Jayapura – Pemerintah melalui Kementerian Keuangan resmi menaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen.
Kenaikan tarif tersebut mulai berlaku 1 Januari 2025 dalam rangka menyehatkan anggaran pendapatan belanja negara (APBN).
Hal itu disampaikan Theresia Naniek Widyaningsih selaku Kepala Bidang Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Kantor Wilayah Papua, Papua Barat dan Maluku (Papabrama) di Jayapura, Kamis (19/12/2024).
Dasar hukum diberlakukannya tarif baru PPN tersebut, sebut Naniek, berdasarkan Undang – Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
“Bukan karena pemerintahan baru, lalu tarif juga baru, tetapi hal ini sudah digagas sebelumnya antara pemerintah dan DPR, kemudian dipelajari secara seksama,” kata Naniek.
Dia bilang bahwa 82 persen APBN bersumber dari pajak, naiknya tarif PPN sebagai upaya untuk memperkuat anggaran pendapatan belanja negara sehingga bisa membiayai semua program pemerintah.
Naniek pun menyampaikan bahwa sejak 2021, telah memberikan banyak fasilitas perpajakan salah satunya dengan memperluas basis pemajakan.
“Kalau sebelumnya pajak penghasilan atau PPh orang pribadi yang kena pajak lapisan pertama 5 persen itu Rp50 juta, tapi sekarang diperluas jadi Rp60 juta. Artinya, ini benar-benar berpihak kepada masyarakat yang memang memiliki penghasilan kecil,” jelasnya.
“Kemudian ada pajak UMKM yang hanya 0,5 persen. Mulai 2022, bahkan untuk orang pribadi yang omzetnya sampai Rp500 juta tidak bayar pajak, tujuannya agar pelaku usaha mikro kecil dan menengah berkembang dulu,” kata Naniek menambahkan.
Di satu sisi pemerintah menaikan tarif PPN, namun di sisi lain juga memberikan insentif yang bertujuan agar daya beli masyarakat tidak menurun akibat kenaikan pajak pertambahan nilai.
“PPN tidak mengenal subjek, apapun yang kita beli ada pajaknya, tetapi pemerintah ingin menyeimbangkan antara memperkuat APBN dan mencegah menurunnya daya beli masyarakat,” ucapnya. (Sari)