Pasific Pos.com
Headline

Akhirnya, Kejati Tetapkan Tersangka Dugaan Penyimpangan Dana PON Papua

Jayapura – Setelah sekian lama diam, Kejaksaan Tinggi Papua akhirnya mengumumkan tersangka dugaan penyimpangan dana penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional atau PON XX 2021.

Asisten Bidang Tindak Pidana Khusus Kejati Papua, Nixon Mahuse mengatakan, dari empat tersangka, yakni TR, RD dan RL yang sudah ditahan di rumah tahanan Abepura dan Salemba. Sementara VP masih buron karena selalu mangkir ketika dipanggil untuk diperiksa.

“TR dan RD ditahan di Lapas Abepura, sedangkan RL di Rutan Salemba, Jakarta,” katanya.

Nixon menjelaskan, tak menutup kemungkinan akan ada penambahan tersangka dalam kasus penggunaan anggaran penyelenggaraan PON Papua.

“Kami tidak akan tebang pilih dalam penindakan, siapa yang bersalah tentu akan diperiksa dan tindak,” ujarnya.

Kepala Seksi Penyidikan Pidana Khusus Kejati Papua, Dedi Sawaki mengatakan dari hasil pemeriksan penyelenggaraan PON dilaksanakan dengan anggaran sebesar Rp 10 triliun, namun yang direalisasikan hanya Rp 8 triliun.

Dari Rp 8 triliun yang di sidik oleh Tim Penyidik Kejaksaan Tinggi yakni terkait dengan penyelenggaraan oleh Panitia Besar (PB) PON berdasarkan dari dana hibah Provinsi Papua senilai Rp 2 trilun lebih ditambah dengan dana CSR dari Freeport dan PLN.

“Perkara PON ini berskala nasional kemudian saksi-sakti tidak berdomisili di Jayapura. Mulai dari Sumatera, Jakarta sampai Sulawesi dan beberapa tempat di Papua, sehingga memang membutuhkan waktu. Bahkan ada beberapa saksi yang terlibat dalam kontestan Pilkada sehingga belum dapat pemanggilan. Setelah Pilkada selesai baru kami akan memanggil,” kata Sawaki.

Koordinator pada Tindak Pidana Khusus Kejati Papua, Muh. Sulfan Tanjung mengatakan 4 orang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka adalah Bendahara Umum PB PON (TR), Koordinator Bidang Transportasi (RD), dan Ketua Bidang II PB PON (RL), dan Koordinator Venue (VP).

“Penahanan dilakukan serentak Senin (2/9/2024). Kecuali VP yang sampai sekarang belum menyerahkan diri,” kata Sulfan.

Ia menjelaskan, aalam kasus ini pihaknya lebih memfokuskan pada penyelenggaraan dari penggunaan anggaran, sebab dalam realisasi penggunaan anggaran tidak sesuai dengan peruntukan. Bahkan ada anggaran-anggaran lainnya yang tidak ada hubungannya dengan PON.

“Cara-cara ini yang berefek kepada ketidakmampuan PB PON untuk menyelesaikan tagihan kepada pihak-pihak vendor. Ini yang kami lakukan demi penegakkan hukum,” tegasnya.

Sulfan menambahkan, untuk kasus PON pihaknya sudah memeriksa sekitar 65 saksi dan 2 ahli yakni Kerugian Keuangan Negara dan Ahli Hukum Keuangan Negara, sebab berdasarkan data biaya penyelenggaraan PON yang asalnya dari APBD sebsar Rp2,58 triliun dan sudah cair sejak 2016 – 2022. Sementara ABPN sebesar Rp 1.229 triliun dan sudah cair sejak 2021 – 2022.

“Kasus ini akan kami kembangkan terus, mengingat banyak penggunaan anggaran yang tidak sesuai peruntukan,” ujarnya.

Leave a Comment