan pencalonan pemungutan suara dan penetapan. Poin (4), dalam melaksanakan pemilihan kepala desa sebagaimana yang dimaksud pada ayat 2 dibentuk panitia pemilihan kepala desa.
Lanjut dikatakan, poin 5, itu panitia pemilihan sebagai mana yang dimaksud pada ayat 4 bertugas mengadakan penjaringan dan bakal calon berdasarkan persyaratan yang ditentukan atau melaksanakan pemungutan suara. Point (6), menetapkan calon kepala desa atau melaporkan pelaksanaan pemilihan kepala desa.
“Jadi ke 6 poin itu jelas, biaya pemilihan kepala desa dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) kabupaten kota. Ini jelas ya dan ini kata undang undang buka kata kata saya, tapi ini murni dari undang undang yang memerintahkan untuk melakukan itu semua. Sehingga apa yang disampaikan oleh saudara Bupati Usman didalam rekamannya ini, dan kalau itu betul dilaksanakan dan masyarakat tidak puas, maka akan terjadi konflik horizontal yang besar besaran di Tolikara,” katab Yan Wenda.
Terkait dengan rencana Bupati Usman itu, Yan Wenda yang juga sebagai Anggota DPR Kabupaten Tolikara itu meminta Kapolres Tolikara, Sekda Tolikara dan Kabag Umum Tolikara, untuk dapat menjelaskan tentang aturan ini kepada Bupati.
“Jangan sampai disisa masa jabatan yang tinggal 4 hari ini, yakni Minggu 16 Oktober 2022, dan setelah pelantikan, dia akan lepas tanggungjawab lantaran sudah tidak menjabat dan tidak punya wewenang lagi sebagai bupati Tolikara, karena dia bukan lagi sebagai pemimpin di Tolikara. Sehingga hal ini dapat memicu konflik besar besaran di Tolikara. Kalau itu terjadi, siapa yang bertanggungjawab? Sementara dia sebagai kepala daerah otomatis akan berakhir pada tanggal 16 Oktober 2022,” kata Yan Wenda.
“Saya harap seluruh kepala kampung yang ada di wilayah hukum Tolikara yang jumlahnya 545 kepala kampung dengan sekretaris, dengan aparat desa yang ada disana, (Tolikara), saya minta tolong kawal ini di Kabupaten Tolikara. Apabila jika ia melakukan pelantikan, maka kepala kampung juga punya hak untuk menegur bupati Usman,” sambungnya.
Menurutnya, masyarakat punya hak untuk mengawal ini. Kepala kepala kampung juga punya hak untuk mengawal. Karena beliau memang sudah tidak bisa melakukan pelantikan kepala kampung lantaran tidak sesuai dengan prosedur.
“Saya hanya ingatkan saja saudara Bupati Usman jangan sampai terjadi seperti di kabupaten kabupaten lainnya. Untuk itu. nanti ada beberapa intelektual dari partai lain yang akan mengambil sikap atau langkah langkah lain seperti membentuk pansus,” jelasnya.
Dikatakan, langkah langkah yang diambil itu dengan tujuan mereka bisa bentuk pansus, terus apakah bisa dilakukan pergantian kepala kampung dengan waktu yang sesingkat singkatnya atau disisa 4 hari ini. Apakah itu betul betul sudah sesuai mekanisme atau tidak. Apakah harus ada persetujuan dari DPR atau tidak.
“Karena kalau dia melakukan pergantian kepala kampung hanya berdasarkan dia menunjukan SK, berarti bupati Usman harus mengajukan rancangan itu kepada DPR. Sehingga lewat persetujuan DPR baru dia bisa melakukan pergantian kepala kepala kampung. Kalau tanpa persetujuan DPR, tapi tetap nekat melakukan pergantian, oh itu dia sudah melakukan pelanggaran Maladministrasi yang artinya merupakan perilaku atau perbuatan melawan hukum dan etika dalam proses administrasi pelayanan publik,” ketusnya.
Untuk itu, Politisi Partai Demokrat ini menegaskan, seluruh kepala kampung yang ada di Tolikara punya hak untuk mengawal ini.
Bahkan legislator Tolikara ini berharap, kalau bisa seluruh kepala kampung dan kepala distrik yang ada di Tolikara datang ke Tolikara untuk melakukan aksi demo besar besaran. Demo besar besaran meminta legalitas hukum atau prosedur atas tindakan dia (bupati Usman) melakukan pergantian kepala kampung.
“Sekali lagi, agenda pergantian kepala kampung itu yang saya tekankan disini. Saya hanya fokus disitu, karena jangan sampai terjadi konflik seperti di kabupaten kabupaten lain. Untuk itu saya ingatkan bupati Usman, apalagi beliau ini punya mimpi besar mencalonkan diri menjadi Gubernur untuk Provinsi Pegunungan Tengah, jadi saya sarankan kepada saudara bupati untuk tidak gegabah dalam mengambil kebijakan diakhir masa jabatannya ini, ” tekannya.
Yan Wenda menambahkan, apalagi masa jabatan Bupati Usman kini tinggal 4 hari lagi akan berakhir, 16 Oktober 2022. Sehingga untuk menolak pelantikan kepala kepala kampung di seluruh wilayah hukum Kabuaten Tolikara, harus dikawal dari sekarang, sehingga tidak terjadi konflik.
“Jika pelantikan itu terjadi, ini artinya, Bupati Usman nanti akan lepas tanggungjawab jika ada konflik horizontal antara pendukung kepala desa dan versi kepala desa lama,” tutup Yan Wenda mengingatkan. (Tiara).