Jayapura – Anggota DPR Papua dari Fraksi NasDem DPR Papua, Dr. Albert Meraudje menyoroti kinerja Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Bawaslu Papua yang dinilai gagal dalam penyelenggaraan Pemilu 2024.
Menurutnya, Pemungutan Suara Ulang (PSU) untuk Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Provinsi Papua ini terjadi, lantaran KPU dan Bawaslu Papua tidak konsisten bahkan melanggar mekanisme tahapan seleksi dari awal hingga akhir.
Untuk itu, legislator Papua itu menegaskan, KPU dan Bawaslu sebagai penyelenggara Pemilu harus dimintai pertanggungjawaban secara hukum atas pelanggaran yang dilakukan selama proses pemilihan.
Bahkan, Allbert menyebut, penyelenggara Pemilu telah melanggar sumpah janji kepada Tuhan dan aturan-aturan yang ditetapkan oleh negara.
“Ini mereka sudah melanggar mekanisme tahapan seleksi dari awal hingga akhir. Ada tahapan-tahapan yang mereka langgar, dan ini sangat merugikan negara serta rakyat di Provinsi Papua,” tegas Albert Meraudje yang juga merupakan Wakil Ketua Fraksi NasDem DPR Papua itu, melalui telepon selulernya kepada Pasific Pos, baru baru ini.
Apalagi lanjut Albert, pelanggaran yang dilakukan oleh oknum maupun kelompok penyelenggara Pemilu telah menyebabkan munculnya dokumen palsu dan manipulasi suara.
“Akibat perbuatan mereka, sampai ada dokumen palsu dan segala macam pelanggaran. Mereka harus diberikan sanksi hukum dan dimintai pertanggungjawaban secara perdata dan pidana,”tekannya.
Apalagi kata Albert Meraudje, besarnya anggaran negara yang terbuang dengan sia-sia akibat kegagalan penyelenggaraan pemilu.
“Ini uang negara, bukan sedikit. Kalau mau pemilihan ulang (PSU), uangnya dari mana? Negara sudah dirugikan. Negara berharap tahapan Pemilu Pilkada di tingkat kabupaten/kota harus berjalan sukses,”tandas Albert.
Ia tekankan, keberhasilan penyelenggaraan pemilu seharusnya mengikuti rambu-rambu yang telah ditetapkan oleh negara.
“Untuk berjalan sukses, kan ada Panitia Seleksi (Pansel), dan Pansel ini ada rambu-rambunya serta sumpah janji. Kalau mereka bekerja sesuai dengan aturan yang dibuat oleh negara, saya kira tidak akan ada PSU,” cetusnya.
Ia pun menekankan, bahwa adanya PSU akibat dari kegagalan penyelenggara Pemilu.
“Oleh sebab itu, mereka harus dimintai pertanggungjawaban oleh negara. Kalau mereka memang salah dalam hal administrasi dan melanggar aturan, ya harus diproses hukum. Supaya ke depan, penyelenggara Pemilu bekerja secara profesional dan sesuai dengan aturan, sehingga negara tidak dirugikan miliaran rupiah,”tekannya.
Selain itu, Albert juga menyoroti dampak kerugian yang dialami oleh rakyat Papua.
“Kini, rakyat Papua sudah menjadi korban. Sekarang, pemerintah provinsi tidak sanggup melaksanakan PSU karena tidak ada anggaran. Pemerintah Provinsi Papua sudah melapor kepada pemerintah pusat,”ungkap Albert Meruadje.
Pria paru baya ini pun mempertanyakan langkah apa yang akan diambil jika pemerintah pusat tidak mengalokasikan dana untuk PSU.
“Kalau pemerintah pusat bilang tidak ada uang, ya sudah kita pakai Penjabat (PJ) saja setiap tahun, ganti satu sampai lima tahun. Apakah seperti itu secara hukum?”tanyanya.
Oleh karena itu, Albert mendesak agar penyelenggara Pemilu yang terbukti bersalah harus diproses secara hukum.
“Saya minta supaya penyelenggara pemilu harus dipertanggungjawabkan. Jangan hanya calon – calon dan rakyat yang dikorbankan, sementara mereka diam saja. Mereka harus ditangkap dan diproses hukum. Salahnya di mana, buat kesalahan apa, ini ada pasalnya atau tidak. Sehingga negara dan rakyat tidak boleh terus dirugikan,”ujarnya
“Masa negara dirugikan, kita dirugikan terus, sementara mereka hanya santai-santai saja, menganggap tidak ada salah. Padahal sudah tahu ada kesalahan administratif tapi tetap loloskan calon tersebut. Ini harus diproses. Nah, sekarang, siapa yang punya tugas untuk memproses ini?”kata Albert.
Oleh karena itu Albert Meraudje menambahkan, pihak yang berwenang memberikan Surat Keputusan (SK) kepada penyelenggara Pemilu harus bertanggung jawab.
“Sekarang siapa yang memberi mereka SK? Kalau SK datang dari Gubernur, maka Gubernur dan Biro Hukum harus mengajukan hukuman terhadap penyelenggara pemilu. Karena uang negara, uang Pemda, dan rakyat yang rugi. Kalau SK itu dikeluarkan oleh Depdagri, maka Depdagri harus bertanggung jawab dan memproses hukum,”terangnya. (Tiara).