Jayapura – Bak, gayut bersambut, kunjungan pimpinan DPR Papua bersama Bapemperda DPR Papua ke Majelis Rakyat Papua (MRP) pada 25 Juli 2022 lalu, kini dibalas oleh MRP dengan berkunjung ke DPR Papua, Selasa, 6 September 2022.
Alasan DPR Papua dan MRP sebagai lembaga kulture Rakyat Papua, kembali bertemu yakni untuk lebih mempererat hubungan silaturahmi dan komunikasi. Bahkan, MRP kini juga dilibatkan dalam pembahasan Raperdasus. Sehingga hubungan ini nampak kian harmonis.
Dari hasil pantauan Pasific Pos, dimana kunjungan kerja Panitia Musyawarah MRP ini, dipimpin langsung Wakil Ketua I MRP, Yoel Luiz Mulait bersama Wakil Ketua II MRP, Engelbertha Kotorok bersama sejumlah anggota MRP yang diterima langsung Ketua DPR Papua, Jhony Banua Rouw, SE didampingi sejumlah pimpinan fraksi-fraksi di DPR Papua.
Kepada pers, Ketua DPR Papua, Jhony Banua Rouw, SE mengatakan, jika iini merupakan kunjungan balasan dari MRP. Sehingga ini untuk menindaklanjuti kunjungan DPR Papua yang berkunjung ke MRP beberapa waktu lalu.
Dikatakan, dalam pertemuan itu, pihaknya telah membahas beberapa hal, terutama tahapan perdasi dan perdasus, dimana DPR Papua sangat terbuka dan memberikan kesempatan kepada MRP untuk bersama-sama membahasnya.
Bahkan, Jhony Banua Rouw mengungkapkan, dalam penyusunan pun boleh bersama-sama. Yang mama nantinya jika MRP berkunjung ke daerah melakukan reses ada aspirasi, itu bisa disampaikan perdasi atau perdasus.
“Contohnya, MRP telah mengeluarkan Maklumat MRP. Kami memberikan apresiasi bahwa MRP telah luar biasa melihat hal-hal yang menjadi penting untuk memproteksi kepada orang asli Papua,” kata Jhony Banua Rouw (JBR) kepada sejumlah awak media, usai pertemuan dengan MRP di Ruang Gedung II DPR Papua, Selasa 6 September 2022.
Namun kata Jhony, DPR Papua akan memberikan penguatan dengan bekerjasama bersama MRP, agar tidak hanya sekedar maklumat saja, tetapi bisa didorong menjadi Perdasi atau Perdasus, sehingga keputusan awal yang dikeluarkan MRP ini, nantinya wajib dan mengikat bagi semua rakyat di Tanah Papua dan pemerintah untuk menjalankan itu. Jika tidak dilaksanakan, maka akan ada sanksinya.
“Jadi, ini kita bukan mengecilkan MRP, tapi kalau dengan Maklumat, tidak ada sanksi, itu seperti himbauan. Kita berharap dengan ini, akan menjadi payung hukum, sehingga jika ada dengan sengaja seseorang datang ke Papua, lalu mau meminta sebagai anak adat Papua, yang diberikan karena dibayar, itu akan kena sanksi,” jelasnya.
Untuk itu, tandas Jhony Banua, pihaknya menginginkan agar pengakuan anak adat itu diberikan seseorang, karena orang tersebut memang punya jasa. Misalnya pengabdian orang tuanya, dia sendiri punya jasa yang besar dan memang layak mendapatkan penghargaan itu, karena dengan tahapan dan mekanisme yang ada, sehingga punya kekuatan.
“Tidak tiba saat tiba akal, orang datang ingin jadi gubernur di Papua, lalu tiba-tiba diangkat sebagai anak adat karena misalnya UU Otsus memberikan ruang bahwa dengan pengakuan itu bisa menjadi orang asli Papua dan boleh mencalonkan diri sebagai gubernur. Nah, ini kita jaga. Sebagaimana menjaga hutan Papua, tanah-tanah di Papua tidak dijual dan sebagainya,” tendas JBR.
Oleh karena itu pihaknya menginginkan mempunyai payung hukum dan dalam pelaksanaannya bisa diawasi, apabila pemerintah tidak bisa melakukan itu, maka DPR Papua dan MRP akan mengawal, memberikan pengawasan kepada pemerintah untuk melakukan itu.
Selain itu, kata Politisi Partai NasDem ini, dalam pertemuan itu juga menyepakati bahwa akan dilakukan pertemuan minimal 4 bulan sekali, dalam bentuk formal maupun informal yang dikemas dalam coffee morning atau bentuk lain. Namun, jika ada masalah-masalah yang urgent, maka pihaknya akan berkoordinasi dan pertemuan akan terus dilakukan.
“Kita hanya ingin dua lembaga ini punya komitmen yang sama dan mindset yang sama, semua yang terjadi di Tanah Papua harus diselesaikan dengan baik,” terangnya.
Untuk itu, Pimpinan DPR Papua ini menambahkan, jika MRP akan lebih fokus membicarakan proteksi dan affirmasi serta memberikan penguatan di tatanan adat, perempuan, budaya dan agama, yang akan dikerjakan MRP dan DPR Papua secara politisnya dan kita akan berkolaborasi untuk menjadi satu keputusan yang kuat.
“Intinya, semua hanya untuk kepentingan rakyat, tidak ada kepentingan yang lain.
Bahkan, pertemuan ini juga sudah mengerucut dan teknis dalam pembahasan perda. Selain itu, kita juga sudah sepakati bahwa nanti pokja – pokja dari MRP akan kita fasilitasi untuk pertemuan langsung dengan komisi-komisi di DPR Papua, dalam hal-hal lebih teknis,” paparnya.
Oleh sebab itu, Jhony berharap dengan pertemuan yang rutin, ke depan karena MRP ada pengawasan terhadap perdasus, begitupun DPR Papua juga ada. Maka, kemungkinan hal itu bisa dilakukan bersama-sama sehingga masyarakat tahu bahwa MRP dan DPR Papua datang melakukan pengawasan perdasus bersama-sama, apalagi dibuat bersama gubernur, sehingga alangkah baiknya ketiganya hadir memberikan pengawasan sudah berjalan atau belum ditengah-tengah masyarakat.
“Saya atas nama lembaga DPR Papua mengapresiasi kepada MRP yang melakukan kunjungan balasan ke DPR Papua, apalagi sudah bicara lebih teknis dan hari ini rasanya kita akan jalan bersama-sama dalam tupoksi masing-masing. Kita sudah komitmen, ini hanya untuk kepentingan rakyat, tidak ada kepentingan kelompok maupun parpol di sini,” tegas Jhony Banua Rouw.
Sementara itu, Wakil Ketua I MRP Yoel Luiz Mulait menambahkan, pertemuan kali ini, adalah tindaklanjut pertemuan 25 Juli 2022, Ketua DPR Papua bersama Bapemperda ke MRP saat itu.
“Ini merupakan kunjungan balasan kami ke DPR Papua. Setelah pertemuan balasan ini, lebih mengerucut pada hal-hal yang sifatnya teknis, yakni pembahasan raperdasi dan raperdasus. Pak Ketua tadi jelaskan bahwa MRP akan dilibatkan sejak awal,” ujar Luiz Mulait.
Menurutnya, ketika ada Kementerian dan lembaga datang, nah sebenarnya ruang yang agak sulit disini.
“Tapi, tadi pak ketua sampaikan disitu nanti MRP akan dihadirkan. MRP posisi sebagai lembaga kultur, yang memiliki kewenangan tertentu dalam memproteksi akan hadir memberikan pengayaan terhadap perdasus,” ungkapnya.
Kendati demikian, diakui, dua kali pertemuan MRP dan DPR Papua ini, lebih mengerucut pada hal-hal teknis yang memang pembahasan-pembahasan regulasi, terutama perdasus.
Apalagi, kata Luiz Mulait, kebiasaan selama ini, MRP hanya menunggu setelah DPR Papua dan pemerintah membahas raperda, kemudian dikirim ke MRP, selang waktu 30 hari, kemudian MRP membahas, memberikan pertimbangan dan persetujuan, lalu dikembalikan ke DPR Papua untuk ditetapkan.
“Namun, kali ini berbeda. Pak Ketua DPR Papua ingin MRP terlibat. Nah, ini sebenarnya langkah maju dan hal-hal seperti ini akan lebih mempercepat, mempermudah dan lebih baik hasilnya, sehingga bobot perdasus itu dari sisi proteksi itu terpenuhi,” tuturnya.
“Kami pun sangat apresiasi pak Ketua DPR Papua beserta jajarannya dalam pertemuan ini, termasuk pertemuan rutin, saya pikir itu penting untuk DPR Papua MRP dan pemerintah bisa duduk membicarakan hal-hal yang berkembang baik situasi politik, kemanusiaan dan lainnya yang terjadi di Papua, kita bicara bersama,” timpalnya. (Tiara).