Jayapura : Gara gara kebijakan yang Inkonsiten, pendidikan di Papua kini bermasalah. Akibat dari itu empat Kepala Sekolah Penggerak pada SMA di Provinsi Papua diganti ditengah jalan. Sehingga pergantian itu, menimbulkan reaksi dan penolakan dari sejumlah pihak.
Pasalnya, penggantian Kepala Sekolah Penggerak itu, dinilai sudah menyalahi aturan terkait program sekolah penggerak. Sehingga diadukan ke Komisi V DPR Papua bidang Pendidikan, yang diterima langsung oleh Sekretaris Komisi V DPR Papua, Fauzun Nihaya, S.HI,MH didampingi sejumlah Anggota Konisi V diantaranya Tarius Mul, Natan Pahabol, Deki Nawipa, Piter Kwano dan Yohanis Ronsumbre di ruang rapat Komisi V DPR Papua. Rabu, 22 Juni 2022.
“Pengaduan kami ke Komisi V DPR Papua, yang pertama kami ingin meluruskan Sekolah Penggerak pada Permendikbud Ristek 371 yang mana sesuai dengan komitmen pemerintah daerah, dimana yang sudah membuat komitmen adalah bapak sekda, kalau di kabupaten yakni bapak bupati seperti kami di Waropen yakni bapak Wakil Bupati. Kami berharap di sini agar SK pergantian kepala sekolah itu segera direvisi dan dikembalikan ke roh Sekolah Penggerak,” kata Kepala SMA Negeri Urei Faisei Kabupaten Waropen, Hendrina Rogi, SPd didampingi Ketua Komite SMA 3 Jayapura, Sam Joumilena, Ketua Alumni SMA 3 Jayaprua, Fred S Koirewoa, Alumni SMA 3 Jayaprua, Gifli Buinei, Komite SMA 3 Jayapura, Ishak Sirami, Dantje Nere Komite SMA 3 Jayapura dan Fera Daimboa dari perwakilan Kemendikbud kepada sejumlah wartawan, usai bertemu Komisi V DPR Papua, Rabu, 22 Juni 2022.
Yang jelas, tandas Hendrina, pergantian atas dirinya sebagai Kepala SMA Ureifaisei Waropen itu, tidak sesuai dengan Permendikbud Ristek 371 tentang Program Sekolah Penggerak. Apalagi, dalam Permendikbud itu, menjelaskan bahwa selama 4 tahun program itu berjalan, kepala sekolahnya tidak boleh diganti.
Apalagi, kata Hendrina, menjadi kepala sekolah penggerak itu, ada beberapa proses yang harus dilewati. Mulai tes secara online dari Kemendikbud Ristek, wawancara dan mengikuti diklat baru dinyatakan lulus.
Untuk itu, ia menilai Dinas Pendidikan Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi Papua yang melakukan pelantikan Kepala SMA Urei Faisei Waropen itu, sepertinya ada putus komunikasi yang baik dengan Kemendikbud Ristek dan LPMP sebagai kepanjangtanganan kementerian yang ada di Papua.
“Sebab, bukan saya sendiri Kepala SMA Urei Faisei Waropen, tapi ada 3 kepala sekolah penggerak lagi yang diganti yaki Kepsek SMA Negeri 3 Buper, SMA Negeri 5 Angkasa Jayapura dan SMA 2 Merauke. Jadi, kami untuk Papua ini, ada 4 kepala sekolah penggerak yang diganti ditengah jalan,” bebernya.
Pasalnya kata Hendrina, pergantian kepala sekolah penggerak di Papua itu, akan berimbas ke SMA yang lain di Papua yang mau mengikuti program sekolah penggerak. Apalagi, dalam Permendikbud Ristek itu, sanksinya sudah jelas.
Padahal kata Hendrina, dirinya sudah berkomunikasi dengan Dinas Pendidikan Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi Papua dua kali, namun responnya tidak memuaskan dan tidak jelas, lantaran ia disuruh lagi konfirmasi ke GTK.
“Setelah sampai ke GTK, disuruh pulang. Pulang dalam kapasitas apa begitu? Teman -teman lain masih bagus diroling meski bukan di sekolah penggerak, tapi saya malah dinonjobkan, tidak dikasih tempat tugas, misalnya guru mata pelajaran kah, tukang sapu kah di sekolah pun tidak. Dan ini saya merasa saya dilecehkan,” ujar Hendrina dengan nada kecewa.
Padahal, lanjut Hendrina, ia menjadi kepala sekolah penggerak itu pun, diuji intelektualnya secara nasional, bukan tingkat Provinsi Papua. “Dan hari ini saya menangis secara pribadi dan generasi saya,” ucapnya dengan mata berkaca kaca.
Pada kesempatan itu, Hendrina juga membeberkan watak asli dari Kepala Sekolah yang telah dilantik untuk menggantikan dirinya. Dimana banyak hal yang beliau lakukan namun tidak sesuai dengan karakter seorang guru.
“Misalnya, miras bersama sama siswa dilingkungan sekolah dan membuat resah orang tua siswa. Dan lebih parah lagi, saya adalah Kepala Sekolah Penggerak yang terikat dengan Permendikbud Ristek 371 lalu saya diganti. Salah saya dimana? Saya salah apa?. Namun setelah saya ketemu Kadis PPAD dan Kabid GTK, lalu jawabannya bahwa ada rekomendasi dari Bupati Waropen jadi ibu diganti. Saya sangat menyesal sekali kalau hari ini politik masuk dalam dunia pendidikan, yang ada pendidikan di tanah Papua akan hancur. Jangan karena Nila Setitik Rusak Susu Sebelanga”. Jangan karena kesalahan lantik kepala sekolah, maka rusak tiga generasi pendidikan kita,” tegas Hendrina.
Sementara itu, Ketua Ikatan Alumni SMA Negeri 3 Jayapura, Fred Samuel Koirewua meminta Komisi V DPR Papua memanggil Plt Kepala Dinas Pendidikan Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi Papua untuk duduk bersama dengan para kepala sekolah penggerak yang diganti dan stakeholder.
“Jadi mari kita duduk untuk segera dipertanggungjawabkan, kenapa pelanggaran aturan ini terus dibuat, padahal sudah dibuat aturan tertulis dari atas yang bersangkutan untuk menjaga komitmen yang ada,” katanya.
Selain itu, mereka meminta pejabat terkait untuk segera merevisi SK pergantian kepala sekolah itu dan menetapkan kembali kepala-kepala sekolah penggerak yang diganti untuk segera kembali menjalankan tugas di sekolahnya agar program sekolah penggerak bisa dilaksanakan.
“Apabila tuntutan kami ini tidak segera dipenuhi, sebagai Ikatan Alumni SMA Negeri 3 Jayapura dan masyarakat adat, kami akan mengambil langkah tegas dengan memalang sekolah hingga tuntutan kami dipenuhi. Ini serius, mohon agar tidak disepelekan agar proses pendidikan bisa berjalan normal,” pungkasnya.
Sedangkan, Fera Daimbo, SPd dari Badan Penjaminan Mutu Pendidikan Provinsi Papua, mengakui jika aturan itu dikeluarkan agar selama 4 tahun kepala sekolah penggerak itu tidak bisa diganti.
“Itu sesuai komitmen yang dibangun di daerah, baik itu dengan gubernur, kepala daerah di kabupaten/kota. Kami sangat menyayangkan ketika Papua mengalami seperti ini,” tandasnya.
Oleh karena itu, ia meminta agar pergantian kepala sekolah penggerak itu dapat ditinjau kembali sesuai komitmen awal dengan sekolah penggerak.
Menanggapi hal tersebut Sekretaris Komisi V DPR Papua, Fauzun Nihayah, S. HI, MH mengungkapkan jika pengaduan pergantian kepala sekolah penggerak ini sudah masuk ke Komisi V DPR Papua untuk kesekian kalinya.
Bahkan, kata Fauzun, pihaknya pun mengakui, bahwa sesuai Permendikbud Ristek bahwa pergantian kepala sekolah itu tidak sesuai, sebab ada batas penggantian kepala sekolah penggerak itu minimal 4 tahun baru bisa diganti.
“Namun sekarang ada pergantian, tentu akan berimbas kepada banyak hal pastinya. Pihak sekolah sudah menyampaikan. Apalagi, pak Gubernur juga sudah menyampaikan agar tidak ada pergantian kepala sekolah penggerak,” ujar Fauzun.
Untuk itu, kata Fauzun, Komisi V DPR Papua berharap ada komunikasi yang baik dengan dinas terkait pergantian tersebut. Meski pihaknya sudah bertemu dengan Plt Kepala Dinas Pendidikan Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi Papua, namun alasan yang disampaikan menurutnya hanya alasan linier terkait pergantian kepala sekolah penggerak itu.
“Komisi V DPR Papua berharap jangan sampai anak-anak jadi korban ketika inkonsisten sebuah kebijakan itu. Karena ini bisa dikatakan sebuah kebijakan yang inkonsisten karena sudah diatur, tapi ada pergantian. Bahkan, anehnya lagi kepala sekolah yang mengganti tidak mengikuti diklat khusus bagi kepala sekolah SMA penggerak, artinya kepala sekolah yang ada mengikuti diklat, namun penggantinya tidak,” tandasnya.
Untuk itu, pihaknya akan memanggil Plt Kepala Dinas Pendidikan Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi Papua dan Kementerian terkait terkait pergantian kepala sekolah penggerak tersebut.
“Jangan sampai sekolah yang lain jadi korban, karena bukan hanya SMA Ureifaisei Waropen, tapi juga di SMA Buper, SMA Angkasa dan SMA di Merauke juga. Jangan sampai korban inkonsisten ini, menjadikan anak-anak kita tidak mendapatkan program yang baik, karena sekolah penggerak ini mempunyai ciri khas khusus bagaimana mengatur anak-anak kita lebih baik,” pungkasnya.(Tiara)