Pasific Pos.com
HeadlineSosial & Politik

Begini Sikap BP3OKP Terkait Perkembangan Politik Jelang Pendaftaran Pilkada

Anggota Badan Pengarah Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua (BP3OKP) RI-Provinsi Papua, Alberth Yoku saat diwawancara. (Foto : Sari)

Jayapura – Badan Pengarah Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua (BP3OKP) RI menyikapi perkembangan politik menjelang pendaftaran pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2024 di Papua dengan melakukan rapat bersama penyelenggara Pemilu yaitu Badan Pengawas Pemilu  (Bawaslu) dan KPU.

Namun rapat yang sedianya digelar pada Jumat (23/8/2024) tersebut batal dilaksanakan lantaran Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Papua tidak hadir, sehingga dijadwalkan ulang.

Anggota Badan Pengarah Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua (BP3OKP) RI-Provinsi Papua, Alberth Yoku mengatakan, beberapa hal penting akan didiskusikan dalam rapat tersebut.

“Yang paling krusial yang kita tangani adalah terkait anggota legislatif jalur pengangkatan. Disini terjadi kontroversi antara Peraturan KPU dan Undang-Undang Otsus Nomor 2 Tahun 2021 yang mengharuskan adanya keterpilihan 25 persen orang asli Papua (OAP),” jelas Alberth Yoku.

Terkait dua peraturan tersebut, BP3OKP Pokja Polhukam, sebut Alberth ingin melakukan sinkronisasi dan mendengar langsung penjelasana dari KPU sehingga tidak terjadi polemik di tengah masyarakat.

“Selain itu, kita juga ingin mengetahui kesiapan KPU bahwa anggota legislatif yang dipilih melalui partai politik apakah akan sama dilakukan dengan jalur pengangkatan,” kata Alberth di Sekretariat Badan Pengarah Papua (BPP) di lantai 4 Gedung Keuangan Negara Jayapura.

Hal lainnya yang ingin diketahui oleh BP3OKP adalah soal isu calon tunggal pasca terpecahnya keberpihakan partai politik di pusat dengan membentuk dua kelompok parpol.

Alberth menegaskan bahwa BP3OKP mempunyai tugas mendampingi penyelenggara pemilu dalam menjaga kestabilan pelaksanaan pemilihan umum di Papua.

Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Jayapura ini juga berpendapat, semestinya partai politik (parpol) tetap independen dalam melakukan tugasnya ketika menerima dokumen warga negara Indonesia yang akan maju di Pilkada.

“Parpol itu tugasnya mendidik WNI untuk menjadi politisi sehingga tahu berdemokrasi yang pada akhirnya bisa menjadi pejabat publik,” kata Alberth Yoku.

Dia juga menyoroti sejumlah parpol yang membentuk satu kelompok di pusat yang menjadikan independensi partai tersebut tergerus ke dalam arus besar.

“Di pusat ada dua kelompok besar saling berebut untuk menentukan figur yang akan diusung di Pilkada. Kita tidak mau penyelenggaraan Pilkada di Papua terimbas dengan hal tersebut,” ujarnya.

Alberth menilai, parpol telah melupakan tugasnya, bahkan memberikan rekomendasi kepada calon yang bukan kader partai tersebut.

“Belanja partai ini tidak sedikit, kalau rekomendasi diberikan kepada calon yang bukan kader, kemudian ada mahar yang harus dipenuhi oleh calon tersebut, darimana uang itu, ini yang menjadi pertanyaan. Tapi kalau mereka kader partai tidak perlu ada mahar lagi, sebab setiap parpol mendapatkan uang pembinaan dari pemerintah,” tegas Alberth Yoku. (Zulkifli)

Leave a Comment